Ini tentang kakak lelakiku satu-satunya. Orang yang banyak
memberiku pengalaman, pengetahuan, hingga pelajaran-pelajaran yang tak pernah
aku sadari. Dia temperamental, mencoba rasional tapi lebih sering terjebak
dalam dogma agama, mencoba memahami sesuatu tapi sering terjebak dalam
pikirannya sendiri. Terlepas dari semua ketidaktahuanku akan dia, aku merasa bahwa dia adalah sosok yang
mencoba berada di tengah-tengah suatu kaum. Dia ingin menjadi NU sepenuhnya.
Kadang ia punya prinsip, tugas seorang manusia hanyalah
menyampaikan sesuatu yang benar. Ketika kebenaran
telah disampaikan dan orang lain tak menerimanya, itu sudah tidak menjadi
kewajibannya lagi. Tapi kadang ia berprinsip, penyampaian suatu kebenaran lebih
dibutuhkan dari pada kebenaran itu sendiri. Sehingga, saat orang menyampaikan
suatu kebenaran, harus dengan cara-cara yang kebenaran itu bisa diterima.
Tapi semua itu tak pernah mengejutkanku karena dalam pergulatan
pikirannya, aku selalu berada di sana –setidaknya menurutku begitu. Yang membuat
mataku terpejam dan berdoa keras-keras adalah karena ia polio. Kaki kirinya
mengecil dan tidak tidak bisa dipakai berdiri. Kaki kirinya bisa merespon
sentuhan tapi tidak kokoh. Kaki yang selalu menjadi perhatian dan tanda tanya
bagi anak kecil yang polos.
Waktu kecil dulu, dialah yang mengajakku kemana-mana. Tentu saja
aku menjadi supir sepeda ontel. Dia orang yang hobi bicara, hobi bercerita,
hobi menanggapi sesuatu, dan hobi yang berkaitan dengan mulut. Sehingga kita
sedikit banyak akan cepat akrab dengan dia sekaligus mengetahui pikiran-pikirannya.
Sebagai supir dan adik, dulu aku hanya mendegar apapun darinya. Aku hanya akan
mengantarkan kemanapun ia pergi.
Dari Lamongan ke Tuban, aku pernah menjadi supir sepeda
ontelnya. Melewati belantara hutan, jalan setapak, jalan menanjak, kerikil
jalanan, bebatuan, dan semua jalan yang bisa diceritakan sudah aku lewati. Rupanya
ia hobi jalan-jalan. Dengan caranya mengajak dan berbicara itu, aku yakin
banyak yang ditularkannya kepadaku. Bisa jadi, hobiku jalan-jalan menular
darinya.
Begitulah hingga aku kemudian keliling Indonesia, dan di
suatu tahun 2013 aku berada di Jayapura. Ayahku memberi kabar bahwa kakakku
sudah punya sepeda motor roda tiga. Uangnya, menurut ayahku, tentu saja dari
dia. Sementara dari kakakku, itu uang dari dia sendiri. Dan aku boleh saja
berasumsi, itu uangku dan uang ibuku. –kalimat terakhir tidak usah dipercaya–. Intinya,
dari Lamongan kakakku sudah berani naik
sepeda motor sendirian ke Tubah untuk beberapa bulan.
Lalu tiba-tiba, suatu ketika ayahku memberitahukan, kakakku
yang polio ini sudah berada di Surabaya menggunakan kendaraan belalang tempur
itu. Aku kembali terkaget-kaget dan bertanya-tanya, apakah yang sedang terjadi?
Ternyata ia berada di Surabaya dalam waktu yang lama, dan katanya: ia telah
berhasil. Hingga aku pulang ke Jawa, aku tahu bahwa ia telah merantau dan
berhasil memperoleh penghasilan yang luar biasa.
Ia bekerja sebagai tukang pijat dan mendapatkan penghasilan
perbulannya seperti pegawai tingkat menengah. Bagiku, ini adalah kabar yang
maha besar. Suatu kisah yang diciptakan tuhan, dan aku selalu bersyukur untuk
itu. Karena dalam bayanganku dulu, aku akan menanggung seluruh beban keluarga. Mulai
orang tua, ketiga kakakku, dan dua adikku. Mungkin kakakku satu ini hanya berfikir:
paling tidak aku tidak menyusahkan orang lain. Dan itu adalah pemikiranku sejak
SD hingga di perguruan tinggi.
Ternyata kakakku yang polio ini menunjukkan bahwa kecacatan
tidak membawa pada kesengsaraan terus menerus. Ia persis seperti tokoh-tokoh
video Youtube yang menginspirasi orang lain karena kecacatannya. Semacam tulisan,
dia adalah orang cacat tapi bisa
mencukupi kehidupannya sendiri. Dia mampun berhasil dengan kemampuan yang ia
miliki. Lalu kenapa kalian yang normal tidak bisa bekerja lebih dan
menghasilkan sesuatu yang lebih besar seperti orang cacat itu? Sering kan
mengetahui hal ini?
![]() |
Dan puncaknya hari ini, kakakku tiba-tiba memberi kabar
sudah berada di Jember dengan belalang tempurnya. Kendaraan yang banyak
menyusahkannya, dan banyak membawanya ke pengalaman baru. Tampaknya ia
memutuskan akan tinggal di Jember dan meninggalkan Surabaya. Jarak Lamongan
Surabaya adalah 3 jam sepeda motor kecepatan normal. Jarak Lamongan ke Jember adalah
6 sampai 7 jam berkendara. Sungguh, aku terkesiap dan menunggu apa rencana
tuhan selanjutnya. Tentu saja aku bahagia dan berteriak keras-keras.
Aku memang tidak tahu apa dan bagaimana akhir kisah ini. Tetapi
sebagai adik yang punya cita-cita yang luar biasa tinggi, kakakku yang satu ini
membuatku terus bergelora. Ia akan berusaha dengan dirinya sendiri. Ia tidak harus
menanggung beban keluarga besar yang kebutuhan duitnya melonjak terus menerus. Ia
sudah cukup diberi ujian cacat sehingga pantas untuk bahagia. Karena bagi
sebagian yang lain, kecacatan akan mematikan cita-cita hingga berakhir bunuh
diri.
Itu adalah kisahnya, yang dalam perjalanannya banyak
mendewasakan dan membuatnya belajar terus menerus. Sekarang memang giliranku,
selalu akan menjadi giliranku.
0 comments:
Posting Komentar
semoga artikel ini berniat baik pada pembaca, komentar pembaca akan membangun blog ini.