Semangat
para siswa-siswi di Disktrik Kiwirok untuk mengenyam pendidikan begitu tinggi
tapi tidak dibarengi dengan fasilitas yang memadai. Namun demikian, hal itu
tidak membuat para siswa berkecil hati karena mereka tetap bertekad sekolah
meski harus menempuh perjalanan sejak pukul 02.00 WIT tanpa alas kaki.
Fathul Qorib - Pegunungan Bintang
Fathul Qorib - Pegunungan Bintang
Ketika pembicaraan antara Cenderawasih Pos dan
para guru Sarjana Mendidik di daerah Terdepan, Terluar, dan Terpencil ini
sampai kondisi pendidikan dan para siswa, mereka mendadak antusias. Mata mereka
berbinar dengan senyum mengembang. “Kami punya siswa yang luar biasa, andai
semangat ini bisa sampai pendidikan tinggi, sungguh Papua akan jauh
berbeda,”ujar Bekti, salah satu pengajar SM3T.
Bagaimana tidak, para sarjana ini, Bekti,
Dimas, Irin, Hesty, Rezky, Aprillia, dan Fera, memiliki siswa yang begitu luar
biasa karena bisa menempuh perjalanan berjam-jam hanya untuk datang ke sekolah.
Mereka bercerita bahwa beberapa siswanya memiliki rumah yang jauh dari Distrik
Kiwirok, dimana satu-satunya Sekolah Dasar (SD), Sekolah Menengah Pertama
(SMP), dan Sekolah Menengah Atas (SMA) berada.
“Mereka sudah harus berjalan dari rumahnya jam
02.00 WIT, ada yang jam 03.00 WIT, menuju ke Distrik Kiwirok. Ini yang membuat
kami, betapapun sulitnya hidup di sini, tetap betah demi menularkan sedikit
harapan dan cita-cita. Hal-hal seperti ini yang nantinya akan menjadi kenangan
manis kami,”sambung Dimas disertai anggukan teman-temannya.
Sekolah yang menjadi tempat mengajar para guru
SM3T ini terletak di bebukitan, yaitu SMP dan SMA, sedangkan SD ada di kawasan
perumahan penduduk. Dengan kondisi ini, setiap siswa yang datang dari lembah
akan naik ke SMP dan SMA dengan kondisi geografis yang cukup ekstrem. Pertama
kali wartawan koran ini mengunjungi SMP tempat mereka mengajar, wartawan harus berhenti
lima kali agar mata tidak berkunang-kunang.
Yang lebih ekstrem lagi adalah rumah yang
disediakan untuk para guru tersebut juga terletak di atas perbukitan, lebih
tinggi dari SMP tempat mereka mengajar. Rumah ini terletak cukup jauh dari
rumah penduduk yang ada di lereng dan lembah, dimana landasan pesawat terbang
berada. Namun dari ketinggian itu, mereka dapat mengawasi seluruh area yang
memiliki pemandangan yang luar biasa.
“Kalau kami bosan, biasanya ya kami ada
belajar kelompok dengan anak-anak. Dulu katanya tidak ada namanya anak-anak
belajar selesai sekolah, adanya ya mereka ke kebun atau main-main. Tapi
sekarang kita senang karena anak-anak juga senang belajar,”tambah Irin.
Untuk siswa-siswi yang belajar di SD, SMP, dan
SMA Kiwirok, para guru ini mengakui bahwa mereka tidak ada yang pakai sepatu
ketika belajar. Hal itu tidak dipermasalahkan sama sekali oleh para guru SM3T
karena yang dituju bukanlah secara fisik, tetapi mental pembelajar yang
dimiliki oleh para siswa. Apalagi kondisi alam di Kiwirok memang tidak ramah
terhadap sepatu karena memiliki geografis yang bergunung-gunung sehingga becek
ketika hujan.
Selain tidak ada yang pakai sepatu,
kepemilikan buku tulis juga merupakan barang berharga. Karena harga buku di
Kiwirok juga mahal sebagaimana harga kebutuhan pokok. Satu eksemplar buku tulis
di sana berharga Rp 15 ribu sampai Rp 20 ribu, dan harga pena Rp 5 ribu yang
paling murah. Dengan kondisi ini, wajar jika buku adalah kemewahan bagi para
siswa. Untuk menyiasati kebutuhan buku ini, termasuk seragam, mereka pesan di
Jayapura baru kemudian dititipkan agar dibawa ke Kiwirok.
Terkait kehadiran para guru SM3T ini,
Pelaksana Harian Kepala Sekolah SMP Negeri I Kiwirok, Nixon Nawipa,S.Pd mengatakan
bahwa itu adalah suatu karunia yang besar. Ketujuh guru yang disebar di SD,
SMP, dan SMA ini banyak membantu para guru yang bertugas di sana sehingga
kekurangan guru sementara dapat teratasi, dan perluasan cakrawala pengajaran
dapat terpenuhi.
“Kami senang dengan kehadiran para guru ini
karena dapat menutupi kekurangan para guru. Ini kan tahun ke dua, jadi kami
berharap setiap tahun di Kiwirok ini terus diadakan bantuan guru dari Jawa
sehingga kualitas pendidikan juga dapat ditingkatkan,”kata Nixon.
Kata Nixon, sebenarnya guru yang ada di
sekolah yang saat ini dipimpinnya tersebut sangat banyak dan cukup. Namun
sebagian besar dari menghulang menghilang berbulan-bulan dan tidak pernah
kembalu ke Kiwirok, termasuk Kepala Sekolahnya. Sehingga Nixon yang merupakan
anak asli dari Kiwirok itu bertekad akan terus mengajar meskipun dibantu oleh
beberapa guru yang tidak mencukupi.
“Ini anak-anak kalau kuliah ada yang ke
Jayapura itu banyak yang prestasinya bagus, masuk ke jurusan-jurusan yang sulit
dibidang eksakta. Tapi saya yakin ke depan prestasinya akan terus meningkat
apalagi dengan kehadiran para guru dari SM3T yang membantu kami mengajar
siswa-siswi,”tandasnya.***
*oleh Fathul Qorib, dimuat oleh Koran Cenderawasih Pos
bagian I
http://www.fathulqorib.com/2014/12/kisah-guru-sm3t-mengabdi-di-pegunungan.html
*oleh Fathul Qorib, dimuat oleh Koran Cenderawasih Pos
bagian I
http://www.fathulqorib.com/2014/12/kisah-guru-sm3t-mengabdi-di-pegunungan.html
0 comments:
Posting Komentar
semoga artikel ini berniat baik pada pembaca, komentar pembaca akan membangun blog ini.