2015-11-17

Kesadaran


Orang-orang yang gelisah, bisa jadi adalah orang yang paling sadar dalam berkehidupan. Ia terus berfikir,  terus menerus melihat ada yang tidak beres dalam dunia ini. Sementara yang lain sibuk dengan pekerjaan dan cintanya, orang yang sadar ini sibuk dengan memikirkan cara menyelamatkan dunia.

Ia menulis puisi, lalu berkelana. Ia membaca cerpen dan buku-buku sastra yang tinggi bahasa hingga merasakan dunia yang sesungguhnya merapat dalam sanubarinya. Orang-orang ini begitu yakin bahwa dunia bisa diubah menjadi lebih baik. Bersama beberapa orang lain yang memiliki hobi yang sama, ia merumuskan cara dan metode menyelamatkan dunia.

Lalu suatu ketika ia ditampar kenyataan. Menyelamatkan dunia adalah misi impossible yang berada di awang-awang. Semua orang yang sadar akan segera terbelalak karena dunia teramat bulat dan sukar dicari sudut-sudutnya. Kesadaran mula, yang dimiliki oleh mahasiswa dan pemuda bisa tiba-tiba menjadi kerdil saat ia keluar dari almamaternya. Dunia tampak congkak, dan butuh kecongkakan yang lain untuk menindihnya.

Jadi apakah bisa seorang yang sadar ini mengalahkan dan mengubah dunia?

Sudah lama kerendah hatian hanya menjadi bulan-bulanan. Orang baik tidak melulu harus bersinderela. Tidak perlu lagi sinetron menuntut laku kehidupan. Hanya sebuah pembodohan yang nyata.  Kebaikan-kebaikan hanya berakhir dalam ruang kosong, kejujuran menuju jurang, kerja-kerja kesenian yang pailit, tata kerama yang baik menyelimpet kerja-kerja taktis dan tidak efektif.

Jaman kekakank-kekanakan ini, orang baik perlu kuat, perlu pengikut sebanyak-banyaknya untuk meluluhkan kecongkakan dunia. Banyak kesombongan yang tak perlu obat, bahkan menjadi candu. Bisa dilihat, bagaimana cara mereka duduk di kafe-kafe dengan dompet menjerit. Orang-orang menakdirkan Minggu untuk berwisata dalam kepenuhan detik dan menit tiap harinya.

Sebetulnya, apa yang hendak kita perbuat untuk dunia ini? Kesadaran, mengandalkan kesadaran hanyalah menindihkan luka di atas luka. Berlipat-lipat kesadaran pun hanya akan menjadi pemuas saat menulis di blog lalu dibaca beberapa orang. Kita musti berubah, menjadi manusia super yang dapat memegang segala keangkuhan. Dengan begitu, keserakahan yang sudah lama berdiam dalam dada manusia akan menemukan tandingannya.

Orang-orang akan menemukan perpektif baru lagi. Mereka yang sudah punya kecenderungan serakah akan face to face dengan bangunan yang kokoh. Sementara orang-orang yang sudah lama di warung kopi dengan keluh kesah khas pemuda akan menemukan pahlawannya. Orang yang sadar, sekali lagi, orang yang sadar lalu memiliki segalanya akan berubah menjadi hebat.

Tetapi tidak semua orang sadar adalah orang yang tangguh, bukan? Ketangguhan adalah hal yang berbeda dengan kesadaran. Sementara sadar adalah pekerjaan mental, ketangguhan adalah mental dan fisik. Orang yang sadar bisa saja berfikir menyelamatkan dunia, tapi tidak ada jaminan bahwa ia akan mampu menanggungnya selama bertahun-tahun.

Ketangguhan datang dari kesungguh-sungguhan. Sehingga tuhan tidak menciptakan ketangguhan kepada setiap orang, karena kesadaran tidak dibangun di atas kata-kata, melainkan perbuatan.

Membangun ketangguhan, itu peniting. Orang yang penuh kesadaran lalu belajar tangguh, itu lebih penting lagi. Saat semua orang sadar menggeser kursinya guna di pakai orang yang sombong, orang yang tangguh ini menggeser kursi orang lain agar ia bisa duduk mewakili seluruh bangsa Indonesia. Tidak lagi dengan kata-kata, bahkan kebenaran menunjukkan kekuasaannya dengan tindakan yang tepat, terorganisir, dan terus menerus.

2015-11-10

Kenangan


Perasaanku menjadi sepi saat kukenangkan kembali masa perjalanan keliling ASEAN pada April lalu. Sungguh, aku tidak menanam apa-apa kepada teman-teman seperjalanan karena banyak hal yang memuakkan. Namun apalah daya, hati yang tiba-tiba menjadi melankolis saat kutatap satu saja foto perjalanan itu.

Aku seperti bunga kuning kecil yang bertaburan di Taman Lumpini. Sorot matahari sore yang kemuning di kejauhan menjadi cita-cita yang tak beraturan. Aku bertatapan dengan segala hal yang ambigu. Perasaan semacam ini, penting namun mengganggu, menggelisahkan namun nikmat, nyaman dan asyik tapi sakit.

Mataku mengerjap, dan semua perjalanan itu laksana mimpi. Saat aku harus menginap dengan orang yang baru saja kukenal beberapa hari ini dalam satu kamar besar. Berbagi kebahagiaan, berbagi kejengkelan, berbagi kedengkian, dan bebagi abon dan sambal terasi yang kami bawa dari Indonesia. Benar-benar sebuah kekosongan yang aneh.

Apakah hanya aku yang merasa seperti ini? Mungkin aku tipe orang yang melankolis. Aku menjadi senang menatapi satu-satu foto saat perjalanan itu. Dan yang paling menggetarkan adalah bagaimana hujan di Malaysia membuat perjalanan kaki kami terganggu. Hujan, selalu menyisakan sekeping sepi yang tak akan dapat kukembalikan kepada siapapun itu.

Sementara hujan berlangsung, suasana hati kami waktu itu sedang tidak menentu. Perpisahan dan perpecahan karena keegoisan dan ketidakdewasaan dalam menyikapi persoalan menemukan puncaknya. Kami memilih berpisah, tapi benar-benar tidak tahu apa yang harus dilakukan kecuali mengikuti garis nasib yang telah kami tancapkan dalam jadwal perjalanan.

Hujan menderas, dan aku linglung. Aku menikmati hujan, tapi waktunya tidak tepat. Kami berjalan cepat-cepat ke Terminal Bus Puduraya untuk melanjutkan perjalanan ke Hatyai, Thailand. Saat itu hingga nanti negara ke delapan, Brunei Darussalam, kami akan berjalan tanpa ada seorangpun yang berpengalaman. Kami hanya percaya pada pertemanan pahit yang terbentuk tiba-tiba.

Semua orang memiliki kenangan pahit, atau manis, atau tidak disebutkan keduanya, lalu mengisi suasana tiba-tiba. Kenangan semacam ini tidak mudah dilerai, tidak bisa dipadamkan. Sewaktu-waktu, ketika kita memandang, mendengar, atau menyentuh sesuatu yang membawa asosiasi ke kenangan itu, maka jantung kita akan berdetak : dug, dan persendian menjadi linu.

Aku mengenang bagaimana Eka harus memutuskan untuk melakukan perjalanan sendirian bersama karibnya sejak SMP, Takeda. Ia yang paling paham persoalan luar negeri akhirnya pergi membawa kejengkelan, dan kami menyimpan kebencian meski tetap melangkah. Aku mengingat bagaimana harus bepergian dengan sekian orang perempuan, sedangkan aku adalah lelaki tanpa pengalaman sama sekali.

Memang akhirnya kebencian-kebencian menjadi sirna saat kami memutuskan untuk menjadi backpacker bahagia. Sangat disayangkan bagaimana pertemanan bisa menjadi rapuh tiba-tiba. Tapi demikian kenyataan yang tak pernah bisa ditolak. Karena hal-hal seperti inilah yang membuat kita dewasa, lalu menjadi lebih bersyukur saat Brunai Darussalam di depan mata.

2015-11-04

Berpaling Nasib



Aku tidak harus meminta maaf kepada diriku sendiri karena tidak bisa lebih teguh dari yang aku duga. Meskipun kegoyahan itu kadang menyelamatkanku, atau lebih tepatnya : sepertinya menyelamatkanku. Karena saat kita menolak suatu rencana, kita akan berpaling pada rencana lainnya. Hanya karena kita menjalani salah satu rencana, lalu kita menjadi yakin bahwa rencana yang sedang kita jalani adalah yang terbaik; padahal siapa yang tahu?

Keresahan dan keteguhan ini berhubungan dengan sesuatu yang pelik; urusan pekerjaan. Menjadi membingungkan saat pemuda dengan kepercayaan diri yang kuat menjadi plinplan terkait sesuatu yang teramat penting ini. Dan aku, adalah pemuda itu. Sebulan yang lalu aku merasa yakin akan keluar dari media yang mengenalkanku Kota Batu, Malang Voice, lalu tiba-tiba hingga bulan sekarang aku tetap bekerja sepenuh waktu bersamanya.

Aku tidak terkejut sama sekali dengan keputusan ketidakpindahanku dari media ini. Sungguh. Karena sebetulnya aku dipenuhi keraguan; keraguan yang sama; antara aku harus keluar atau tetap tinggal. Keraguan ini seperti sikap plinplan “kalau tetap di sini oke saja, kalau pindah juga oke saja”. Begitulah. Akhirnya aku tidak punya tanggung jawab apapun untuk meminta maaf, baik pada diriku sendiri atau kepada orang lain.

Orang lain ini adalah rekan wartawan yang hanya lima orang. Dua lainnya masih bekerja keras hingga saat ini bersamaku, dan dua orang lainnya sudah hilang entah kemana. Pertama kali memang kami yakin untuk keluar secara bergantian, namun suasana di kantor yang mendadak landai membuat kami berdebar-debar. Apakah keputusan keluar itu benar? Lalu tidak ada jawaban, semua menjadi hening.

Saat mengobrol dengan wartawan lain, kini, semuanya menjadi berbeda. Sebenarnya aku adalah orang baru dalam pertemanan dan pekerjaan mereka. Pimpinan redaksi, kepala marketing, dan empat rekan wartawan ini adalah satu kesatuan yang sejak awal membangun Malang Voice. Dari duka bersama, didengungkan menjadi kekuatan bersama. Muncullah media online itu, yang sebelum launching, aku datang dengan segala kepercayaan diri.

Meskipun aku yakin dapat mengimbangi kepenulisan para wartawan ini, rupanya aku salah. Tipe menulisku yang ala koran tidak berguna sama sekali di online. Banyak kalimat, frasa, dan kata yang harus dipangkas, dan menimbulkan teriakan di grup; mulai dari kekasaran normal hingga kekasaran lintas planet mengalamat padaku. Aku tabah, tersenyum dan geleng-geleng kepala. Meski pada suatu saat, aku merasa tidak sanggup lagi.

Menjadi wartawan dengan paling banyak kesalahan bukanlah hal yang menyenangkan. Berkali-kali bangun tidur, kita sudah merasa gelisah akan kehidupan yang pahit. Semenjak berita pertama pukul 06.00 WIB, emosi sudah menguasai grup. Dan itu semua berakhir pukul 21.00 WIB. Tidur dalam kegelisahan, kecapekan, ketidakpuasa, dan keesokan hari bangun dengan kekalutan yang sama.

Lalu, apa yang harus kulakukan selain keluar dengan alasan sudah tidak sanggup lagi? Iyup, betul. Karena pengalaman dan ilmu yang kudapat selama ini rupanya sudah diluar dugaan. Aku menjadi bisa menulis kalimat singkat tanpa embel-embel sama sekali. Tidak ada kalimat majemuk dalam media online. Aku faham, dan sangat bersyukur berada di media yang super amazing.

Dan begitulah, hingga saat ini aku masih tinggal dan bekerja dengan orang-orang ini. Berkali-kali pikiran ingin pergi datang, aku menepisnya. Menepisnya hingga suatu hari aku siap melanglang lagi, menuntaskan keinginan dan mimpi yang sepertinya menjauh. Dan beberapa rencana memang sudah terpatri, membisiki angin, suatu saat aku akan terbang lagi.

Okay, sebenarnya apa yang mendasari setiap keinginan manusia? Aku merasa beberapa hal menjadi tidak penting sama sekali. Apakah aku tetap bekerja di sini atau aku harus keluar lalu mencari pekerjaan yang lain. Tidak ada yang dapat menjamin apakah di sini lebih baik atau di sana lebih buruk. Semua hal, menurut beberapa motivator, tergantung penyikapannya. Saat aku bekerja dengan penuh cinta, di situlah aku akan bahagia –bullshit.

Bagaimana aku menjalani hidup, saat ini merupakan sesuatu yang ambigu. Tanggung jawab yang sudah muncul satu demi satu menjadikan hidup semakin aneh. Apakah aku benar-benar yakin dengan semua kehidupan ini? Beberapa janji ingin aku ingkari. Beberapa tanggung jawab ingin kubuang lalu kutinggal pergi. Segala-galanya, kalaulah boleh kukatakan sedang salah.

Sayangnya aku harus menyelesaikan apa yang telah kumulai. Bukan soal pekerjaan, tapi perkuliahan. Kepulanganku dari Papua yang mantap ingin melanjutkan master komunikasi merupakan konsekuensi paling penting. Dari kampung ini aku tidak bisa mengelak. Berkali-kali aku bilang pada diri sendiri, apapun yang terjadi perkuliahan tidak boleh dikorbankan. Dan memang, tidak ada yang perlu aku pilih guna meninggalkan kampus kecuali kecenderunganku untuk berkeliling lagi dan lagi.

2015-10-29

Jodoh



Persoalan jodoh memang demikian peliknya. Ada banyak orang yang kebingungan, baik yang pada akhirnya masih optimis dengan tuhan, ataupun yang kemudian putus asa. Diriku sendiri mengalami hal-hal yang pelik tersebut. Namun perlahan semua menjadi jelas dan aku memiliki konsep-konsep sendiri tentang cinta –dan jodoh.

Lain saya, lain pula teman-teman saya. Misalnya si Kamboja, seorang yang baik, cerdas luar biasa, menjaga agama, meski dengan kecantikan nomor 6. Perjuangannya mendapatkan jodoh luar biasa. Ia berkali-kali didekati oleh temannya. Istilahnya, dialah sosok perempuan sesungguhnya. Tidak dicintai karena penampilan fisiknya, tapi lebih karena apa yang ada di dalam kepala dan dadanya. Karena itu, siapapun yang pernah dekatnya hanya akan menganga lalu tidak sadar sudah mencintai dirinya.

Saat sudah menjalin hubungan denganku begitu serius, tiba-tiba takdir memisahkan kita lalu ia menikah dengan sosok yang kukenal hanya dari cerita-ceritanya saja. Sosok yang tentunya –alhamdulillah- secara duniawi jauh di atasku. Sekarang dia memiliki satu anak yang lucu, yang kawanku ini sangat membanggakannya. Hal itu tampak dari status dan display picturenya yang kebanyakan berisi anaknya.

Kawanku lainnya bernama Kenanga. Yang ini memiliki kecantikan nomor 8.5, kecerdasan 8.5, dan kebaikan diangka 8.5. Sungguh perempuan sempurna bukan? sudah tidak asing lagi, gadis-gadis seperti ini banyak menjadi incaran teman sendiri, kakak kelas, adik kelas, dan semuanya. Usai kuliah, ia menikah tiba-tiba dengan sosok yang tidak pernah kukenal.

Tiga tahun tidak bertemu, tiba-tiba saya mendapati dia sudah menjadi janda. Konon, mereka selesai menjalin hubungan dalam waktu yang tidak terlalu lama. Ini sungguh menyakitkan, padahal semasa kuliah, dia adalah bintang. Ada kecurigaan bahwa perempuan ini dijadikan objek saja. Akhirnya ia menikah dengan teman lama yang tulus mengantarkan kemana saja ia mau. Tidak lama kemudian, perjaka beruntung ini mendapatkan gadis impiannya yang juga beruntung. Ssstt, kini ia hamil.

Kisah lain yang aneh bin ajaib adalah sosok yang teramat cantik sekali. Nilai kecantikannya berada di nomor 9.5, kecerdasan 8.5, kebaikan 8.0, kini menajdi shalihah dengan dugaan kebaikan 9.0, dan tentunya, seksi sekali. Ia adalah kumpulan dari harapan seorang lelaki yang pintar memilih perempuan. Karena ini persoalan peliknya perjodohan, maka dia yang cantik sekali ini juga kesulitan untuk mendapatkan jodohnya.

Saya kira tiga contoh teman cewekku ini dapat memberikan gambaran. Jika saudara-sudari menemukan ada anak kecil yang sudah menikah, lalu menemukan pula perempuan dan lelaki dewasa namun tidak atau belum juga menikah, jangan heran. Jangan terlalu heranlah, karena hal itu berhubungan dengan hal yang pelik ini. Dan bagi saudara-saudari yang mengalami hal ini, maka dengarlah kata Tere Liye, teruslah memperbaiki diri karena Allah (haha.... :p).

Seni Mencari Jodoh

Apakah persoalan jodoh berhubungan dengan potensi diri atau murni karena takdir tuhan? Mari kita melihat kenyataan bahwa rata-rata orang pasti pernah jatuh cinta, dan kemudian, misalnya, ia putus lalu menjadi tertutup. Ia benci dengan lawan jenis dan menganggap semua lawan jenisnya sama dengan mantan kekasihnya tersebut. Dalam hal ini, jalan satu-satunya adalah membuka hati.

Persoalan membuka hati banyak digelisahkan oleh orang-orang disekeliling saya. Kebanyakan orang-orang ini mengatakan bahwa ia sudah membuka hati, namun tetap saja tidak ada yang nyantol. Membuka hati harus dibarengi dengan sifat dan sikap yang baik, lalu mencari setiap cara yang bisa mendatangkan jodoh itu sendiri.

Percayalah, orang yang berusaha akan lebih banyak kemungkinan keberhasilan dari pada orang yang tidak berusaha.

Sifat dan sikap yang baik pun banyak diperdebatkan, padahal bukan pribadi yang sempurna yang diinginkan semua orang, tapi pribadi yang “cukup baik” saja. Salah satu sifat perempuan yang sering menjebak diri sendiri adalah suka dibohongi. Dibohongi bahwa ia cantik sekali, bahwa ia pintar, bahwa ia dewasa, pengertian, dan lain sebagainya. Pria yang paling pintar merayu, sayangnya, dia juga yang punya banyak selingkuhan.

Meskipun saya menyarankan terbuka dan melupakan masa lalu, namun beberapa pertimbangan perlu dilakukan. Kesadaran yang penuh dalam menentukan sosok yang klik juga perlu dijadikan pondasi. Percayalah, lelaki itu penuh tipu daya dan bila mendapatkan sosok yang secara fisik lebih bening dia akan berpaling meskipun sembunyi-sembunyi (kita namakan selingkuh).

Kedua adalah tetap memperhatikan penampilan, baik penampilan fisik ataupun penampulan sikap. Dalam dunia komunikasi, atau dalam ilmu dramaturgi, kita akan mengenal konsep impression management atau manajemen kesan. Dalam manajemen kesan ini, hidup manusia dibagi menjadi dua; depan layar dan belakang layar. Depan layar berarti sifat yang ingin kita tampilkan, belakang layar berarti sifat sesungguhnya.

Apakah ini berarti saya menyarankan menjadi munafik? Bukan, sama sekali bukan. Manajemen kesan ini memberikan kita pemahaman, sesuatu yang baik harus selalu kita tonjolkan –yang itu memang menunjukkan diri kita. Soal pakaian misalnya, kita pun faham bahwa bukan pakaian mahal yang membuat seseorang terlihat merona, tetapi pakaian yang pantas dan pas. Penampilan seperti jilbab, penataan rambut, make up, semakin natural semakin bagus bukan?

Inilah penampilan yang harus dijaga. Bila dibarengi dengan beberapa sifat yang menarik, wow, betapa menariknya anda. Jadi mulailah mendeskripsikan diri, kira-kira sifat baik apa yang kita punya atau tanya orang lain sifat baik yang kita miliki. Setelah mendapatkan sifat baik itu, cobalah lebih mendominasikan segala aktivitas kita pada sifat tersebut.

Berikutnya adalah realistis dan menerima apa adanya. Usaha yang telah kita lakukan, pada akhirnya akan menemukan realitasnya. Tidak semua orang akan berhasil, begitu pula tidak semua usaha kita akan sia-sia. Pasti ada yang berhasil, paling tidak berhasil membuat kita faham bahwa kehidupan itu kadang brengsek, kadang sangat brengsek.

Saat semua usaha kita menjadi gelap, cobalah untuk bernafas dalam-dalam. Meneliti lagi ketidaksempurnaan yang kita miliki. Mungkin kata Tere Liye benar, setelah kita ke sana kemari mencari sosok yang pas di hati, dan tidak dapat, sudah saatnya mengubah pandangan kita. Barangkali sahabat terdekatmu adalah jodohmu.

2015-10-20

Mengakhiri Kegelisahan


Beberapa kali aku temui pengamalan-pengalaman yang membentukku lebih baik. Pada perjalanan itu, aku merasa bahagia, merasa bangga, merasa beruntung, merasa tersayat, merasa sedih berkepanjangan, dan sebagainya. Namun banyak hal yang kita tidak tahu. Seringnya kita lebih merasa tertekan dan menjadi bulan-bulanan orang lain. Apakah semua ini normal? Ya tentu saja.

Pada perjalananku yang ke sekian ini, aku menjadi wartawan untuk yang kedua kali. Masa pertama adalah adalah menjadi wartawan cetak di Papua, dan sekarangmenjadi wartawan online di Malang. Keduanya adalah soal jurnalis yang secara ideologis tidak pernah aku pikirkan. Tetapi keduanya memiliki tekanan tersendiri yang membuatku harus belajar. Sungguh belajar.

Ketika masih menjadi wartawan Cenderawasih Pos, rasa-rasanya banyak beban yang mesti kutanggung. Menjadi wartawan media besar yang satu-satunya dipercaya oleh masyarakat membuat seluruh mata tertuju pada kita. Kesalahan sedikit saja akan membuat kita dicemooh, dicaci, dan disomasi. Dan sayangnya aku pernah melakukan kesalahan besar hingga kekerasan psikis terjadi terang-terangan, meskipun gagal berlanjut ke fisik.

Tetapi bukanlah sebab-sebab seperti itu aku keluar dari Cenderawasih Pos. Aku selalu menempatkan sesuatu yang lebih keren sebagai tujuan sebelum meninggalkan masa lalu. Sehingga tidak mungkin gara-gara hal itu aku memutuskan keluar. Lebih dari segalanya, mimpi masa lalu memanggil. Aku harus keliling Asean, dan lagi, aku harus mengejar pendidikan masterku. Ini adalah sesuatu yang keren.

Setelah menjalani segala hidup yang sesuai dengan keinginanku, akhirnya aku secara tidak sengaja menjadi wartawan versi dua. Aku bertemu teman dari temanku, yang mengajakku bergabung dalam media online yang wilayahnya adalah Malang Raya (Kabupaten Malang, Kota Malang, dan Kota Batu). Media ini bernama malangvoice.com yang berisi orang-orang hebat kedua setelah komunitasku dulu : Arbimapala.

Tekanan berikutnya sebagai seorang karyawan-jurnalis membabatku. Aku kelimpungan dengan tanggung jawab dari kantor, yang pada saat sama aku ingin benar-benar fokus pada studi masterku. Aku tidak bisa memilih, dan aku masih yakin bahwa keduanya dapat kulakukan meski dengan target standart. Sampai tiga bulan ini, semuanya berjalan mengambang. Kuliah jarang fokus, dan berita keteteran.

Empat orang wartawan Malang Voice memang luar biasa. Dengan target 12 berita, mereka mampu memenuhinya dengan kualitas yang tidak meragukan. Rasa-rasanya saya sulit mendapatkan partner yang berkeinginan mencari berita seserius mereka, lalu menulis dengan cepat sesuper mereka ini. Karena itu, aku sungguh-sungguh belajar. Dan aku pada akhirnya merasa beruntung karena masuk dalam lingkungan mereka, bukan pada media lokal lain yang mengerikan.

Sampai suatu hari aku harus berdialog dengan Pimpinan Redaksi  karena suatu alasan penting. Ia tidak berharap aku menjadi “virus” dalam perusahaan yang dicintainya itu. Kesempatan bahwa aku diperbolehkan kuliah dengan syarat tetap menulis berita begitu sulit kujalankan. Itulah yang membuatku lumpuh. Target berita di hari Sabtu dan Minggu jarang kupenuhi sehingga atasan menjadi gerah.

Terlebih mengejutkan, setiap Sabtu-Minggu aku kuliah, wartawan lain menjadi “malas” kirim berita. Begitulah pimpinan redaksi menganalisis. Aku seakan menjadi virus yang mempengaruhi pikiran wartawan lain untuk tidak menulis berita. Jika kantor memberikanku kelonggaran, kenapa wartawan lain tidak? Mungkin seperti itu, namun hati orang siapa yang tahu.

Demikianlah pikiran demi pikiran menggangguku. Saat aku berusaha memenuhi target berita selagi aku kuliah, kesalahan data membuatku dimarahi pimpinan redaksi. Tentu saja hal ini tidak bisa ditolelir. Aku marah pada diriku sendiri, aku marah kepada apapun yang tidak bisa kulakukan. Kemungkinan inilah batasku, meski aku masih bisa terus mencoba. Tapi apakah percobaanku penting bila mengorbankan banyak orang?

Pada suatu Sabtu dan Minggu, aku memesan segelas besar Es Kopi di dekat kampus usai kuliah. Aku memandang segala sesuatu lebih bijaksana. Mengapa harus aku pertahankan sesuatu yang membuatku bimbang. Mengapa harus selalu menjadi mimpi buruk sesuatu yang bisa aku lepaskan. Keputusan kudu diambil demi menjalani mimpi kita sendiri. Biarkan masa lalu kita membesarkan orang lain supaya tidak mengerdilkan diri sendiri.

Karena seringnya kita hidup berada dalam mimpi orang lain, dan orang lain hidup dengan mimpi kita. Aku sudah mengambil keputusan untuk memusnahkan kegelisahanku ini. Keluar dari malangvoice tidak terelakkan lagi, menunggu minggu depan; rasanya antara tidak sabar dan penuh kekhawatiran, rasanya seperti makan soto ayam pedas dengan teh panas. Membuat kepala cedut-cedut, tapi selepas itu lega.

2015-09-29

Sangat Berani


Merencanakan kehidupan bisa jadi adalah salah satu pekerjaan yang bisa membuat kita putus asa. Putus asa karena kita tidak punya banyak hal yang cukup membuat kita optimis. Bahkan bagi sebagian orang, optimis saja tidak cukup karena karena tidak bisa begitu saja mempercayakan segala nasib baik dan buruk kepada tuhan. Karena itu, kemungkinan untuk merasa senang dan baik-baik saja dalam zona nyaman adalah sesuatu yang wajar dan tidak perlu ditakuti.

Kenyataannya, dibutuhkan seseorang yang sangat berani untuk dapat berubah. Merencanakan kehidupan dengan tingkat keberhasilan hingga 80 persen juga butuh seseorang yang sangat berani. Kebanyakan kita sudah berani atau bahkan pengecut, namun itulah kewajaran hidup di dunia. Karena itu, tidak mungkin orang biasa-biasa saja dapat mencapai tingkat kepuasan sebab keberhasilannya hingga 100 persen.

Kesimpulan-kesimpulan ini bisa didapatkan saat kita menonton film, misalnya, atau membaca buku. Untuk sebuah film, marilah kita mengingat lagi Divergent. Di sana kita akan mendapati manusia yang hidup dalam suatu kota ini dibagi menurut pekerjaannya. Ada yang disebut sebagai Candor (jujur), Erudite (genius), Amity (suka damai), Dauntless (pemberani) dan Abnegation (penolong tanpa pamrih). Sedangkan Divergent adalah golongan yang memiliki sifat menonjol yang bisa jadi adalah gabungan dari beberapa golongan tersebut.

Untuk suatu kehidupan yang normal, seseorang tidak akan menciderai hal-hal yang telah ditentukan oleh pendiri suatu kota tersebut. Hal itu sama dengan film The Hunger Game yang membagi sebuah negara menjadi 13 distrik (Distrik 13 sudah punah). Orang-orang yang hidup setelah penegakan negara tersebut, tidak akan memiliki keinginan untuk merubahnya, atau memiliki keinginan tapi takut dengan keinginannya.

Kedua film ini memberikan gambaran bahwa orang yang berani sekalipun tidak akan dapat mengubah nasib yang telah ditentukan. Dibutuhkan Beatrice Prior atau biasa dipanggil Tris dan Katnis Everdeen yang sangat berani guna mengubah nasib diri sendiri, nasib keluarga, dan nasib seluruh bangsanya. Jika kebetulan keduanya adalah perempuan, maka bukan berarti saya ingin menggerakkan feminisme. Tapi disadari atau tidak, kedua perempuan itu tidak dapat berdiri kukuh tanpa peluk dan cium lelaki pasangannya.

Oleh karena itu, lihatlah di sekeliling hidup ini. Bagi orang-orang yang telah dilahirkan dalam keluarga biasa dan hidup pas-pasan, mereka akan kesulitan untuk bangkit lalu menjadi kaya dan bahagia. Apalagi orang yang dilahirkan dalam keadaan miskin, kemampuan berontak mereka sudah terkurangi sejak ia merasakan kemiskinan memenjarakannya. Kebangkitan dari keterpurukan ini, bukan hanya membutuhkan orang yang sekedar berani, tapi harus sangat berani.

Namun diam-diam pertanyaan seperti, kenapa orang tidak bisa sangat berani guna mengubah nasibnya sendiri? Perkiraan jawaban yang pas adalah karena ia merasa aman berada di lingkungannya sekarang, dan ia mau saja berubah menjadi orang yang sangat berani untuk mengubah nasibnya, tapi ia ragu bahwa apa yang dilakukannya akan membuahkan hasil.

Bila hasilnya bagus, maka ia hanya akan bersyukur karena mendapatkan keberuntungan. Tapi apakah ia akan sanggup bangkit lagi bila gagal? Terutama bila ia gagal lalu menyakiti banyak orang. Bisa jadi, saat ini mereka sudah memiliki janji dengan seseorang dan tidak ingin mengundi nasibnya untuk menjadi sangat berani. Karena bila ia gagal, maka ia akan kehilangan seluruh harapannya, termasuk kepercayaan orang disekelilingnya.

Menjadi sangat berani bukan persoalan mudah. Ia bukan hanya bagaimana agar lulus kuliah dengan nilai cumlaude, ia juga bukan hanya sekedar mendapatkan pekerjaan sebagai karyawan bank nasional. Meskipun dua hal tersebut menjadi prioritas sebagian orang yang menginginkan sebuah status dalam kehidupan –status yang bagus dan jelas sebagai sebuah pertanda kesuksesan di mata orang lain.

Tampaknya, semasa hidup ini, kita akan sangat kesulitan mendapatkan teman yang bisa kita golongkan sebagai orang yang sangat berani. Orang-orang yang sangat berani ini, selalu saja orang jauh yang sudah sukses lalu menulis buku. Kita hanya menjadi pembaca bukunya dan menunjang kesuksesannya sebagai penulis buku/novel motivasi. Jadi, adakah orang yang sangat berani di sekeliling kita, yang mampu mengubah nasibnya sendiri –pertama-tama- dengan keluar biasaan?

2015-09-27

Ulasan Film : Kon Tiki



“lakukan seperti penduduk asli, sampai ke detil terkecil. Jangan gunakan paku jika mereka menggunakan tali, jangan gunakan baja jika mereka  menggunakan tulang, nenek moyang perlu belajar 1000 tahun, dengarkan mereka”. –Peter Freuchen.

Akan ada banyak orang yang meragukan apa yang kau yakini meskipun disertai dengan sebuah argumentasi –yang sepertinya masuk akal. Entah orang-orang itu tidak setuju karena membencimu, ataupun karena memang keyakinanmu tidak masuk akal. Dan dimentahkan oleh orang lain adalah pengalaman yang menakutkan.

Namun dalam ketakutan ini, selalu akan ada ketakutan yang lain. Dan bagi kebanyakan orang, ketakutan akan membuat mereka putus asa. Sedangkan bagi sebagian yang lain, ketakutan membuatnya semakin berani. Paling tidak, itulah hal yang dapat kita lihat dari kisah akhir sebuah film yang di release pada tahun 2012 ini, Kon-Tiki.

Film Luar Biasa?

Bagiku, melihat film ini memang terlalu terlambat. Dirilis tahun 2012 namun baru saya lihat tahun 2015. Namun tidak apalah, hal-hal yang universal tetap bisa kita lihat dalam setiap hasil karya manusia. Dan di dalam film ini, kita akan melihat sebuah keberanian –dalam kata lain adalah kenekatan, bisa membawa perubahan besar –meskipun harus dibarengi dengan pengorbanan.

Dan apakah ini film yang luar biasa? Di satu sisi, film Kon-Tiki memiliki banyak kesamaan dengan film hollywood pada umumnya. Namun Kon-Tiki tidak dibuat oleh Hollywood melainkan oleh lembaga film di Swedia. Untuk perjuangannya sendiri, hampir sama dengan film “semacam” the Son of God dan Noah yang memperjuangkan keyakinan agamanya meskipun diolok-olok oleh kaumnya.

Kalau dari kisahnya ditengah lautan, memang tidak dapat mengimbangi film Life of Pi yang begitu dramatis, artistis, dan penuh teatrikal di tengah lautan dengan hanya Pi dan seekor Harimau Benggala. Dan perjuangan hidup semacam film ini, bisa kita dapatkan pada tokoh utama Cast Away atau Chris Gardner dalam The Pursuit of Happynes.

Jadi apakah film luar biasa? Ada satu hal yang membuat film ini luar biasa. Bahwa film ini bukanlah fiksi (sama dengan cast away dan the pursuit of happynes). Namun keunikannya, film Kon-Tiki memperjuangkan sesuatu yang bernilai ilmiah. Si Tokoh Utama, Thor Heyerdahl yang sekaligus seorang ilmuwan  ini begitu kuat keyakinannya untuk membuktikan bahwa penduduk Fatu Hiva, Polynesia, berasal dari Peru, Amerika Selatan.

Cobalah lihat peta, dan rasakan bagaimana hal itu mungkin terjadi.

Alkisah, film ini bermula dari seorang antropolog-etnografer yang melakukan penelitian di sebuah pedalaman bernama Fatu Hiva, Polynesia. Ia tinggal bersama mereka selama lebih dari 10 tahun demi melakukan penelitian doktoralnya bersama pacar-istrinya, Liv, hingga berjenggot lebat tidak terurus. Dari sanalah ia memahami budaya dan sistem sosial kemasyarakatan di sana, termasuk sistem beragamanya.

Dalam penelitiannya itu, ia mendapati kesimpulan bahwa masyarakat di Polynesia bukanlah berasal dari Asia sebagaimana pendapat ilmuwan antropolog pada umumnya. Thor ngeyel bahwa bangsa Polynesia ini keturunan orang Peru, Amerika Selatan yang telah berlayar melewati 8000 km lautan dengan rakit sederhana.

Setelah Thor pulang dengan kesimpulannya, sang Professor yang menjadi dosen pengujinya terkagum-kagum dengan hasil penelitian Thor. Namun sesuatu yang mengagumkan tampaknya tidak mudah dipercaya, sehingga sang professor juga enggan percaya –karena rasanya mustahil. Ia dengan enteng : “Rakit? Hahaha... apakah kau ingin teorimu di terima? Apakah kau merasa benar? Maka berlayarlah dari Peru ke Polynesia dengan rakit Kayu Balsa itu.” Sang professor melemparkan berkas penelitian si Thor, tidak lupa terkekeh sembari berkata: Good Luck!.

Percaya Diri


Thor menghadapi kenyataan pahit. Sejak ditantang oleh sang Professor, ia kemudian mencari sumber dana kemanapun untuk bisa membuktikan teorinya sendiri. Ia hendak berlayar dari Peru ke Polynesia yang memiliki jarak 5000 Mil atau 8.000 km melintasi Laut Pasifik yang ganas. Thor sangat yakin dan percaya diri, bahwa laut bukanlah hambata, tetapi jalan, bukanlah rintangan, tetapi jalur.

Ia berbicara dengan majalah ilmiah, ia berbicara dengan pelaut, ia berbicara kepada setiap orang yang diharapkan dapat membantu perjalanannya, namun nihil. Ia terpuruk di dalam kamarnya, tidur dalam kedinginan yang bukan oleh cuaca, tetapi oleh dinginnya tatapan setiap orang yang tidak mempercayai kepercayaan dirinya.

Orang-orang seperti ini, akan banyak sekali kita lihat di jalanan Indonesia. Orang yang memiliki idealisme tinggi, namun tanpa harapan. Dan ia harus ditolong. Saya sering kali melihat film yang mirip seperti ini. Mereka harus ditolong oleh sebuah harapan kecil dari teman. Pada saat keputusasaan Thor itulah, Herman Waltzinger datang dengan memperkenalkan diri sebagai insinyur, tetapi pekerjaan terakhirnya adalah tukang kulkas.

Dari sinilah Thor kembali memperoleh kepercayaan. Herman menunjukkan cara bagaimana agar kayu balsa yang akan digunakan rakit tidka bergesekan sehingga memutuskan tali-tali di tengah laut hingga kayu berpencaran. Keyakinan ini membawa perubahan. Ia akhirnya menemui raja namun tidak jelas raja mana, yang kemudian mengantarkannya kepada Angkatan Laut Kanada yang diminta untuk memenuhi seluruh kebutuhan Thor beserta enam kawannnya untuk ekspedisi ilmiahnya tersebut.

Keputusasaan yang hampir terjadi itupun tertolong. Dan inilah sesungguhnya kehidupan. Dalam film Divergent, pasukan Dauntless (berani) diajarkan untuk bertahan hingga titik terjauh, baik fisik maupun mental. Karena dari sanalah akan muncul mukjizat berupa pertolongan tuhan, berupa kemudahan-kemudahan sebagaimana yang dijanjikan: setelah kesulitan akan ada kemudahan.

2015-09-26

Pengalaman


budha laser, mencari pengalaman hingga keliling Asean
Ada dua macam pengalaman yang dikatakan seorang sastrawan saat memulai workshopnya. Dua pengalaman tersebut adalah pengalaman kognitif dan pengalaman empirik. Pengalaman kognnitif bermain dalam pikiran, pengandaian, dan ide-ide yang bersifat buatan di alam pikiran. Lalu pengalaman empirik adalah pengalaman yang terjadi pada diri seseorang secara nyata dan disadari.

Hebatnya dari pengalaman inilah kita mempersepsi sesuatu. Seseorang memiliki nilai standar, nilai moral, apa yang jahat dan apa yang baik, mana yang benar dan mana yang salah, segala sesuatu, didasarkan pada pengalaman. Maka dari itu, pengalaman menjadi penting bagi seseorang untuk memandang sesuatu sesuai dengan nilai yang dianutnya.

Membaca buku, baik buku fiksi atau nonfiksi adalah termasuk bagian dari mencari pengalaman itu sendiri. Pengalaman dari membaca buku ini akan menjadi dasar-dasar nilai yang akan kita anut, sehingga membaca buku termasuk dalam pengalaman empirik. Ia dengan sadar kita baca dan kita amini bila sejalan, atau kita tolak bila tak setujuan. Bahkan dari penolakan alamiah ini kita akan menemukan pengalaman yang akan kita gunakan dalam menilai.

Pengalaman sendiri berasal dari kata alam, sehingga peng-alam-an berarti alam yang sudah menjadi milik kita, atau kita menyerupai sosok alam itu sendiri. Ketika indera kita bersentuhan dengan alam, maka terjadilah pengalaman itu. Ketika pengalaman itu memberi kita sesuatu yang baru, maka terjadilah “tahu” atau akumulasinya disebut pengetahuan. Seseorang yang mengetahui suatu hal dengan porsi tertentu, maka akan disebut ahli.

Jadi tampaknya dasar segala sesuatu adalah pengalaman. Maka dari itu tidak heran jika salah satu dosen di Universitas Dr. Sutomo, Drs. Hartopo Eko Putro yang lebih akrab dipanggil “Papi” mengatakan “jangan pernah menolak pengalaman”. Dalam kuliahnya selama lima jam tersebut, dua jam pertama dihabiskan untuk merumuskan sebuah dasar dari pengetahuan manusia. Ia mengupas persoalan pengalaman yang rupanya, menjadi akar dari seluruh mata kuliah kehidupan manusia.

Pengalaman memiliki dua wilayah, frame dan field. Jika di-Indonesiakan, frame berarti kerangka, dan field berarti mendalam. Maka frame of experience adalah kerangka pengalaman yang dimiliki manusia dalam kesehariannya. Frame ini menjadi dasar pertama kali bagi seseorang untuk menangkap sesuatu, lalu menjadi persepsi. Persepsi yang paling awal ini, tidak lebih dari sekedar hipotesis (dugaan sementara) yang bisa saja 50 persen benar, dan 50 persen salah.

Misalnya kita melihat sosok lelaki berkulit gelap, tinggi besar, gondrong, lalu dari ujung bahu kaosnya terlihat sebuah tato berwarna biru melingkar-lingkar. Berdasarkan frame of experience, maka kita akan melihat sosok yang cocok berperan jadi penjahat. Mengapa kita melihat hal demikian? Karena citra tersebut menunjukkan sosok penjahat. Dari mana citra ini muncul? Ada dua jalur, pertama dari kenyataan di kampung-kampung, dan kedua dipatenkan dalam sinetron abal-abal made in Indonesia.

Inilah adalah frame yang kita bawa ke mana-mana. Pemikiran dan pengalaman yang cekak, ecek-ecek, cethek, membentuk sebuah persepsi yang bahkan bisa menjadi 90 persen salah. Paling tidak itulah pengalaman Papi dalam menghadapi seorang penumpang bus yang seperti sosok di atas. Ketika diajak ngobrol, bisa jadi dia usai mengantarkan gadis kecilnya mondok di Gontor, atau ia adalah penjual sayur keliling yang menghidupi puluhan anak yatim di panti asuhan, dan bisa jadi ia adalah sesuatu yang menakjubkan.

Ketika kita menggali apa yang ada dari frame of experience inilah, maka pengalaman akan menjadi mendalam lalu kita sebut field of experience. Jika hanya berhenti pada frame, maka kita menjadi kolot. Maka dari itu, menjadi manusia belum sempurna jika tidak sampai mendalami pengalaman guna memastikan bahwa persepsi kita tidak salah. Paling tidak, jika kita semakin banyak memiliki pengalaman mendalam, maka keterbukaan pikiran dan hati dalam memandang segala peristiwa menjadi jernih.

Maka dari itu betul, jangan pernah mencoba menolak pengalaman. Sebaliknya, jika ada kesempatan berpengalaman, maka ambillah sebanyak-banyaknya. Bisa jadi, mencoba pengalaman ini akan berakhir buruk. Tapi bisa jadi keberhasilan dalam genggaman. Memang begitulah kehidupan, simalakama, tidak selamanya orang baik menang. Hanya di cerita Nabi saja, kebaikan menang.

Dalam kenyataan sehari-hari, jangan heran kita banyak mendapati kisah sejati seorang miskin yang sudah bekerja keras namun tidak juga berhasil. Atau seorang mahasiswa yang tiap malam merangkum materi namun IPK tetap setengah mati. Keberhasilan yang dialami sepatu butut macam Dahlan Islan, atau pemakan singkong macam Chairul Tanjung, dan santri kecil macam A Fuadi, adalah tiga keberhasilan dari ribuan kegagalan orang lain –tumbal.

Namun, sebagaimana banyak orang katakan; hasil itu tidak penting, yang penting adalah prosesnya. Boleh percaya atau tidak, saya merasakan proses yang mengerikan juga termasuk menyakitkan. Alangkah senangnya bila kita hidup berproses mudah, lalu menghasilkan karya gemilang. Karena itu, yang dinamakan doa sapu jagat adalah : Tuhan, berikan saya hidup di dunia yang baik, di akhirat yang baik, dan jauhkanlah kami dari api neraka.

Pengalaman, sebaik apapun akan menjadi masa lalu, seburuk apapun juga merupakan masa lalu. Tapi dari pengalaman baik buruk ini, pengalaman yang mendalam ini, yang akan menjadikan kita manusia yang bertuhan, manusia yang tahu terimakasih, dan manusia yang tanpa penyesalan. Mari mencoba pengalaman baru.

2015-09-01

Mencari Hidup Bahagia


Kenyataannya, hidup tidak semudah sebagaimana yang kita bayangkan. Dari ratusan teman BBM, dan ribuan teman Facebook, mungkin hanya satu persen yang tidak pernah mengeluh, dan selalu “terlihat” bahagia. Hampir 99 persen lainnya mengeluh dan mengumpat, atau bersembunyi dalam doanya kepada tuhan melalui quote yang ia temui di internet.

Mengapa banyak yang sedih di dunia ini? Adalah hal yang sangat membingungkan bila Allah menciptakan kehidupan menyedihkan yang selalu mengelilingi umatnya. Tapi sekaligus menggelikan karena Allah bukanlah makhluk, tapi Dia adalah Tuhan, yang dengan demikian ia menciptakan segala sesuatu dengan sempurna. Maka jalan rumit yang diusulkan oleh Pak Kiyai adalah : semua ada hikmahnya.

Kehidupan memberikan kita fasilitas berupa kesulitan sehingga kita bisa berjuang, juga kemudahan agar kita tidak putus asa. Itulah esensi yang mestinya kita tahu. Maka dari itu, belajar adalah hal yang sangat baik, belajar serius melakukan sesuatu yang tidak kita senangi. Akan ada banyak kesulitan dalam perjalanan ini, dan yakinlah bahwa bukan hanya kita sendiri yang mengalaminya.

Semua orang pernah mengalami bahwa hari itu adalah hari terburuk sepanjang hidupnya. Lalu esok hari setelah persoalan itu selesai, ia lupa bahwa ia telah menghentikan hari terburuknya tersebut. Dan saat ia merasa bahwa hari itu adalah hari terbaiknya sepanjang masa, ia juga lupa bahwa besok akan menghadapi kesedihan lagi.

Lalu adakah orang di dunia ini yang berbahagia terus menerus tanpa pernah bersedih? Tentu saja tidak ada. Kebahagiaan dan kesulitan itu ada sesuai dengan porsinya. Kita yang menjadi manusia normal, akan memandang setiap orang yang berkelas seperti Harry Taoesoedibjo, atau Dahlan Iskan, atau Choirul Tanjung, atau Jacob Oetama sebagai orang yang selalu bahagia.

Dan kalau kita memandang anak-anak gelandangan, penjual pentol yang keliling pakai sepeda ontel, pengemis yang rumahnya di bawah jembatan, orang tua yang berjualan pracangan di pinggir jalan setiap hari Minggu pagi, dan yang sebangsa dengan mereka, adalah orang-orang yang selalu bersedih dan berkesusahan.

Kita bisa melihat, bahwa pandangan kebahagiaan dan kesedihan kita lebih didasarkan pada kepemilikan materi, bisa uang atau pakaian atau kendaraan, dibandingkan dengan kepemilikan hati yang bersih. Ini adalah sesuatu yang naif. Bahkan kita sebetulnya tidak benar-benar mengerti ukuran kebahagiaan.

Sebagian besar kita faham bahwa kebahagiaan bukan didasarkan pada hal-hal yang bisa dilihat, namun dalama prakteknya kita selalu lupa. Itulah manusia. Kita yakin bahwa kekayaan paling penting adalah kaya hati, tapi sekaligus kita melupakan keyakinan itu dengan mengambil harta dan hal-hal fisik sebagai tolok ukur.  

Kepada setiap orang saya selalu bilang bahwa jangan menyerah untuk bahagia. Kenapa jangan menyerah? Karena kebahagiaan adalah tujuan utama. Demi kebahagiaan, semuanya harus dikorbankan. Susunlah kebahagiaan menurut kita sendiri, lalu perkirakan apa saja yang perlu dilakukan untuk meraih kebahagiaan tersebut.

Kita musti belajar apapun juga untuk meraih kebahagiaan itu. Jika kita memang yakin bahwa kebahagiaan adalah berhubungan dengan uang, maka tidak perlu malu-malu mengungkapkan bahwa uang adalah sumber kebahagiaan kita. Tunjukkan kepada orang-orang bahwa kamu mengejar uang.  

Jika kebahagiaan adalah bekerja dengan orang-orang secara sosial demi mewujudkan kehidupan orang lain yang sejahtera, maka peganglah pekerjaan sebagai pekerja sosial. Dan bila bahagiamu adalah dengan memiliki istri yang cantik lagi kaya, maka berjuanglah demi cita-cita tersebut.

Tentu saja, semua itu harus didasarkan pilihan rasional, memilih dengan hati tanpa emosi, pikiran tenang dan damai, dan akal yang sehat lagi beradab. Semua orang berhak bahagia dengan pilihannya masing-masing, namun ketahuilah pilihanmu dengan rasional agar kebahagiaan menjadi lebih dekat dan mudah dicapai.

2015-08-12

Menunggu Teman yang Suka Tidak Tepat Waktu


Banyak hal yang membingungkan selama hidup di dunia in. Sebagaimana sekarang, saya menunggu seorang teman lama yang sudah berjanji akan di sini usai magrib. Ini adalah janji ke sekian yang ia tidak tepati, dan menghubunginya adalah sesuatu yang mustahil. Karena ratusan kalipun aku telpon tetap saja tidak diangkat, dan ribuan PING di bbm tidak ada “read”.

Sebelumnya memang aku tidak pernah janjian dengan orang ini. Hanya berteman akrab dan menghabiskan waktu bersama. Maka dari itu kami tidak pernah saling berjanji untuk bertemu di suatu tempat. Itu dulu, saat masa kuliah. Maka dari itu kami disebut teman akrab, bersama dengan tiga atau empat orang lainnya.

Dan sekarang, setelah bertahun-tahun tidak ketemu, saya mencoba mencarinya. Sebetulnya sudah pernah bertemu di Surabaya sejak kepulanganku dari Papua. Namun hanya sebatas bertemu karena kami punya kesibukan sendiri-sendiri yang tidak bisa diganggu oleh orang lain.

Lalu dia memutuskan untuk mencari peruntungan di Malang, sedangkan aku masih di Surabaya. Aku ke Malang dalam rangka mencari teman-teman lama yang sudah berpisah sejak aku lulus kuliah dan memutuskan keliling Indonesila. Jadi, yang bisa kusebutkan adalah seharusnya dia yang menjadi tuan rumah di sini karena saya adalah kafilah yang akan segera berlalu.

Namun sebagai tamu, ia belum berhasil menepati janjinya untuk bertemu di warung kopi langganannya. Ini adalah warung kopi langganannya. Bukan langgananku, dan aku tidak kenal sama sekali dengan pemilik atau suasananya. Jadi aku berdiam diri sembari menulis.

Jelas bahwa aku akan menulis sesuatu sambil menunggunya datang, atau paling tidak ia membalas bbm dan telponku. Jadi batasannya adalah bila ia datang, maka aku akan berhenti menulis. Dan bila ia tidak datang hingga tulisanku selesai, maka aku akan pulang. Hitung-hitung aku telah menulis sembari menunggu seseorang yang tidak menjengkelkan, tapi terus membuat situasi menjadi menjengkelkan.

Tetapi semakin lama, aku menjadi cemas dan gelisah seperti menunggu seorang perempuan. Lagu dangdut yang diputar oleh muda-mudi di depanku juga membuat suasana menjadi busuk. Entah bagaimana menggambarkannya, dia seperti remaja gaul dan garang, bermain kartu sembari berteriak-teriak seperti penyuka rock, tapi memutar lagu dangdut.

Bukan berarti aku tidak suka dangdut sih, hanya saja aku ingin mengumpat siapapun juga. Jadi tidak masalah ada dua gadis cantik yang suka sekilas memandangiku yang mengetik dengan cepat dan bibir selalu senyum. Mungkin ia heran dan jatuh cinta padaku, meksipun aku tidak meliriknya sama sekali. Nah, akhirnya tulisan ini memiliki penjabaran yang aneh.

***

Sekarang dia sudah datang dengan sepeti alasan, yang konon, alasan selalu benar. Aku mendengar alasannya dengan nada datar. Tidak ada hal yang menarik dari seseorang yang tidak menepati janji, sekecil apapun janji itu. Persoalan janji, tentu saja tokoh-tokoh kartun Jepang sangat memegang janjinya. Maka orang Indonesia, saya kira masih kesulitan memegang janji, sebagaimana orang Jepang kesulitan melafalkan namaku –gak ono hubungane.

2015-07-30

Memasarkan Media Baru

Termasuk salah satu tantangan terbesar sebuah media baru adalah pemasaran. Bagaimana media baru yang tidak memiliki modal yang kuat bisa survive di suatu daerah adalah pekerjaan berat. Namun cerita cerita mengenai perjuangan membentuk media dengan modal minim bukanlah sesuatu yang baru, sehingga pasti ada rumusan masuk akal untuk sama atau melampauinya.

Sebagaimana yang telah saya jelaskan pada tulisan awal, bahwa membentuk media online bukan sesuatu yang sulit. Kita tinggal membeli hosting dan domain, lalu mencari teman teman sendiri untuk menjadi wartawan dan redaktur. Secara teknis hal ini sederhana, tinggal bagaimana cara menjual website tersebut supaya banyak pengunjung realnya. Setelah diketahui banyak pengunjung, maka tentu saja iklan akan berdatangan yang artinya, kinerja akan terbayar lunas.

Memasarkan media, kita harus bisa menawarkan kualitas yang berbeda dari media pesaing. Perbedaan ini haruslah pada persoalan yang urgen, tidak masalah bila media pada awal awal selalu memberitakan hal yang bombastis. Itu adalah salah satu strategi marketing. Yang perlu dibenahi hanyalah, bagainana informasi yang bombastis tersebut tidak mengada ada, artinya akurat dan benar ada. Bila berita yang menyinggung orang atau kelompok lain, maka cukupkan dengan konfirmasi terhadap pihak lain yang mungkin dirugikan.

Persoalan bombastis apa saja yang bisa diungkap? Pertama tama soal kriminal, itu bisa menjadi berita yang hot apalagi persoalan korupsi dan pembunuhan. Persoalan pemerintah, kesejahteraan rakyat, inovasi daerah, kehutanan, tata kota, juga pendidikan, pasti menyisakan banyak informasi yang berdampak luas. Hal lain yang bombastis dan memuakkan adalah kehidupan seorang tokoh yang ada di lokasi media tersebut yang memiliki massa banyak, sehingga seluruh massanya akan membuka media kita.

Setelah melakukan pembedaan yang signifikan, lalu mulailah dengan menuliskan berita yang spektakuler; bukan berita biasa, namun berita yang membuat masyarakat berdecak kagum. Berita semacam ini bisa jadi adalah berita yang membutuhkan desain yang panjang. Maka dari itu butuh perencanaan yang matang untuk mengungkap suatu peristiwa, dan mengumpulkan narasumber yang mau bersuara meskipun dengan inisial saja.

Berita berita seperti ini tentunya mengingatkan kita pada berita majalah Tempo. Persoalan nasional yang sedang dibicarakan, lalu diungkap dengan teliti dari hulu hingga hilir, menghadirkan narasumber atau saksi kunci yang bisa dipercaya. Berita investigasi pasti akan membuat orang tercekat karena datanya yang lengkap, bukan sekedar straigt news yang memuat 5W+1H. Maka sempatkanlah meskipun cuma satu berita saja seminggu, dimulai dari persoalan sampah, pendidikan, pengrusakan lingkungan, dan atau pengungkapan tindak kriminal.

Yang terakhir namun tak kalah penting adalah persoalan berita yang tendensius. Sekarang kita tidak membahas kualitas berita, maksudnya, kita tidak membicarakan kebutuhan masyarakat akan informasi yang baik dan edukatif. Pemasaran tokcer yang terakhir ini adalah melakukan advertorial gratis, dengan memilih tokoh atau lembaga yang punya posisi tawar kuat. Atau jika sudah habis, babatlah komunitas komunitas yang biasanya memiliki banyak simpatisan serta jaringan media sosial luas.

Kita akan memanfaatkan narsisme individu atau kelompok. Narsisme adalah kecintaan terhadap diri yang berlebihan. Narsis yang seimbang akan membawa kepercayaan diri seseorang sehingga tidak mudah terpengaruh orang lain. Namun saat ini, di mana selfie di pegunungan lebih penting daripada menikmati keindahan pegunungan itu sendiri, menimbulkan penyakit akut yang bisa kita manfaatkan. Kecintaan orang terhadap dirinya, baik cinta dengan wajah atau pemikiranya, akan mudah kita bohongi.

Jadi hal yang bisa dilakukan adalah membuat program advertorial gratis untuk waktu tertentu. Berita khusus advertorial ini biasanya dibahas oleh marketing, dan dikerjakan oleh tim khusus. Namun karena media online baru tidak punya banyak karyawan, maka bolehlah wartawan yang mengejar advertorial tersebut. Kita tinggal mendatangi beberapa komunitas atau perseorangan, lembaga tertentu atau perusahaan dan kelompok kelompok kecil di sekitar kantor. Dijamin mereka akan bersenang hati demi mendapatkan porsi pemberitaan yang mengangkat nama mereka.

Lebih konkritnya akan saya contohkan. Misalnya kita mendatangi setiap Unit Kegiatan Kampus (UKM) dan Badan Eksekutif Mahasiswa (BEM) di suatu kampus, lalu menulis program unggulan mereka atau menulis prestasi khusus yang bernilai berita. Maka dijamin setiap anggota organisasi tersebut akan membuka media online yang menayangkan, disimpan linknya, dan saat pengenalan mahasiswa baru akan ditunjukkan. Secara tidak langsung, ini adalah iklan gratis bagi media, plus menaikkan ranking pengunjung. Jika satu bulan saja kita memprogram advertorial gratisan ini, maka media sudah akan dikenal seantero daerah.

Selanjutnya adalah mempertahankan program dan trik media yang dinilai bagus, dan selalu berinovasi dalam kreatovitas tanpa batas untuk selalu menghadirkan kesegaran kepada publik. Tentu saja, sekali kali kita harus jadi media yang super baik dengan menampilkan informasi yang berguna kepada masyarakat, lain waktu kita jadi media jahat demi suatu popularitas. Dunia bisnis, kita harus selalu siap bukan?

2015-07-29

Menjadi Kaya Bersama

Pertanyaan paling mudah diajukan namun memiliki jawaban paling rumit bukanlah masalah filsafat. Pertanyaan yang paling sulit itu adalah : bagaimana cara sukses di bidang materi, atau bagaimana cara menjadi kaya.

Karena kita biasanya yakin bahwa kaya tidak dibangun dalam semalam, maka saya yakin dengan asumsi bahwa kaya itu memang bisa dibangun dalam semalam. Saat anakanak alumni MA. Roudlotul Mutaabbidin sedang kumpul malam lebaran, saya hampir mengarahkan untuk menjadi kaya bersama-sama, namun saya urungkan karena tampaknya belum waktunya.

Dan tulisan ini, memang saya sengaja tujukan kepada anakanak aliyah dengan harapan yang luar biasa. Atau kalau kemudian berguna, bisa menjadi acuan kelompol lain. Dengan sebuah tulisan, saya berharap pemikiran ini lebih mudah difahami, lebih runut, dan lebih mudah disebarluaskan untuk kepentingan yang lebih tinggi. Apakah bahasa saya sudah mendakik-dakik seperti seorang sastrawan? Mungkin Thoharul Fuad mampu menjawabnya, atau sang filusuf Nurdiansyah?

Sebelum berlanjut, saya ingin memberikan pemahaman bahwa kekayaan bersama mungkin akan membuat perpecahan. Maka dari itu dibutuhkan hati yang dapat berdamai dengan keinginan individualismenya, yang sudah dan belajar membunuh macan dalam hatinya.

Menjadi Kaya

Percayalah, bahwa kaya itu soal mental. Tapi hal ini menjadi klise, tersamarkan gegara buku buku cara kaya yang hanya banyak bicara. Lihatlah bukunya Ippho Santosa yang fenomenal tentang kaya menggunakan otak kanan, atau bukunya Cipto Junaidi soal kaya lewat properti, atau bukunya Yusuf Mansur dengan model shodaqoh. Teoritis, dan kalaupun praktis, sangat sulit direalisasikan.

Saya membayangkan 50 anggota alumni yang datang beberapa waktu lalu bisa selalu sempak (semangat dan kompak). Jika tidak ada yang banyak bicara dan persisten dalam bekerja, ide saya menjadi kaya bersama adalah wujud dari keniscayaan. Beberapa kekuatan akan dapat kita gabungkan: modal, konsep, dan citacita. Secara ringkas, ide menjadi kaya bersama ini adalah : mengumpulkan modal dari iuran terencana, membuat sistem usaha, dan membuatnya jadi luar biasa.

Pertama tama, kita akan membicarakan soal modal. Orang yang punya konsep brilian namun kekurangan modal di dunia ini sudah teramat banyak. Mau usaha apapun, pasti yang terlintas pertama kali adalah dari mana modal bisa didapat. Mengapa orang yang tidak memiliki modal cenderung punya ide bisnis yang brilian? Karena begitulah permainan Tuhan. Persis orang yang punya modal besar, tapi kesulitan mendapat ide usaha, dan jikapun diberi usulan ide, ia selalu tidak yakin. Saya tahu, karena saya pernah menjadi duaduanya.

Modal bisa didapat dari iuran. Dari 50 orang, mungkin yang bersedia bergabung dalam sebuah rencana ini adalah 25 orang; anggap saja demikian. Tahun depan, jika kita ingin punya modal sebesar Rp 25 juta maka kita bisa mencapainya dengan iuran Rp 1 juta perorang. Uang sebesar itu, saya masih yakin akan sulit diusakan sendirian mengingat kita semua berpendidikan menggunakan beasiswa.

Uang sebesar Rp 25 juta ini bisa dengan cepat kita dapat tanpa mengurus hal hal yang rumit. Dan perlu saya tegaskan, bahwa kita bisa menyepakati nominal berapapun yang kita inginkan, disesuaikan dengan usaha apa yang hendak dibangun serta kekuatan finansial masing masing. Karena suatu perkumpulan akan menjadi sia sia bila orang orang saling membicarakan di belakang, dan tidak puas dengan kesepakatan bersama.

Adapun jenis usaha yang bisa kita pilih tentunya bermacam macam tergantung selera dan pengalaman. Hal paling sederhana yang bisa saya ajukan adalah : jika ingin kaya maka jadilah pedagang, jika ingin bahagia jadilah petani, dan jika dihormati maka jadilah pegawai. Dan pilihan yang masuk akal adalah menjadi pedagang, meskipun bertani (di dalamnya ada berternak dan pertambakan) juga patut dipertimbangkan.

Dalam dunia perdagangan, kita harus sesuai dengan prinsip ekonomi: membeli dengan murah, lalu menjual mahal. Selisih pembelian dengan penjualan itu adalah keuntungan. Dan sesuai dengan analisis kehidupan ini, barang dagangan yang dapat menghasilkan keuntungan konsisten adalah barang yang dibutuhkan sehari-hari, setiap hari, dan selamanya, yaitu : pakaian, makanan, dan barang elektronik. Ketiga barang ini adalah pilihan paling aman, namun secara spesifik masih harus dirumuskan.

Usaha apapun menjadi mungkin saat kita punya sumber daya yang memadai. Usaha toko baju online misalnya, telah terbukti membawa keuntungan maksimal tanpa modal hanya dengan menjadi reseller atau dropshipper. Dan menjual minuman dan makanan yang didesain seperti kafe yang berkarakter, di Malang atau Yogja, sama menjanjikan. Termasuk usaha jual beli laptop, komputer, printer, HP beserta accesoris, sekaligus menyediakan pusat perbaikannya.

Tiga hal ini saja sudah hebat jika kita serius menggarapnya, dan komitmen untuk tidak mudah menyerah. Usaha lain yang mungkin adalah dengan beternak ayam, kambing, atau sapi dengan jumlah dan kondisi tertentu. Namun saya tidak akan membahasnya terlalu rigid di sini, karena persoalan pilihan usaha bisa dibahas bersama sama.

Saya percaya, ketika hal ini dilakukan dengan serius, maka dalam waktu kurang dari 10 tahun yang akan datang, MA Roudlotul Mutaabbidin sudah punya perusahaan sendiri untuk mensupport segala kebutuhan. Dengan asumsi tiap tahun mengalami peningkatan modal, dan perusahaan bisa melakukan ekspansi ke ranah yang lain, maka kita akan berjaya. Sekolah pun ringan memberikan beasiswa kepada siswa kurang mampu, dan menyediakan lapangan kerja bagi alumni yang potensial.

Jadi, ini adalah sumbangsih pemikiran saya untuk membangun sesuatu yang lebih realistis. Karena kumpulan alumni bukan anak kecil lagi, saya yakin masukan dan saran teman teman lainnya akan dapat membuat perubahan lebih besar lagi.

2015-07-28

Menciptakan Media Online

Hal yang paling mencengangkan sekarang ini adalah kemudahan dalam membuat media online. Tidak ada orang yang menyangka bahwa membuat dan menciptakan media begitu mudahnya. Bagi pekerja media, tentunya ini adalah tantangan yang menjengkelkan karena pesaing akan semakin banyak, yang disaat sama, mereka tidak memiliki kredibilitas yang memadai.

Sebagaimana diketahui, bahwa membuat media online tidak membutuhkan modal besar sebagaimana media lainnya. Tidak ada biaya membeli alat percetakan seharga miliaran rupiah, dan bagi media elektronik adalah membeli peralatan teknis yang juga bisa mencapai miliaran rupiah. Anda bisa membayangkan hal ini?

Kita hanya perlu menyiapkan medium berupa website yang harga domain dan hostingnya tidak lebih dari 10 juta rupiah. Sementara untuk desain website dan tetek bengeknya, kita tinggal merayu mahasiswa jurusan teknik informatika yang memiliki IPK memuaskan. Hujani dengan pujian maka ia akan bekerja sepenuh hati, lalu hargai kerja kerasnya dengan menjadikannya sebagai teman dan karyawan.

Apakah tidak perlu menyiapkan cukup uang untuk membayar gaji karyawan dan wartawan? Tunggu dulu, hal yang ingin saya tekankan adalah kita membuat media dari bawah karena kita memiliki ide banyak namun sedikit uang. Maka dari itu, saya sarankan agar menggunakan sumber daya manusia yang handal, namun meminimalisir uang yang kata orang adalah segala galanya. Semua hal baik bisa dilakukan dan tidak ada yang tidak mungkin.

Sebagai pekerja media, kita tentunya bisa mendapatkan teman teman mahasiswa yang memiliki semangat juang yang tinggi. Tinggal diiming-imingi idealisme mengenai kekuasaaan media dalam membangun peradaban, atau tumbuhkan ketidakpercayaan pada media massa mainstream yang jelas jelas tidak memihak rakyat. Ajak teman-teman dekat satu organisasi, ajak teman ngopi, dan teman naik gunung bersama yang satu pemikiran, dan kita sudah punya tim solid untuk bekerja.

Karyawan media massa semacam ini tidak usah banyak banyak. Cukup 5 wartawan untuk media online level lokal atau daerah, plus 2 redaktur dan 1 orang teknisi serba bisa (berkemampuan memperbaiki website dan jaringan internet atau kelistrikan). 8 orang ini sudah lebih dari cukup untuk menjadikan media online tersebut besar dan memiliki kredibilitas berita yang menjanjikan -tentunya dengan soliditas dan sense of belonging yang tinggi terhadap media.

Adapun 5 wartawan ini bisa diplotkan sesuai kategori pemberitaan. Misalnya kategori kriminal, pemerintahan, ekonomi bisnis, pendidikan, lingkungan, dan lain sebagainaya. Atau bisa juga dipilih berdasarkan area peliputan, yang biasanya dibagi berdasarkan kawasan tertentu, misalnya satu kecamatan satu wartawan. Namun tidak harus saklek, bisa saja satu wartawan memegang dua kategori pemberitaan sekaligus disesuaikan dengan kondisi peliputan.

Dengan kondisi tim redaktur yang hanya 2 orang, maka tentunya tumpuan besar ada di wartawan. Mengapa? karena jika wartawan tidak banyak membuat kesalahan dalam beritanya, maka redaktur tidak akan susah payah. Yang artinya, tidak akan banyak berita yang kecolongan ; baik kecolongan secara teknis atau prinsipil. Di sinilah wartawan harus memiliki kemampuan standar sebagai penulis sekaligus first editor.

Nah bila kemampuan wartawan dirasa masih belum standar dan terlalu sering membuat kesalahan, maka harus di gembleng secara serius. Pelatihan dan workshop kudu sering diadakan untuk memperbarui kemampuan kepenulisan sang wartawan. Pilihan terakhir bila wartawan terlalu begok, ya kudu berani mengambil langkah pemberian surat keluar dengan cara yang paling baik. Kita tidak boleh membangun jaringan musuh, karena itu adalah lumpur hidup bagi media baru. Namun kita juga jangan memelihara teman yang mendatangkan kerugian yang teramat besar.

Setelah beres dengan persoalan kapabilitas wartawan, selanjutnya mari melihat kinerja redaktur. Karena sudah menjadi redaktur, maka sudah seharusnya mahir dalam bidang jurnalistik, minimal secara praktis. Kalau secara teoritis juga berkemampuan, maka itu adalah bonus yang luar biasa. Karena redaktur adalah tonggak terakhir dan yang paling penting sebelum berita tayang untuk publik.

Untuk 2 redaktur ini, bila persoalan kapabilitas sudah oke, bisa kita rangkapkan dengan jabatan lainnya. Redaktur satu merangkap jadi pimpinan redaksi plus redaktur pelaksana, dan reaktur satu lagi dirangkapkan pada pimpinan umum dan atau manager iklan. Menjadi pimpinan redaksi tidak akan menyita banyak perhatian karena cara kerjanya tidak jauh beda dengan redaktur. Hanya pimpinan umum dan manager iklan saja yang pekerjaanya lebih eksternal, sehingga butuh pembagian kerja yang proporsional diantara dua redaktur tersebut.

Oke, sekarang saatnya bekerja secara teknis di lapangan. Perlu diingat bahwa media online membutuhkan kecepatan, bukan kelengkapan data. Butuh beberapa kalimat saja untuk menggambarkan sebuah peristiwa sehingga pilihan bahasanya harus lugas. Bahkan wartawan online harus membiasakan diri untuk mengetik di handphone sehingga bisa tetap menulis berita dalam sebuah acara atau insiden. Jadi, tidak perlu menunggu hingga selesai suatu agenda sebagaimana media cetak dan elektronik.

Maka dari itu, tidak mengherankan bila wartawan media online bisa menulis 5 berita untuk satu peristiwa karena yang dikedepankan adalah kecepatan update. Bila ada tiga kejadian saja di satu wilayah, dan wartawan bisa mengolahnya jadi 3 berita maka dia akan menulis 9 berita untuk satu hari. 9 berita di kalikan 5 wartawan, maka media online bisa update 45 berita dalam satu hari satu malam. Ini adalah berita minimal, dan tentu saja bisa bertambah bila semangat kru tidak memudar.

Supaya lebih jelas, saya akan memberikan gambaran terkait suatu peristiwa kebakaran. Media online bisa menulis 6 berita dalam satu kejadian ini : berita kejadian, berita kerusakan, berita kesaksian, berita adanya terduga pelaku, berita himbauan pemda atau kepolisian setempat, dan di sore hari berita soal kelanjutan penyelidikan kepolisian. Silahkan melihat berita di media online seperti detikcom atau kompascom, dan bandingkan dengan media cetak : seluruh berita tersebut akan menjadi satu saja.

Soal pengiriman, wartawan harus cekatan. Tiap selesai mengetik satu berita, ia diwajibkan langsung mengirimkannya ke redaktur supaya diedit, dan diterbitkan secara langsung. Redaktur, pada tahap awal ini bisa juga berperan sebagai uploader agar efisien dan efektif. Karena jika masih mempekerjakan karyawan teknik di atas untuk pekerjaan upload yang sepele ini, akan memperlambat pekerjaan; birokrasi yang rumit.

Bila media ini sudah mampu berjalan satu bulan saja, maka ke depannya tinggal memperbaiki hal hal tambahan secara disiplin. Dalam satu bulan itu juga,  sudah ada 45 berita perhari dikalikan 26 hari, dengan asumsi satu hari disediakan waktu santai, sehingga akan ada 1.170 berita. Jika wes designnya sudah profesional, dan hostingnya berkapasitas mumpuni, maka media online profesional sudah berada di tangan anda. Tinggal mencari iklan dan dukungan dana dari advertorial, yang tentunya kita butuh membicarakan hal ini diwaktu yang lain.