Kelas Inspirasi Jayapura membuat gebrakan dengan
menghadirkan 20 relawan pengajar yang sudah berpengalaman di bidangnya ke 7
Sekolah Dasar yang ada di Kota Jayapura. Mereka membagi pengalaman, menyalakan
semangat, dan menginspirasi anak-anak untuk terus mengejar cita-citanya
meskipun dalam tempat yang terbatas.
Fathul
Qorib – Jayapura
Sabtu (1/11)
pagi, sekitar pukul 07.15 WIT, suasana di Sekolah Dasar Negeri Inpres Yoka
Pantai, Distrik Heram, menjadi riuh dan mendebarkan. Siswa-siswi yang mengenakan
baju pramuka dengan berbagai warna itu banyak yang berkerumun, berbisik-bisik,
dan sebagian memandangi tiga orang “pengajar baru” yang berdampingan dengan
para guru di halaman sekolah.
Anak-anak yang
semula berlarian atau bergelantungan di tiang basket langsung merapat,
membentuk barisan layaknya pasukan yang hendak melakukan perang. Panitia Kelas
Inspirasi kemudian memperkenalkan diri, termasuk ketiga pengajar yang akan
belajar bersama mereka tiga jam ke depan.
Usai perkenalan,
salah seorang siswi yang memiliki suara emas menghentakkan tangannya membentuk
birama 4/4. “Hiduplah Indonesia Raya...” lengkingnya. Sedetik berikutnya,
puluhan siswa menyanyikan lagu Indonesia Raya dengan semangat dan kompak.
Memang belum ada penjiwaan terhadap lagu itu, tetapi kepolosan mereka sudah
cukup menjadikan lagu ini bermakna.
Setidaknya, di
enam sekolah lain yang ada di Kota Jayapura juga mengalami hal yang sama. Para
relawan pengajar yang dengan senang hati ikut dalam program Kelas Inspirasi ini
tentu membuat para siswa bertanya-tanya mengapa hadir di sekolahnya. Lalu apa
yang diajarkan para profesional ini kepada para siswa?
Relawan Pengajar
yang ikut berpartisipasi dalam kegiatan ini memiliki latar belakang pekerjaan
yang berbeda-beda, sebutlah beberapa : dosen, peneliti, wartawan, fotografer,
widyaiswara, pegawai bank, PNS, dan lain sebagainya. Mereka hadir dengan hati
terbuka untuk memberitahukan kepada para siswa bahwa merekapun bisa
bercita-cita seperti dirinya.
Bagi para
wartawan misalnya, mengajarkan kepada siswa bagaimana menariknya pekerjaan
menjadi wartawan itu. Bagi seorang fotografer, mereka akan sharing bahwa
pekerjaan mereka adalah memburu gambar-gambar yang menarik sehingga bisa
dilihat orang banyak, dan bagi seorang dosen, tentu bisa bercerita bahwa merekalah
yang mendidik para guru sehingga menjadi pengajar yang hebat bagi siswa-siswi
SD.
“Saya senang
sekali bisa berpartisipasi menjadi relawan pengajar di Kelas Inspirasi ini. Dan
saya menjadi tahu, bahwa profesi saya sebagai wartawan itu anak-anak sangat awam
sekali sehingga mereka tak satupun yang memiliki cita-cita menjadi
wartawan,”cerita Victor Mambor, Ketua Aliansi Jurnalis Independen Papua,
sembari tertawa.
Victor yang
kebagian mengajar di SD YPK II Ardipura, Distrik Jayapura Selatan, itu merasa
bahwa Kelas Inspirasi seharusnya bisa dijadikan agenda rutin karena bisa
membuka cakrawala bagi para siswa. “Prinsip dari Kelas Inspirasi ini kan sekali
saja kita mengajar, dan diharapkan mampu menginspirasi mereka selamanya. Jadi
ya saya harap para siswa ini selalu ingat dengan mimpi dan cita-cita mereka
yang saya kira cukup realistik,”tandas Pimpinan Redaksi Jubi tersebut.
Para pengajar di
SDN Inpres Yoka Pantai sendiri juga merasakan hal yang sama. Sebut saja,
seorang Fotografer Papua, Natalie J
Tangkepayung. Dia yang sebelumnya pernah bekerja di WWF Indonesia Program Papua
tersebut menyatakan bahwa siswa-siswi belum faham betul mengenai beragamnya
profesi yang bisa mereka jadikan sebagai cita-cita.
Maka dari
itulah, pada saat mengajar, dia menggunakan berbagai macam cara agar
siswa-siswi tersebut memahami bagaimana pekerjaan seorang fotografer. Pada
kesempatan pertama, dia membuka seluruh album foto yang dimilikinya, membuat
para siswa terbuai ataupun tertawa saat melihat hasil jepretan Lie, sapaan
akrab Natalie.
Dari sana
kemudian Lie memadu-padankan dengan buku
teks yang memuat gambar-gambar khusus sehingga bacaan menjadi lebih
menarik. Dari sini, para siswa menjadi sedikit lebih faham, mengapa ada gambar
dalam buku-buku, dan mengapa dibutuhkan seorang fotografer. Dikesempatan akhir,
Lie meninggalkan kesan yang berharga pada saat memotret wajah para siswa lalu
diperlihatkan satu persatu kepada mereka.
“Pendidikan di
sekolah perlu dibuat menarik agar semangat dan keinginan siswa untuk belajar
menjadi besar. Kreativitas dan variasi dalam pelajaran sekolah akan memicu keingintahuan
dan memupuk semangat belajar mereka,”kata Lie kepada Cenderawasih Pos usai
mengajar.
Cara mengajar
dari masing-masing relawan ini berbeda-beda tergantung profesi. Widyaiswara
seperti Burhanudin, misalnya, lebih banyak menggunakan media menyanyi dan
menari untuk mengenalkan profesinya. Sebagai seorang pengajar “pendiklat” yang
memiliki jangkauan luas, Burhanudin memiliki bertumpuk cara untuk membuat
setiap siswa tetap semangat dalam belajar.
Misalnya saja
dalam hal berhitung, dia menggunakan metode bernyanyi sembari membentuk angka
dengan tubuh. Para siswa yang diajak untuk menyanyi dan menari itupun langsung
semangat, tertawa-tawa, dan belajar menjadi tidak membosankan. Bahkan untuk
menguatkan nalar para siswa, Burhanudin memiliki berbagai metode, mulai dari
analogi dengan metode permainan, hingga tepuk tangan dan “lagi-lagi” nyanyian.
“Kita diberi
waktu singkat untuk mengajar mereka, dan kesan mendalam harus mereka dapatkan.
Apalagi untuk mengenalkan profesi widyaiswara itu bukan pekerjaan yang mudah,
maka dari itu saya menggunakan berbagai metode pembelajaran kepada para siswa,
karena memang itulah sejatinya yang saya lakukan setiap kali mentraining para
calon trainer,”ujar Burhanudin yang siang itu langsung bertolak ke Jakarta
untuk memberikan training.
Kordinator Kelas
Inspirasi Jayapura, Alfrison Paloga, yang kebetulan menjadi kordinator Sekolah
Luar Biasa Buper Waena, mengatakan bahwa Kelas Inspirasi adalah anak organisasi
dari Indonesia Mengajar yang digagas oleh Anis Baswedan –Menteri Pendidikan
Dasar dan Menengah saat ini. Hari Sabtu (1/11) lalu, disebut sebagai Hari
Inspirasi, dimana para profesional secara serentak mengajar ke sekolah-sekolah
yang telah seleksi oleh Tim Kelas Inspirasi Jayapura.
Adapun Kelas
Inspiras Jayapura sendiri merupakan yang pertama di Papua, dan yang 66 kalau
dihitung dari Kelas Inspirasi yang diadakan di seluruh Indonesia. Menurut
Alfrison, Kelas Inspirasi Jayapura digagas untuk mengenalkan beragamnya profesi
kepada para siswa SD sehingga mereka bias memilih profesi mana yang bisa
menjadi cita-cita mereka.
Dalam menggapai
cita-cita yang sesuai dengan profesi itu, lanjutnya, yang perlu ditekankan
adalah pentingnya pendidikan. Kelas Inspirasi Jayapura tidak memilih
profesional yang tidak memiliki ijazah S-1 karena hal itu akan berkebalikan
dengan tujuan Kelas Inspirasi, agar anak-anak bisa meraih pendidikan
setinggi-tingginya guna mencapai cita-cita tersebut.
“Yang perlu saya
sampaikan adalah bahwa prinsip kita memang tidak menggunakan sponsor, tidak ada
imbalan, dan hendak mengajar seluruh orang dari dirinya sendiri untuk bisa
menyumbangkan apa yang mereka punya. Beberapa perusahan memang berniat
menyokong kami, tapi kami tampik. Dan buktinya, relawan panitia dan relawan
pengajar malah berdatangan,”ujar Epidemolog di Kantor Kesehatan Pelabuhan
Jayapura itu.
Mewakili Kepala
Sekolah SDN Inpres Yoka Pantai, Amanda Wamblolo, juga mengucapkan
terimakasihnya kepada para Relawan Kelas Inspirasi Jayapura. Menurutnya,
kegiatan seperti itu memang patut untuk diadakan secara rutin, karena rata-rata
sekolah yang ada membutuhkan guru yang bisa memberikan suasana berbeda dalam
pembelajaran.
Adanya
penempelan cita-cita dari para siswa di Pohon Cita-Cita yang dibuat bersama,
menurut Amanda, akan ditempelkannya terus di kelas tersebut sehingga bisa
diingat oleh seluruh siswa yang ada, bahwa cita-cita itu harus betul-betul
terjadi. “Saya akan pantau perkembangan siswa-siswi, dan semoga cita-cita yang
ditularkan oleh relawan pengajar Kelas Inspirasi bisa menjadi
nyata,”tandasnya.
*oleh Fathul Qorib, dimuat oleh Koran Cenderawasih Pos
0 comments:
Posting Komentar
semoga artikel ini berniat baik pada pembaca, komentar pembaca akan membangun blog ini.