2016-09-11

Mudah Murah Menakhlukkan Semeru


Ranukumbolo saat matahari terbit

Untuk menakhlukkan Mahameru kita membutuhkan waktu minimal 4 hari ukuran orang normal. Mengetahui jumlah hari pendakian sangat penting untuk mengalkulasi kebutuhan minimal yang dibutuhkan, baik ukuran peralatan maupun perbekalan yang harus di bawa. Jika kita profesional dan hanya membutuhkan waktu 1 hari untuk sampai ke Mahameru, maka perbekalan yang disiapkan semakin sedikit, meskipun tidak menutup kemungkinan peralatan yang dibawa tetap sama beratnya.
Estimasi perjalanan menakhlukkan Mahameru :

Hari
Waktu
Perjalanan
I
06.00 – 09.00
Tumpang – Ranupane
09.00 – 11.00
Briefing dan pendaftaran di Pos Ranupane
11.00 – 18.00
Ranupane – Ranukumbolo
18.00 – 06.00
Istirahat
II
06.00 – 10.00
Masak, bersih diri, bongkar tenda, self time
10.00 – 11.00
Ranukumbolo – Oro-oro Ombo
11.00 – 13.00
Oro-oro Ombo - Jambangan
13.00 – 14.00
Jambangan – Kalimati
14.00 – 15.00
Ambil air di Sumber Mani
15.00 – 17.00
Masak dan makan
17.00 – 22.00
Istirahat dan tidur
22.00 – 23.00
Persiapan summit attact
23.00 – 01. 00
Kalimati – Arcopodo
III
01.00 – 06.00
Arcopodo – Mahameru
06.00 – 08.00
Bikin puisi di Mahameru
08.00 – 09.00
Mahameru – Arcopodo
09.00 – 10.00
Arcopodo - Kalimati
10.00 – 14.00
Istirahat dan persiapan ke Ranukumbolo
14.00 – 17.00
Kalimati – Ranukumbolo
17.00 – 18.00
Pasang tenda dan masak
18.00 – 06.00
Istirahat
IV
06.00 – 08.00
Masak dan enjoy the Ranukumbolo
08.00 – 09.00
Bongkar tenda
09.00 – 13.00
Ranukumbolo – Ranupane
13.00 – 14.00
Selesaikan administrasi dan pulang

Peralatan

Mengenai fisik dan mental tidak perlu aku jelaskan karena tentunya hal itu sangat penting. namun sebagai pendaki amatir, aku tidak menyiapkan fisik dan mental sama sekali sehingga –aku rasa- tips di sini sangat cocok bagi pendaki amatir dan pemula. Saat mendaki kemarin, aku menggunakan tas carrier Consina Tarebbi 70L, tenda monodome single layer untuk 2 orang, sleeping bag model tikar seharga, headlamp jelek imut, lampu tenda yang bisa diubah menjadi lampu senter, kompor gas kecil, dan coocking set. Seluruh peralatan yang kubawa ini tidak ada yang bermerk, kecuali Consina Tarebbi. Sehingga tidak perlu khawatir jika naik gunung tidak membawa peralatan berharga mahal.

Mahameru
Selain itu, aku membawa satu kerpus (penutup kepala), satu pasang sarung tangan, dua pasang kaos kaki, dua kaos lengan pendek, satu kaos lengan panjang, dan jaket Jack Wolfkin murahan sehingga tidak dapat dipercaya. Tidak lupa yang paling penting adalah jas hujan untuk melindungi seluruh peralatan kita dari hujan. Jas hujan kalelawar ini juga bisa kita gunakan sebagai layer tambahan untuk tenda monodome sehingga tidak tembus ketika disambar hujan. Sepatu kets yang biasa kugunakan kuliah juga kubawa bersama sandal carvil yang sudah kupakai dua tahun terakhir.

Silahkan membawa peralatan mandi meskipun di sana aku tidak mandi sama sekali selama empat hari. Karena melakukan ritual mandi bukanlah hal yang mudah saat berada di gunung, baik karena air susah, dingin, maupun tempatnya yang tidak ada. Di Ranukumbolo sendiri disediakan satu deret kamar mandi yang fungsi utamanya adalah WC zaman majapahit. Sehingga orang berak sekalipun, ingin cepat-cepat selesai karena baunya yang menyengat dan sampah berserakan. Karena aku juga bukan seorang lelaki metroseks, aku tidak bisa menyarankan alat kecantikan apa yang harus di bawa naik gunung. Aku hanya membawa sikat gigi bersama pastanya.

 Tas. Mari kita membahas tas yang baik untuk mendaki gunung karena tas ini ibarat nyawa seorang pendaki. Selama berada di sana, saya mengamati banyak pendaki yang membawa tas berukuran 70-80liter. Jika bersama rombongan, bebera anggotanya ada yang hanya membawa daypack atau carrier ukuran 50-60L agar mereka bisa bergantian membawa carrier yang lebih berat. Menurutku, untuk memenuhi kebutuhan mandiri alias membawa seluruh peralatan dan perbekalan sendirian, dibutuhkan tas 70 liter.

tenda Pavilo monodome yang nyaman buat dua orang
Asalkan tidak membawa pakaian terlalu banyak layaknya mau jualan di Ranukumbolo, tas ini akan lebih dari cukup. Tas dengan banyak saku akan sangat membantu untuk menyelipkan barang yang dibutuhkan sewaktu-waktu. Tidak peduli tas yang kita bawa bermerk atau tidak, mereka akan membawa kita sampai Mahameru. Jika tas kita tidak punya sirkulasi udara, tidak punya gagangan besi, tidak punya tali penarik kenyamanan, tidak masalah. Kenyamanan seperti itu teramat mahal untuk kantong mahasiswa, atau kantong sebagian besar masyarakat Indonesia.

Yang pasti bawalah tas yang ikatannya kuat. Jadi tidak ada kekhawatiran tas tersebut akan putus talinya saat membawa beban. Sewaktu-waktu tas akan kita taruh dipunggung, di lain waktu tas akan kita seret-seret. Sehingga tas murah perlu kita jahit lagi agar pegangannya kuat. Bawa pula satu daypack jika perlu, untuk dibawa memuncak ke Mahameru. Kalau aku, tas carrier itu pula yang kubawa ke Mahameru setelah kutumpahkan seluruh isinya ke belantara tenda.

Tenda. Peralatan lain yang dibutuhkan adalah tenda. Sesuaikan tenda dengan kapasitas rombongan. Karena saya berangkat sendirian, maka tenda yang kubawa hanya monodome untuk menampung 2 orang. Jika rombongan, maka menyewa tenda adalah pilihan yang masuk akal dibandingkan iuran untuk membeli. Jika kita biasa solo traveller, maka membeli tenda monodome pilihan terbaik. Nantinya, kita tinggal membeli flysheet tambahan untuk melindungi tenda dari gempuran hujan, atau beli plastik lebar sesuai dengan panjang dan lebar tenda. Pasti lebih mantap dan murah. Perlu dipertimbangkan pula membawa tikar yang enteng untuk di taruh dalam tenda karena biasnaya tenda hanya beralaskan terpal yang dingin saat menyentuh tanah.

Aku tidak tahu merk tenda yang bagus dan murah. Karena banyak sekali merk tenda yang beredar di antara pendaki Semeru ketika membentang di Ranukumbolo, misalnya Lafuma, Eiger, Consina, dan Great Outdoor. Tenda yang kubeli adalah merk Pavilo yang tampaknya baik-baik saja dalam kondisi cuaca cerah. Ketika mengalami angin ribut dan hujan rintik-rintik di Kalimati, aku sendiri yang tidak bisa tidur karena khawatir bocor. Sementara pemilik tenda lainnya dengan tenang menikmati malam. Intinya adalah persiapkan segala sesuatu agar tubuh dan peralatan kita tetap kering. Karena basah di pegunungan bisa menurunkan kekuatan tubuh dan berakhir sakit yang mengenaskan.

Penghalau dingin dan basah. Dingin dan basah di pegunungan adalah musuh setiap pendaki. Karena itu peralatan untuk membuat tubuh kita tetap kering dan hangat. Pertama adalah jas hujan, saya kira setiap orang punya jas hujan jika musim penghujan. Kalau memungkinkan, pilihlah jas hujan plastik sekali pakai sehingga enteng di kantong dan enteng di tas carrier. Taruh jas hujan ini di saku paling luar tas sehingga bisa digunakan sewaktu-waktu.

Selain jas hujan, kita akan membutuhkan kaos, sweeter, kerpus, sarung tangan, kaos kaki, buff, jaket dan sleeping bag. Ketika berjalan, kita hanya membutuhkan kaos dan celana pendek. Tapi persiapkan jaket di luar tas sehingga sewaktu-waktu bisa digunakan juga. Karena saat berjalan kita akan berkeringat sehingga jaket menjadi tidak nyaman. Bahkan ketika perjalanan awal dari Ranupane – Ranukumbolo, jaketku benar-benar basah oleh keringat. Sedangkan mengeringkannya butuh waktu yang lama.

Berbeda ketika kita tidur, pakailah seluruh alat penahan dingin tersebut, jika perlu gunakan koyo tempel di kaki agar hangat. Untuk di Ranukumbolo dan Kalimati, dua kaos, satu sweeter, satu jaket, dan sleeping bag, sudah cukup untuk membuat tidur nyaman. Keesokan harinya di Ranukumbolo, saat jaket dan sweeterku basah karena hujan, dua kaos dan sleeping bag ternyata masih masih terlampau dingin. Sehingga perhatikan cuaca dan jangan sampai membuat pakaian kita basah. Menurut pikiranku, tidak perlu membawa jaket terlalu banyak saat naik gunung. Lebih baik bawalah kaos lebih untuk dipakai bersamaan sehingga dingin sulit menembus kulit.

Sementara, ketika naik Mahameru pukul 23.00 WIB, dua kaos, satu sweeter, dan satu jaket tidak cukup untuk menghalau dingin. Namun dengan terus menggerakkan langkah, tubuh kita akan hangat dengan sendirinya sehingga yang diperlukan selanjutnya adalah tawa sepanjang jalan. Jika kedinginan, tampaknya tubuh kita sedang tidak bermetabolisme sehingga bisa ditanggulangi pula dengan makan makanan ringan. Cobalah membawa snack yang bisa dibeli kiloan, bukan snack indomaret yang hanya besar di bungkusnya tapi ringan di isinya.

Perbekalan. Bekal yang saya maksud adalah berupa makanan dan minuman untuk di bawa sepanjang jalan. Untuk sendirian saya tidak menghabiskan 500 gram beras merah selama empat hari. Persoalan ini kadang sangat menyesaikan dengan kondisi tubuh dan manusianya. Perbekalan lain yang saya bawa adalah : ikan asin, mie instan, sambal instan, gula merah, kopi instan, permen. Saya tidak membawa madu, roti dan makanan ringan lainnya padahal itu sangat penting. 

Bagiku, miuman hangat sangat penting untuk menemani bersantai ketika berada di Ranukumbolo dan Kalimati. Beberapa orang bahkan membawa termos untuk bekal kopi hangat di perjalanan. Bagi perempuan yang biasanya tidak terlalu menyukai kopi, bisa memilih teh atau coklat saset untuk diteduh kala dingin. Untuk semua minuman hangat ini, biasanya saya campur dengan gula merah sehingga rasanya semakin manis dan menambah tenaga saat pendakian keesokan harinya.

belakangku adalah tanjakan cinta yang melegenda
Ketika berada di Ranukumbolo, memasak merupakan hal yang menyenangkan. Saya melihat banyak teman-teman pendaki yang membawa sosis, sarden, pentol beku, telor mentah, telor asin, telor puyuh, tahu pentol beku, dan lain sebagainya. Seakan-akan sedang terjadi pertarungan memasak di Ranukumbolo. Kebetulan saya menyapa beberapa orang yang bersantai di Ranukumbolo yang ternyata telah selesai summit attact. Mereka masih menyisakan sarden dan beberapa makanan ringan lainnya untuk dibagi ke pendaki yang akan menuju Kalimati. Ketika aku turun, aku melakukan hal yang sama. Ternyata hal itu merupakan kebiasaan pendaki yang telah menyelesaikan urusannya dengan Mahameru. Dari pada membawa beras, sarden, telur, dan mie instan kembali ke Ranupane, lebih baik disumbangkan kepada pendaki lain yang masih harus melanjutkan perjalanan.

Penutup

Memang benar bahwa mendaki Mahameru bukanlah pekerjaan pendaki pemula. Tapi aku adalah pendaki amatir dan masih banyak lagi pendaki alay yang menakhlukkan Mahameru. Jadi jangan gentar saat berhadapan dengan gunung tertinggi di Pulau Jawa ini. Secara ringkas, pendakian dari Ranupane hingga Kalimati adalah pendakian gunung sebagaimana umumnya. Tapi pendakian dari Kalimati menuju Mahameru adalah ujian yang sesungguhnya. Karena itu, persiapkanlah mental pantang menyerah. Karena dingin, lapar, dan kantuk akan datang menyerang pada saat yang bersamaan. Tapi dalam perjalanan melelahkan itu, kita akan terhibur jika matahari muncul. Kehangatan akan langsung meresap ke kulit, dan puncak Semeru akan terlihat. Saat itulah semangat akan membaja dan siap bertualang mengalahkan kemalasan diri sendiri.


Panduan Semeru

Panduan Menakhlukkan Semeru III


---------------------------------------------------------------------------------------------------------------

2016-09-10

Semeru

Puncak Mahameru, 3676 Mdpl

Setelah menunggu ribuan tahun, akhirnya aku menapaki puncak para dewa –Mahameru. Perjalanan yang menyiksa dan menghapuskan segala kenikmatan terbayar tuntas. Akan muncul banyak catatan dari perjalanan membersamai Semeru. Namun saat ini, yang harus aku hujamkan dalam-dalam adalah bagaimana aku merasa menjadi salah satu orang yang beruntung dan diberkati. Mungkin adalah hal yang lebai, tetapi menggapai Mahameru adalah hal mustahil bagi diriku sendiri.

Bagaimana tidak, pukul 23.00 WIB aku sudah harus mengerjapkan mata bersama seluruh ngilu di sendi tulang belulang, pusing di kepala, dan dingin yang mengelupaskan kulit di muka satu senti demi satu senti. Mungkin aku sudah beruntung tinggal di Kota Batu selama setahun terakhir, namun dingin di punggung Semeru bukanlah dingin di Kota Batu. Tetap saja, dua kaos, satu sweeter, dan satu jaket palsu merk Jack Wolfkin seharga Rp 150.000 tidak berarti apa-apa. Aku masih harus menyematkan kedua tanganku ke ketiak demi mendapatkan kehangatan sementara.

di depan itu adalah Kawah Janggring Saloka

Belum lagi, perjalanan mendaki di Arcopodo selepas Kalimati sungguhlah berat. Berat karena seluruh kalori yang dihasilkan oleh beras merah dan ikan asinan pindang telah habis sepanjang Ranupane – Ranukumbolo – Kalimati. Sisa-sisa tenaga ini diharuskan menempuh perjalanan yang tidak kalah beratnya sehingga mental langsung down seketika. Dan hal yang paling menjengkelkan adalah tanjakan Mahameru dipenuhi oleh kerikil dan pasir yang tidak bisa diinjak seenak kaki berdiri. Di sinilah keputusasaan terbesar itu. Setiap aku melangkah, setiap itu pula aku harus merosot ke bawah karena tidak ada tanah yang solid yang bisa diinjak.

Bahkan bebatuan pun bersekongkol. Ketika menginjak batu, malah akan membahayakan pendaki yang masih berada di bawah karena batu itu bisa seketika meluncur ke kepala. Bebatuan seperti menempel begitu saja. Ia tidak membentuk dan menyatu dengan Mahameru. Bebatuan itu, seperti tetangga yang numpang mampir, atau benalu yang menggeliat begitu saja di sana. Aku bergumam; dalam sejarahnya, bahkan para amatir dan perempuan alay pun bisa menapaki Mahameru. Apakah aku akan berdiam diri di Kalimati saja? oh tentu tidak. Dengan tekat kompetisi imajiner inilah, aku berangkat.

Kawah saat menyemburkan racunnya

Namun aku menegaskan, menggapai Mahameru bukanlah sekadar berkompetisi dengan orang lain, tapi lebih pada kompetisi dengan diri sendiri. Berkali-kali, orang-orang yang lalu lalang itu hilang entah ke mana. Mata yang sudah diserang kantuk karena hampir sejak Januari aku tidak pernah tidur. Seluruh orang yang lalu-lalang menjadi tak berguna, mereka tenggelam dalam hingar-bingar kelelahan yang mendera seluruh organ tubuhku. Aku lumpuh, merambat sebagai orang yang sekarat dalam duri yang menggunung.

Berkompetisi dengan orang lain saat menggapai puncak malah akan membuatmu lemah selemah-selemahnya. Akan ada banyak orang yang sebelumnya jauh di belakang, tiba-tiba sudah disampingmu ketika kau duduk istirahat kelelahan. Mereka berjalan pelan namun pasti, melewatimu begitu saja. Kau mungkin bisa berteriak keras; jancooook!!!. Tapi itu hanya bergema dalam dadamu sendiri. Meskipun kau tahu, mereka yang melampauimu selalu menyemangatimu agar bertahan hingga puncak kerinduan. Tapi itu juga yang menjadi musuh dirimu sendiri.

aku berdesing dalam ribuan musim dingin
menghalau seluruh rindu yang kau tumpah-tumpahkan
dari langit, aku sembahyang dipuncak ngilu
seperti pertapa yang luka, seperti burung yang mengigau
betapa sarang masihlah mimpi yang tak terlampau tinggi

Jadi aku terus mewaspadai diriku sendiri, jika tidak, Mahameru akan benar-benar membunuhku. Sudahlah cukup kisah dan mitos yang merebak bahwa Mahameru memakan banyak nyawa untuk dapat menakhlukkannya. Seakan-akan, dari 1000 pendaki yang sukses, harus ditebus dengan satu nyawa melayang karena otak telah kehilangan keseimbangan. Dan aku tidaklah harus menjadi penebus pendaki-pendaki itu. Yang kusadari dari diriku sendiri waktu itu adalah, dingin yang teramat sangat membuatku hampir muntah-muntah karena mual, kepala pening sehingga setiap menapakkan kaki di pasir dan kerikil Mahameru, aku hendak melayang ke jurang. Sepertinya aku masuk angin dan bisa-bisa menangis sepanjang perjalanan. Bismillah, aku hanya bisa berkata; biarlah tuhan yang menentukan segalanya.
Mahameru yang berbentuk melengkung

Setiap satu langkah kaki, aku menguat-nguatkan persendian. Nafas sudah satu-satu, hampir meninggalkan tubuh ringkih yang bersemangat di tubuh yang masih seperempat abad. Kulihat puncak yang masih gelap. Jarak yang hanya 2,5 kilometer raib ditelan keragu-raguan. Sementara di sisi timur, siluet merah sudah menggaris panjang membelah langit. Keindahan maha agung. Matahari mengintip pelan-pelan-pelan, lalu tiba-tiba saja hangat kurasa. Aku terduduk di sebalah batu besar yang tampak akan menggelinding ke bawah saat kusentuh. Sungguh, matahari waktu itu seperti kawan lama yang datang sebagai penyelamat. Mual sepanjang malam, dingin sepanjang perjalanan, lenyap. Aku minum air putih yang masih tersisa banyak, lalu mendongak ke puncak. Bendera merah putih tersenyum pelan, mengerlingkan matanya, dan aku bangkit untuk meraihnya.

Mimpi apa si bendera di puncak semeru itu tuhan? Sehingga panggilannya kujawab dan ia bisa berdiri sama tinggi denganku. Pukul 07.30 WIB aku baru menginjakkan kaki di puncak tertinggi Pulau Jawa. Aku kaku, lemas, bahagia, sedih, menjerit, ketakutan, mengumpat, beryukur, dan lalu menikam tanah-tanah menjadi bahasa yang tak dapat dikenali lagi. Aku tidur, melepaskan seluruh sandaranku pada alam yang hening –yang ramai hanya manusia yang terpana dengan dirinya sendiri, lalu mengabadikannya dalam kefanaan foto. Aku masihlah makhluk abadi ketika tidur di bawah matahari yang hangat, menyelimuti bibir retakku, menyeka linu di lutut, dan menghias mataku dengan pendar warna-warni dari seberang surga.

Jalan terjal saat turun dari puncak

Saat aku terbangun, orang-orang sepi. Tinggal tiga grup pendaki yang semalam menjejaki langkah bersamaku. Aku kembali fana dan bakal musnah sendirian, memandangi para pendaki dan mencoba menerka pikirannya masing-masing. Lalu kuraih kamera yang sejak perjalanan jarang kugunakan. Aku berjalan pelan dari ujung ke ujung, memotret moment yang sudah terlambat itu. Matahari silau, Bromo sudah tertutup awan. Yang tersisa hanya menunggu Kawah Janggring Saloka meletupkan asap tebal sehingga aku bisa membawanya pulang ke tendaku, ke beranda rumah, dan memeluknya saat tidur di lain waktu.

2016-09-01

Puncak Gunung Tersulit, Ulasan Film: Meru

Kalian tahu gunung yang paling sulit didaki di dunia ini? 

Adalah Meru, salah satu puncak di Pegunungan Himalaya, yang menjadi top scorer bagi pendaki kelas wahid. Puncak Meru dikenal dengan nama Shark’s Fin (Sirip Hiu), yang telah menumbangkan puluhan pendaki profesional saat berhadapan dengan tembok raksasa di atas ketinggian 6000 meter tanpa celah. Bisa dibilang, adalah satu hal yang mustahil untuk menjejakkan kaki di puncak Meru.

Meski tampaknya mustahil, tiga orang pendaki profesional akhirnya mampu menakhlukkannya pada Oktober 2011. Mereka adalah Conrad Anker, Jimmy Chin, dan Renan Ozturk. Jimmy yang juga wartawan National Geographic merupakan pendaki ulung yang menjadi rekan Conrad selama 10 tahun terakhir. Dengan kemampuannya dalam bidang jurnalistik, Jimmy membuat perjalanan mereka bisa difilmkan secara dokumenter sehingga release-lah film Meru tahun 2015.

Saya bisa membayangkan betapa sulit pendakian yang telah mereka lakukan untuk menakhlukkan Meru. Apalagi di tahun 2008, mereka bertiga pernah menemui kegagalan saat mendaki Meru. Karena timing yang kurang pas, akhirnya mereka harus turun setelah selama 17 hari merangkak di tebing batu dan es. Bahkan, kekalahan itu mereka rasakan saat puncak Meru kurang 100 meter lagi. Tapi toh mereka akhirnya memilih turun. Alasannya jelas, hari sudah sore dan tidak memungkinkan untuk memanjat lagi, ditambah perbekalan yang sudah habis, dan jika memaksa, mereka harus membuat tenda sederhana di puncak Meru berketinggian 6.600 meter tanpa safety. Hal yang membahayakan nyawa seperti ini, bagi mereka, bukanlah suatu hal yang patut diperjuangkan.

Saya kira, inilah perbedaan ambisi dan obsesi. Ketika tujuan yang telah direncanakan dengan baik itu menemui jalan buntu yang berakibat pada hilanagnya keselamatan, maka bolehlah tujuan itu diurungkan –itulah ambisi. Mereka masih bisa berfikir jernih, meskipun sudah menempuh pendakian setinggi 6.500 meter dalam badai, tapi saat terjadi kendala yang tak mungkin dihindari, mereka harus berfikir rasional. Lalu mereka turun dengan gaya “setidaknya saya pernah mencoba dengan seluruh kekuatan”.

Jika yang mereka bawa untuk menakhlukkan Meru adalah obsesi, bisa jadi nama mereka tinggal kenangan. Tanpa memperhatikan akal sehat, mereka akan memaksakan diri untuk menggapai 100 meter tersebut. Yang jika gagal, malah akan memperburuk citra mereka sebagai pendaki profesional. Karena seorang pendaki profesional pasti memahami manajemen risiko pendakian, dan tidak memaksakan atau mempertaruhkan nyawa dengan kemungkinan yang minimal –demikian kata John Krakauer, penulis buku Into Thin Air.

Dan perlu diketahui, bahwa Conrad maupun Jimmy merupakan pendaki sukses yang menakhlukkan everest (puncak tertinggi di dunia) empat atau lima kali dengan mudah. Bahkan Jimmy berselancar dari atas Everest. Lagi pula, menunggangi Everest bisa menyewa jasa porter yang bisa melakukan hal-hal berat dengan mudah untuk membantu pendaki. Banyak pula jasa pendaki profesional yang bisa mengantarkan menuju Everest. Beban dipunggung dapat berkurang hingga puluhan kilo. Namun di Meru, yang merupakan pendakian profesional penuh risiko, tidak ada porter atau jalan lunak. Pendaki harus berjalan sendiri, memanggul tasnya sendiri, dan membawa seluruh peralatannya sendiri.

Dalam beberapa pemberitaan mengenai pendakian bersejarah ini, Jimmy mengakui dibutuhkan standar yang tinggi untuk dapat berjuang merambati tubuh Meru. Seperti ice climbing, rock climbing, big wall climbing, mixed climbing dan juga expedition climbing, bahkan diperlukan kemampuan khusus mengelola logistik untuk bertahan hidup. Seperti dalam film, mereka harus menginap empat hari di ketinggian 4.000 meter dengan cara ‘menggantung’. Benar-benar menggantung, yakni menggantungkan alas tidur sedemikian rupa pada cantolan-cantolan dinding batu, dan menutupi bagian atasnya dengan tenda.

Empat hari mereka hanya bisa berdiam diri di tenda menggantung karena serangan badai salju. Tentu saja hal itu menguras logistik dan tenaga. Bahkan secara emosional, mereka akan tertekan karena harusnya bisa melewati Shark’s Fin sesuai hari yang ditentukan. Ini adalah gangguan yang besar bagi pendaki meskipun sangat berpengalaman. Kalau tidak dipandu Conrad yang pernah mencoba mendaki di tahun 2003 dan 30 tahun pengalaman menakhlukkan berbagai macam gunung tertinggi di dunia, maka mereka akan turun begitu badai reda.

Menurut Krakauer, mendaki Meru tidak hanya membutuhkan skill pemanjat dinding profesional, tapi juga pemanjat es, pemanjat batu, dan pemanjat profesional dataran tinggi. Jika dihadapkan dengan tebing tegak lurus di atas ketinggian 6.000 meter, orang akan merinding. Tapi Conrad dan Jimmy adalah pendaki profesional –yang sama dengan tukang kayu, tukang batu, atau arsitek – bisa membuat jalannya sendiri. Dalam film itu, terlihat Jimmy mengetuk-ketuk setiap dinding batu dengan saksama. Lunak, keras, sekuat tenaga, lunak lagi, begitu terus hingga ada satu dinding yang bisa dimasuki pengait guna rolling tali pemanjat.

Lalu dilanjutkan perjuangan Conrad untuk menakhlukkan lapisan es tebal yang menyelimuti dinding-dinding itu dengan tanjakan terjal, dan bertemu lagi dengan batu granit raksasa yang dinamakan House of Cards yang membentang hingga puncak. Jika harus dikalkulasi, kemampuan mendaki Meru sungguh mendekati kemampuan dewa yang mustahil. Menurut Krakeuer, mereka harus membawa 100 kg perbekalan untuk mendaki Meru. Meskipun dalam pendakian pertama mereka gagal karena logistik yang sudah mencapai klimaks di saat pendakian masih 90 persen, namun di pendakian kedua tahun 2011, mereka berhasil.

Jimmy yakin 99 persen, bahwa sekelas pendaki profesional pun, ketika selesai menonton film dokumenter yang mereka buat, akan bergegas menuju Shark’s Fine. Paling-paling pendaki akan menutup riwayat Meru, dan memilih memuncaki Everest yang memiliki rute perjalanan lebih populer –meski tetap saja susah. Kita akan lihat di tahun-tahun mendatang.

Jimmy Chin, Conrad Anker {Sang Kapten}, dan Renan Ozturk

2016-07-05

Takmir


Bulan Ramadan tidak hanya membawa cerita tauladan dari para pemuka agama, tetapi juga tingkah menggelikan dari orang yang katanya ahli masjid. Kisah-kisah mengenai takmir masjid ini, sudah saya alami sejak kecil di kampung. Tidak ada yang berubah, mereka sama-sama memiliki keyakinan bahwa kunci surga berada di tangannya. Sehingga ia bertingkah, seolah-olah, kebaikan adalah dirinya, sehingga siapapun yang datang harus cium tangan.

Penjelasan di atas memang terlalu abstrak. Mari kutunjukkan bagaimana tingkah ketidakdewasaan manusia yang berprofesi sebagai takmir masjid ini. Dahulu kala, ketika usiaku masih menginjak sekolah dasar, ada tradisi setiap Hari Jumat seluruh penduduk kerja bakti kampung. Salah satunya adalah kerja bakti mengepel masjid yang luasnya alhamdulillah. Sebagai anak kecil, saya senang sekali bisa mengepel masjid yang maha luas, berkeramik, dan bisa menjadi ajang selancar.

Namun belakangan, kebahagiaan kami terusik karena anak kecil sudah tidak boleh lagi bermain selancar (ikut mengepel) di masjid. Alasan si takmir masjid yang dulu kupanggil Mbah To ini, karena anak kecil bisa saja kencing sembari berselancar. Sehingga akan menjadi najislah seluruh masjid, dan menjadi tidak sah salat setiap jemaah di sana. Aku dan kawan-kawan dituding sebagai penyebab tidak masuk surganya orang yang ke masjid.

Kedua, cerita menjengkelkannya takmir masjid kampus Universitas Trunojoyo Madura di mana saya kuliah tahun 2008. Tiga orang takmir pada waktu itu, adalah ngengat yang bekerja di masjid demi gengsi keislaman. Sebagai anak kampung yang akhirnya bisa kuliah, tempat pertama yang kutuju adalah masjid. Masjid paling aman tentu saja masjid kampus, yang aku tidak perlu jauh-jauh berjalan untuk kuliah. Pendeknya, dengan kesantunan pura-pura aku diusir dari rumah tuhan itu.

Cerita berikutnya, adalah kisah-kisah yang sangat dekat dengan para pelancong. Bagi kita yang sering bepergian dan membuat masjid sebagai jujugan, tentu pernah mengalami betapa menggelikannya takmir masjid ini. Banyak takmir yang gusar ketika melihat kedatangan kita yang hendak mandi dan berak di sana. Ketika saya tidur di suatu masjid pun, tiba-tiba si takmir datang membawa pancuran air dan pura-pura hendak mengepel masjid agar tidak dipakai tidur. Hal ini terjadi di masjid desa, masjid kampus, juga masjid terminal dan stasiun.

Di bulan Ramadan lebih mengerikan lagi.  Para takmir yang diberi tanggung jawab membagikan takjil dan makan kepada jemaah ini berlaku seolah-olah dialah pemilik makanan itu. Di masjid kampus misalnya, ketika adzan magrib didendangkan, berduyun-duyunlah kelompok manusia yang jarang ke masjid; anak kesenian, pecinta alam, band, sampai anak-anak berandalan. Sang takmir dengan memicingkan mata, melihat setiap gerak-gerik perebutan takjil dengan kemuakan yang mengerikan.

Ia merasa makanan itu miliknya, makanan itu tidak pantas buat para pendatang dekil itu. Mungkin, di dalam hatinya, orang-orang yang harus makan takjil itu adalah jemaah yang biasanya ke masjid, atau minimal orang-orang tau diri yang menyalami dirinya dan bilang permisi. Aduh, tuhan, takmir macam apa yang selama ini berada di masjid dengan sorot mata penuh api itu. Sungguh, ia tidak sadar dengan semua pikiran dan kata hatinya sendiri.

Memasjid

Seorang takmir yang setiap hari membersihkan masjid, biasanya merasa memiliki masjid. Masjid ini, paling tidak, dianggap sebagai rumahnya sendiri. Hal itu tentu bagus sekali. Hal yang harus dilakukan hanyalah bagaimana caranya ia wellcome kepada setiap orang yang datang. Masjid adalah rumah tuhan, dan biarkan tuhan yang menjaganya secara mendalam. Sebagai takmir, harusnya berupaya membuat kerasan masyarakat, bukan hanya jemaah masjid, tetapi masyarakat secara umum.

Seperti diketahui, orang-orang yang malas selalu lebih banyak dari pada orang yang rajin. Sebagaimana ibadah, selalu lebih banyak orang yang hanya beragama melalui kartu tanda penduduknya. Dalam kehidupan sehari-hari, Salat dan semacamnya hanyalah produk yang diyakini, bukan dijalani. Bahkan, beberapa orang yang jauh dari sarung dan kopyah, malu untuk pergi ke masjid karena sepertinya semua orang memandang ke arahnya.

Jika kita hidup di desa yang mayoritas penduduknya menganut ormas Nahdlatul Ulama, mungkin fenomena itu terasa janggal. Persis seperti seorang santri yang tidak mau diberi ‘ijazah’ kiyainya agar terjauh dari perbuatan zina. Ketika ia pergi ke Surabaya atau Jakarta, perzinaan sudah di batang kelamin. Karena itu, membuka masjid kepada setiap orang, apapun kebajikan dan kebajingannya, adalah jalan yang lebih lurus. Jika masjid sudah menjadi tempat yang nyaman bagi kebanyakan orang, salat jemaah adalah satu hal yang pasti.

Karena tak satupun orang kerasan tidur-tiduran di masjid sementara adzan berkumandang dan jemaah sedang berjalan.

2016-06-04

Kedianggapan

minuman keras seperti ini juga menjadi bahan pembicaraan agar dianggap

Aku menjadi teringat cerita tentang seorang perempuan yang hampir tua. Bertempat tinggal di rumah susun dekat rel kereta api, ia kemudian menjadi saksi kunci tentang pembunuhan anak kepada bapaknya. Sekilas, semua orang percaya apa yang dicakapkannya. Tetapi seorang lain, yang mengalami kehidupan yang sama dengan perempuan ini, melihat adanya kecenderungan yang aneh.

Perempuan ini datang ke pengadilan dengan dandanan menor. Ia tidak lagi memakai kaca mata meskipun di dua sisi hidungnya ada bekas yang tak bisa dihillangkan. Senyumnya melambai, dan ia memberi kesaksian di hadapan orang-orang. Suaranya didengar, ia menjadi pusat perhatian. Puluhan tahun hidup di dunia, baru sekali ini ia merasa bahwa ia berguna. Lalu ia mengarang cerita, begitu saja.

Kejadian orang tua itu merupakan cuplikan dari film 12 Angry Men. Memang hal yang luar biasa saat kita dianggap orang lain. Bahwa omongan kita didengar, keinginan kita dituruti dengan patuh, dan tingkah laku kita diberi jempol, adalah pengalaman yang luar biasa. Banyak orang ingin dianggap di hadapan manusia lainnya. Sehingga ia berbohong, mengarang cerita, menjadi orang lain, hingga merekayasa segala sesuatu demi agar dianggap itu.

Hal yang paling tidak masuk akal terkait kedianggapan –yang tidak jauh dari kesombongan yang aneh- sering dilakukan laki-laki. Kesombongan-kesombongan mereka terhadap temannya terasa janggal, menggelikan, memuakkan, hingga aku tersedak dan tak doyan makan. Hampir semua lelaki melakukan kesombongan yang dibuat-buat ini. Menganggap bahwa hal itu didengar lalu ia dianggap sebagai sosok pejantan tangguh. Buktinya tidak lain adalah nol.

Misalnya saja, seorang lelaki yang menyebut temannya sebagai ‘tidak laku’ karena tidak pacaran. Bagi sebagian orang, kejadian ini adalah hal yang biasa. Namun bila kita berfikir jernih, ada yang tidak beres dengan pemikiran lelaki zaman sekarang. Karena mengolok-olok temannya ini, hampir pasti dibarengkan dengan hikayat tentang kehebatannya sendiri. Bagaimana ia dalam usia 20 tahunan, telah berpacaran dengan 5 wanita sekaligus.

Kemudian ia mengarang cerita bagaimana ia mengencani semua pacarnya itu, membagi waktu, dan mengajak hubungan seksual yang nikmat. Ia bercerita dengan kesombongan luar biasa, seakan-akan kehormatan lelaki diletakkan pada banyaknya pacar, dan kemampuan memerawani pacarnya. Coba perhatikan, bagaimana ia bercerita tanpa henti dengan gaya tertawa yang jumawa. Memuakkan bukan?

Lebih sering dan lebih parahnya, kejadian ini ditimbali oleh teman lainnya. Yang juga bercerita hampir sama, terkait betapa banyak perempuan yang bisa dikencaninya, dan berapa banyak yang sudah menjadi tumbal malam pertama. Lalu diberi tambahan, bahwa ia lelaki yang doyan minum-minuman keras seberapapun banyaknya gelas, mengenal berbagai jenis minuman keras, lalu ditandasi dengan rokok dan segala macam ganja dan heroin.

Aku harap kejadian-kejadian seperti ini tidak asing sehingga bisa melihat dengan jelas bagaimana lelaki masa sekarang. Sengaja hal ini kutulis karena kegerahan yang luar biasa. Bukan persoalan haram-halal sebagaimana keagamaan, tapi lebih ke sosial kemanusiaan. Bagaimana bisa hal-hal seperti itu menjadi kompetisi imajiner antar lelaki. Karena hampir 99 persen, cerita itu gombal semua.

Bahkan seorang lelaki yang sudah menikah, kemudian mengaku telah menakhlukkan perempuan-perempuan lainnya. Berbangga karena pernah mengenal lokalisasi yang ada di beberapa daerah. Ketika disebut banyak mengerjai perempuan-perempuan malam itu, dia tidak berhenti membusungkan dada. Lebih ngerinya lagi, dia mengaku ‘perkasa’ sebagai sosok lelaki, dan bisa menyantap siapapun; mulai dari daun muda hingga janda-janda.

Padahal dalam psikologi seksual, seorang lelaki hanya digambarkan sebagai kompor gas yang menyala dengan cepat dan padam dengan cepat. Sedangkan perempuan adalah magic com yang lambat panas dan ketika dimatikan lambat pula dinginnya. Karena itu, banyak obat kejantanan pria karena kebanyakan mereka besar mulut tapi mencari cara bagaimana membesarkan kemaluan dan mempanjang hubungan seksual. Munafik kan?

Mau tahu kenapa lelaki mudah keluar saat berhubungan seksual? Menurut buku psikologi seksual itu, semuanya berasal dari sejarah. Di zaman purba, peperangan bisa terjadi secepat kita mengedipkan mata. Karena itu, lelaki harus cepat panas sehingga bisa mengeluarkan spermanya dan membuahi di perempuan. Setelah terpuaskan itu, ia bisa langsung berperang karena generasi berikutnya sudah pasti ada di perut perempuan. –butuh tulisan khusus mengupas hal ini.

Bagi lelaki yang banyak bergaul ke sana kemari, dengan berbagai kalangan, kejadian itu tidaklah langka dan bukan sesuatu yang tabu. Dalam kehidupanku sendiri, persoalan itu hampir tiap hari dibicarakan lelaki yang ada di lingkunganku. Aneh dan aneh. Mereka mengaku menyimpan nama-nama perempuan, menunjukkan sebagian pesan bbm dan whatsapp-nya kepada kita agar dipercaya bahwa dia banyak yang mau.

2016-05-04

Kesadaran Naruto dan Sasuke


Bagi anak kecil, menonton naruto tentunya hanya untuk menghafalkan jurus kage bunsin no jutsu dan pertarungan antar ninja yang keren. Namun bagi kita yang telah melewati masa kanak-kanak, harusnya ada hal yang lebih dari sekedar pertarungan. Masa-masa kegelapan yang dialami naruto, sebenarnya adalah kegelapan yang dialami oleh kita semua yang mulai menyadari ada kehidupan yang tidak beres.

Naruto awalnya bukan orang yang sadar. Ia adalah buah dari kebajikan gurunya, yang menularkan ilmu merenung sehingga ia dapat mengetahui adanya ketidakberesan itu. Diperparah dengan kepergian sahabat sekaligus kompetitornya untuk mencari kekuatan untuk membalas dendam –yang bagi naruto, balas dendam tidak ada gunanya. Dari sinilah semua itu bermula.

Bahkan bukan hanya Naruto yang punya pandangan terbaik untuk menyelamatkan dunia. Bagi kelompok Akatsuki yang dijadikan tokoh antagonis, mereka juga memiliki tujuan luar biasa; menjadikan dunia tanpa kebencian. Dunia ninja, dalam anime naruto, adalah dunia yang penuh kebencian. Balas dendam antar bangsa, antar klan, dan dituruntemurunkan, menjadikan dunia ninja penuh kegelapan.

Siapa yang bisa membenahi dunia yang sudah berada dalam sistem kehancuran? Waktu itu di anime Naruto, sepertinya tidak  mungkin dunia terselamatkan. Karena itulah muncul sosok seperti Jiraiya –guru Naruto-, yang punya cita-cita menyelamatkan dunia dengan mempercayai adanya kedamaian. Ada pula sosok seperti Uchiha Itachi yang rela berada di kelompok Akatsuki yang jahat untuk menyelamatkan dunia –mengingatkan kita pada sosok Adipati Karna bukan?. Dan ada pula yang seperti Madara yang menghalalkan segala cara untuk mendamaikan dunia.

Jadi menonton film Naruto ini dapat membawa kita pada pilihan-pilihan yang tak terduga. Dua tokoh utama yang memiliki hubungan tak terjelaskan ini, Naruto dan Sasuke, ternyata juga harus memilih diantara hal yang tidak mengenakkan di dunia ini. Mari kita pilih, Naruto yang meneruskan cita-cita Jiraiya agar menyelamatkan dunia dari kebencian dengan kebaikan –yang pastinya harus siap sakit hati-, atau menggunakan cara Sasuke yang membiaskan cita-cita Itachi, Orochimaru, dan Madara, untuk menyelamatkan dunia dengan menghancurkan dunia –yang pastinya akan dibenci banyak orang.

Beban Berat

Bagi Sasuke, mungkin beban beratnya adalah ketika mengetahui seluruh klannya dibantai oleh kakaknya sendiri atas keinginan ‘Pemerintahan Desa Konoha’. Ia kemudian bersikap dingin, tidak bersahabat, dan terobsesi dengan kekuatan yang luar biasa guna membalaskan dendam kematian klannya ini. Ia rela berurusan dengan kematian, ia rela teguh di jalan sendirian tanpa seorang pun di dalamnya. Ia harus berada dalam kegelapan –tanpa tahu kapan akan berakhir, demi sebuah kekuatan.

Sementara Naruto, menahan beban berat sepanjang hidupnya untuk memulangkan Sasuke yang berbelok ke jalan kegelapan. Jalan ninja Naruto adalah menyelamatkan dunia. Bukan sekedar mengurusi keinginan hati untuk begini dan begitu. Naruto, dalam berbagai hal, menanggung beban yang lebih berat dari siapapun juga. Karena ia satu-satunya teman Sasuke yang tidak bisa ia hentikan, yang membuat Konoha terus mendapatkan masalah.

Salah satu scene yang membuatku tercenung dan membuatku ingin mengalaminya berkali-kali, adalah ketika Naruto bertemu dengan Pain. Lelaki dengan lima tubuh yang masing-masing memiliki kekuatan luar biasa ini, mampu memporak-porandakan Konoha dalam beberapa menit. Seluruh ninja di desa itu hancur berkeping-keping, mati, dan membuat darah Naruto mendidih, marah, dan ingin membunuh Pain meskipun harus menghancurkannya berkali-kali.

Saat pertarungan yang menggetarkan hingga kemenangan berada di tangannya, Naruto malah ingin berhadapan dengan tubuh asli Pain; Nagato. Padahal ia bisa saja dari jarak jauh membunuh Nagato ini. Saat pertemuan itu, Naruto berkata : aku hanya ingin mengonfirmasi, apa yang akan aku lakukan ketika bertemu dengan musuh terbesarku. Bisa saja, Naruto langsung membunuhnya. Tapi Naruto adalah sosok yang memang dipersiapkan untuk menjadi pahlawan. Pengalaman pahit sepanjang hidupnya, menjadikannya sosok yang bijaksana.

Mengonfirmasi kebencian, adalah menghadirkan kesadaran saat ia tengah berada pada suatu hasrat yang siapapun tak akan bisa mencegahnya. Ia cukup menyelami dirinya sendiri, menimbang dengan penuh kewarasan. Sebagaimana sabda Nabi yang pernah kuingat, orang yang kuat bukanlah orang yang gagah perkasa, tetapi orang yang mampu meredam amarahnya ketika ia berkuasa untuk marah.

Jadi, dunia ini bagaimanapun baiknya, tetap menyimpan seribu kebrengsekan juga. Kita harus menjadi salah satu dari beberapa orang yang bertugas untuk menyelamatkan dunia itu. Baik dengan jalan kebaikan, atau dengan jalan keburukan. Karena kita tidak pernah tahu mana yang akan bertahan dan berhasil. Karena soal keburukan atau kebaikan, urusannya dengan Tuhan. Dan kebijaksanaan kita memahami kehidupanlah yang akan menentukan kemana hati kita bersandar.

2016-04-13

First Turonggo, Fiat 124 Special


Seluruh pengalaman harus kita dapatkan. Itu adalah prinsip yang bagus untuk memahami hidup yang begitu panjang kita alami ini. Karena kebanyakan kita, tidak punya cukup kesempatan untuk mencoba, dan jikapun punya kesempatan, tidak punya cukup keberanian untuk melakukannya. Terlalu banyak pertimbangan, dalam beberapa hal, sangat tidak disarankan.

Paling tidak itulah yang mendasari pilihanku untuk menerima tawaran membeli sebuah mobil. Pilihan ini memang tidak sempurna, melihat kemampuan keuanganku juga masih pas-pasan. Namun berpengalaman memiliki mobil sangat menggodaku. Bagaimana membawanya, merawatnya, menyervicenya, dan segala sesuatu yang berhubungan dengan mobil, aku ingin tahu.

Dan mobil yang aku beli ini, tampaknya sempurna. Aku tidak pernah sebangga ini melihat sosok mobil imut, keren, gagah, klasik, memukau, dan menderu dengan bangga di jalanan. Dan mungkin perlu diketahui, saat aku membeli Fiat 124 Spesial ini, tidak ada pertimbangan yang berarti. Karena seluruh kebutuhanku masihlah berkeliling menggunakan sepeda motor. Sehingga membeli mobil adalah pilihan tersier yang bisa saja membuatku terseok-seok merawatnya.

Aku tidak pernah faham sebuah mobil. Sama persis dengan waktu SMA, ketika teman-teman sudah bisa membedakan nomor 0856xxx berarti IM3 Indosat dan nomor 0813xxx adalah Simpati Telkomsel, namun aku tidak faham sama sekali. Persis juga ketika orang-orang membicarakan betapa iritnya sepeda motor Honda dibandingkan dengan Yamaha, dan betapa sulitnya merawat sepeda motor Suzuki karena harus memakai oli samping, tapi aku tak tahu sama sekali.

Jika nomor hape pertamaku adalah Indosat, HP pertamaku adalah Nexian, sepeda motor pertamaku adalah Honda Beat, maka mobil pertamaku adalah Fiat 124 Spesial Tahun 1974 ini. Namun satu-satunya kebanggaan di masa kepemilikan ini adalah yang terakhir. Karena ia adalah sebuah turonggo, dalam bahasa normal adalah kuda untuk kendaraan, namun dalam filsafat jawa, turonggo bukan hanya sekedar kuda atau kendaraan.


Turonggo malah diibaratkan sebagai salah satu prasyarat pria jawa mendapat keistimewaannya. Karena ada lima hal yang harus dimiliki oleh lelaki jawa, yaitu wismo, wanito, turonggo, kukilo, dan curigo. Wismo berarti rumah, wanito berarti istri, turonggo berarti kuda, kukilo berarti burung, dan curigo berarti keris. Turonggo di sini, bisa jadi adalah tunggangan yang membanggakan. Karena di masa lalu mendapat kuda begitu susahnya, sehingga saat ini bisa diartikan dengan kendaraan yang mahal harganya.

Namun bagi saya, harga bukan soal untuk menentukan betapa istimewanya barang kita. Lebih dari itu, keistimewaan lain harus bisa kita banggakan, selain harga. Misalnya, Fiat 124 ini keluaran tahun 1974 yang merupakan raja di jalanan waktu itu. Dengan kendaraan buatan Italia, tentunya akan sangat berbeda dengan tunggangan laiin yang berasal dari Jepang. Belum lagi bodinya yang berbeda dengan kendaraan lain di zaman sekarang sehingga semua mata akan memandangnya bila di jalanan.

Ketika kendaraan ini saya bawa di kampung, anak-anak kecil banyak berteriak bahwa Mr Bean sedang lewat. Padahal yang dikendarai Mr Bean adalah mini cooper yang tentunya berbeda dengan Fiat yang saya naiki. Ada pula komentar, ternyata kendaraan yang ada di film Marsha and The Bear ada di dunia nyata. Hal-hal seperti ini membuat saya bangga dengan turonggo yang pertama kalinya kumiliki ini.

Sebagai orang yang nggak faham sama sekali soal mobil, memiliki Fiat adalah keberuntungan. Dari pada memiliki mobil yang sudah banyak di jalanan, lebih baik menggunakan kendaraan yang sangat berbeda sehingga tahu sensasinya. Mungkin sensasinya sama dengan memiliki mobil di saat semua orang pakai sepeda sepeda motor. Jadi saat sekarang di jalanan banyak mobil lalu lalang, tak musim jika kendaraan pertama kita adalah semacam avanza, innova, atau jazz sekalipun.

Sekarang, setiap kali aku memandang Fiat ini terparkir di manapun, terlihat sekali bagaimana antiknya. Selalu saja aku ingin memfotonya, menguploadnya di instagram dan facebook.  Tetapi suatu saat, Fiat ini tak selalu harus kumiliki. Memiliki kendaraan yang sesuai dengan kebutuhan adalah pikiran orang dewasa. Karena Fiat ini hanya memenuhi hasrat sesaatku saja, karena suatu saat ia harus jadi modal kerja dalam bentuk uang. Ya, suatu hari akan kugadaikan.

Paling tidak, aku sudah pernah merasakan memiliki dan merawat mobil. Merasakan dingin saat terik Surabaya membakar kepala orang-orang, merasakan hangat saat hujan mengguyur pengendara sepeda motor. Jadi, semua ini adalah karunia dari Tuhan yang tak bisa kutaksir harganya. Terimakasih, Tuhan, karena setiap pengalaman yang Kau berikan membuatku semakin bahagia.

2016-04-04

Menjadi Penulis Terkenal


Menjadi penulis terkenal adalah cita-cita yang menggiurkan bagi –minimal- seseorang yang hobi membaca. Orang yang suka membaca kebanyakan bercita-cita bisa menulis sebagaimana buku yang dibacanya. Namun demikian, sampai saat ini masih banyak orang yang akhirnya galau karena menjadi penulis buku terkenal demikian sulitnya.

Menjadi penulis terkenal bukan soal tulisannya bagus atau tidak bagus. Banyak penulis yang bermodalkan kemampuan menulis pas-pasan lalu memiliki jaringan luas tak terbatas dalam bidang ini sehingga bukunya diberi gelar best seller. Maka dari itu, diperlukan tips dan cara agar seorang penulis pemula bisa menapaki jalan menjadi penulis terkenal.

Tips yang akan saya tulis, tidak akan membuat kepala pening. Ya saya bisa jamin. Mungkin saya belagak seperti AS Laksana yang memiliki tips-tips jitu dalam bukunya. Sebuah tips realistis, bukan fatamorgana. Maka demikianlah saya akan merumuskan beberapa cara agar seseorang bisa menerbitkan buku dan menjadi terkenal.

Pertama : Membaca

Untuk menjadi seorang penulis, tentunya kita harus banyak membaca. Itu adalah rumusan yang setiap hari kita dengar. Dan suatu rumusan yang dibenarkan oleh seluruh manusia di bumi ini, kalau tidak dilakukan, maka kita tidak akan mendapat manfaat apapun. Rumusan tinggal jadi rumusan. Karnea itulah, mulai sekarang membacalah.

Apa yang harus dibaca? Segala hal yang menarik hati. Hal ini bisa kita mulai dari genre. Seorang anak SMA mungkin akan lebih menyukai novel bergenre tenlet atau checklit. Novel ini bergaya anak muda banget, lu gue, dan biasanya penuh drama yang menguras emosi. Seorang mahasiswa, bisa jadi lebih menyukai novel yang agak dewasa sedikit. Atau menyukai novel sastra yang memiliki logika bebas beraturan.

Apapun buku yang tulisan yang kita baca, akan membawa manfaat yang luar biasa. Saat kita membaca novel detektif, kita akan memiliki keinginan menulis novel detektif. Saat membaca novel dongeng, kita akan merasa bisa menulis novel dongeng. Saat membaca roman percintaan atau novel sejarah, kita juga akan memiliki keinginan menulis ke arah sana. Tidak peduli bagaimana memulai, mulai saja.

Beberapa orang akan membenci saat kita membaca novel teenlet yang dikelompokkan dalam genre sinetron cemen. Atau orang akan sinis dan wow saat kita membaca novel milik pramoedya, ahmad tohari, ayu utami, atau novel-novel sejenis. Biasanya, seorang penulis yang baik, juga seorang pembaca yang hebat. Bila kita serius membaca, kata-kata akan mengalir demikian mudahnya sehingga tidak ada istilah mandeg jegrek dan kehilangan kata-kata untuk dituliskan.

Kedua : Ikuti Lomba Menulis

Setelah banyak membaca dan sedikit-sedikit menulis, selayaknya bila kita mengikuti perlombaan. Perlombaan menulis saat ini sudah banyak, mulai dari yang tak berhadiah hingga hadiah jutaan. Untuk pemula, hal ini bisa dijadikan semangat. Karena ada beberapa karakter perlombaan yang pemenangnya akan diikutkan untuk antologi. Sehingga sambil belajar menulis, kita menang kemudian sudah punya buku. Semakin banyak ikut, kesempatan menang semakin besar. Itu saja yang perlu dipegang.

Perlombaan yang bisa menjadi ajang belajar adalah penulisan short story. Kalau cerita yang sangat pendek, biasanya menjadi flash story. Ikutlah lomba di blogger, facebook, atau komunitas-komunitas, terlebih dahulu. Jika beberapa kali ikut kemudian tidak menang, jadikan pelajaran. Karena biasanya perlombaan disesuaikan dengan tema. Sehingga tema ini akan membuat ide dalam kepala kita dengan sendirinya.

Maka semakin banyak mengikuti lomba, kita akan semakin banyak memiliki ide. Kumpulkan setiap tulisan yang disertakan dalam lomba untuk dipelajari. Maka yakin saja, belajar sambil harap-harap cemas menunggu pengumuman pemenang akan sangat menyenangkan. Karena prinsip dasarnya, semakin banyak menulis, maka kemampuan kita akan semakin terasah. Dalam waktu enam bulan saja, kita akan punya gairah kepenulisan yang luar biasa.

Ketiga : Ikut Komunitas Menulis

Di mana-mana, komunitas adalah sekelompok orang yang menyenangkan bagi anggotanya. Apalagi komunitas ini sesuai dengan hobi kita, dan sesuai dengan keinginan kita menjadi seperti mereka. Dalam suatu komunitas pasti memiliki anggota yang lebih senior, atau pembina keren yang pengalamannya melebihi anggota lain. Dalam komunitas kepenulisan, keberadaan praktisi dan akademisi kepenulisan sangat penting.

Saat penulis pemula ikut dalam komunitas, ia akan dibuat senang menjalaninya. Selain banyak support, kita juga akan nyaman karena banyak orang yang satu tujuan. Saling asah akan terjadi antar anggota komunitas. Saling memberi saran dan kritik adalah hal yang membangun. Sehingga orang yang belajar seorang diri akan lebih lama kemampuannya dari pada orang yang belajar menulis bersama-sama.

Di dalam komunitas, kita juga akan diajak untuk berkomitmen kepada tujuan kita. Saat kita kendor, ada orang lain yang menyemangati. Informasi terbaru dalam dunia kepenulisan akan cepat kita dapat. Baik tips menulis cepat dan bagus, maupun cara menerbitkan buku. Bergaul dengan orang yang hobi menulis, yakinlah bahwa kita juga akan bisa menjadi penulis.

Keempat : Buat Buku Kumpulan Tulisan

Tahap berikutnya memang agak berat saat kita melihat langsung ke sini. Namun ketika kita mengikuti proses kreatif diri sendiri sejak membaca, mengikuti lomba kepenulisan, hingga ikut komunitas menulis, maka membuat kumpulan tulisan bukan sesuatu yang sulit. Bayangkan, saat kita banyak membaca, maka kemampuan kita akan terus meningkat.

Lalu saat kita ikut 10 lomba kepenulisan, maka paling tidak kita sudah punya 10 tulisan. Kalau 5 diantaranya jelek, buang, dan buat lagi 5 tulisan yang baik. Revisi tulisan terdahulu sehingga lebih layak dibaca. Dengan punya 10 tulisan, ditambah pelatiha-pelatihan menulis saat berada di komunitas, maka setidaknya kita sudah memiliki 15 tulisan. Yang mana, 15 tulisan ini sudah sangat layak menjadi satu buku.

Saat kita selesai mengumpulkannya dalam satu dokumen, mintalah teman untuk membacanya. Tidak perlu bagus-bagus bila memang ‘bagus’ masihlah sangat jauh. Cepat lakukan proses editing, minta tolong buatkan sampul buku kepada teman yang berada di jurusan photoshop, sehinga tampillah buku kita sendiri. Lalu terakhir, cetak. Cetak, dan biarkan teman-temanmu bertepuk tangan.

Semangat ini akan terbawa dalam kehidupan. Akan membuat kita lebih optimis di dalam dunia kepenulisan. Orang sekomunitas juga akan mulai meniru jejak kita. Sementara adik kelas atau adik komunitas, juga akan menganggap kita sudah lebih jago sedikit. Dengan semangat semacam ini, membaca mutlak diperlukan, dan menulis lebih banyak juga mutlak dilakukan. Kita akan melihat dunia dengan cara yang berbeda.

Kelima : Buat Blog

Saat ini, kita bisa sedemikian mudah menyebarkan gagasan. Gagasan-gagasan kita yang sudah tertuang dalam tulisan, bisa diposting dalam blog. Tentu saja blog gratisan bila kita masih belajar menulis. Semata-mata menulis adalah pekerjaan keren sehingga orang yang terlihat sering menulis juga bisa dikatakan keren. Apalagi dengan menulis di blog, kita bisa langsung menyebarkan link tersebut ke beberapa teman di dunia maya ini.

Dengan memiliki blog, kita bisa pamer kekerenan kita sedemikian rupa sehingga semangat menulis juga terpacu. Dari pada menulis di media massa atau menulis buku, lebih mudah menulis di dalam blog karena tidak ada kurator, dan tidak ada biaya apapun kecuali secangkir kopi di warung ber-wifi. Bahkan dengan memiliki blog yang aktif tulisannya, profesionalitas kita akan terlihat. 

Kelima : Kirim Tulisan ke Media

Hal yang juga luar biasa adalah saat kita sanggup memunculkan nama di media massa. Pertama-tama memang akan sungguh teramat sulit. Tetapi orang media bukanlah orang yang bodoh. Dengan banyak pengalaman, mereka akan mempertimbangkan tulisan kita. Paling tidak, pilihlah topik-topik yang aktual dan banyak diperbincangkan saat itu.

Baik menulis puisi, cerita pendek, atau opini, aktualitas menjadi sangat penting. Bacalah karya penulis lain, juga bacalah tajuk rencana media massa yang hendak kita kirimi tulisan. Dengan begitu, kita akan tahu karakter media tersebut. Saat kita sudah tahu karakter media itu, tinggal kita sediakan tulisan yang layak dan sesuai dengan ideologinya.

Semakin sering kita menulis, semakin sering editornya melihat nama kita. Akhirnya semakin dia yakin bahwa kita penulis yang serius, dan berharap besar padanya. Orang paling suka kalau dia merasa sangat dibutuhkan. Karena itu, suatu saat, bila kita konsisten dengan tulisan layak kita, menembus media bukanlah hal yang mustahil. Di saat inilah, kita sudah siap menjadi penulis yang setingkat lebih tinggi.

Keenam : Sering Memberi Materi Kepenulisan

Mengajar juga belajar. Saat kita sudah punya pengalaman dan bisa menulis, teruslah memberikan manfaat pada orang lain. Suatu saat, ketika kita mengajar, kita bisa mendapat pengetahuan baru mengenai teknik menulis yang baik. Kesalahan-kesalahan kita di masa lalu, kebebalan di masa lalu, akan menjadi pijakan tak terduga dalam merumuskan cara menyelamatkan generasi muda dari ketidakbisaan menulis. Keren kan?

Ini adalah hal yang tidak pernah akan ditemukan oleh orang yang tidak menjadi pengajar. Bukan dalam arti yang resmi, namun menjadi pemateri dalam suatu komunitas saja sudah cukup. Dari sana, kita akan terus menerus belajar bagaimana cara menjadi penulis yang efektif. Dengan menemukan teknik itu, selain menulis kita jadi semakin hebat, kita juga bisa menjadi cahaya bagi orang lain. Di sanalah kemudian, kita akan menjadi orang yang paling baik.