Ia menundukkan kepala. Di seberang meja dalam sebuah acara
resmi. Senyumnya sesekali kepadaku. Ia adalah mantan kawanku, yang kini kawanku
itu duduk di sebelahku. Kawanku ini sosok yang bagi sebagian besar perempuan,
adalah lelaki keren. Wajahnya ganteng, puisinya jago, paling kinclong kalau
sudah dandan. Tentunya, kemampuan otaknya membesar karena teman-temannya tidak
sejago dirinya. Minunsnya hanya satu: dia sudah menikah.
Sementara perempuan di seberang meja adalah remaja centil
yang digemesin banyak orang. Entah
bagaimana hubungan mereka itu tiba-tiba selesai. Karenanya, siang ini terjadi kecanggungan
yang hendak ditepis dalam diam keduanya. Mereka berhasil, untung saja. Meskipun
aku melihat isyarat-isyarat yang tak bisa dijelaskan. Sehingga tiba-tiba aku
ingin bertanya pada mereka, bagaimana kita bisa berhadapan dengan mantan?
Menghadapi mantan, sebagian besar perempuan akan kesulitan,
berbeda dengan lelaki. Karena seorang perempuan lebih bisa menghargai sebuah
hubungan dibandingkan dengan lelaki. Lelaki melihat semua dari kacamata
pragmatis –kesenangan sementara pun menjadi jujugan lelaki. Padahal perempuan
menikmati hubungan sebagai sebuah kesenangan jangka panjang, yang kalau bisa,
akan dibawanya hingga mati.
Klaim-klaim dalam tulisan ini tak terbantahkan bagi diriku
sendiri. Kita akan melihat bagaimana perempuan ketika berbicara dengan
temannya, menggunakan sentuhan, usapan, pelukan, dan bermacam gaya untuk
menguatkan sebuah hubungan. Bahkan saat mereka berbicara banyak, curhat,
meracau, itu adalah cara mereka menjalin hubungan. Hubungan bagi perempuan,
adalah keniscayaan.
Lelaki, memiliki hubungan untuk sesuatu yang lebih janggal.
Bersama kawan-kawannya, kebanyakan digunakan membahas sesuatu yang aneh, body
seksi seorang wanita, lelucon seksual, kata-kata kotor, dan tertawa
terbahak-bahak di sebuah warung kopi. Lelaki tak menggunakan sentuhan karena
itu hal yang aneh. Ketika temannya curhat pun, kebanyakan lelaki akan diam,
tertegun, dan langsung memberikan jalan keluar.
Dari dua sifat berbeda ini, seharusnya hubungan antar mantan
akan sangat sulit bagi seorang perempuan. Meskipun kalau mau dibantah, ada-ada
saja lelaki yang lebih terluka dibandingkan dengan perempuan saat putus cinta;
atau ketemu mantan. Dari gambaran besar itu, saya ingin mengerucutkannya
menjadi sebuah kesimpulan yang sebenarnya mendekonstruksi apa-apa yang ada di
atas, yaitu kesakitan putus cinta dan kegalauan bertemu mantan, akan lebih berat dirasakan oleh salah seorang yang menaruh hubungannya sebagai ‘segalanya’.
Besar kecilnya rasa galau ini ditentukan dari konsep dirinya.
Dalam konsep diri, kita diberikan clue, bahwa pandangan kita terhadap diri
sendiri salah satunya karena bentukan lingkungan luar. Kekasih adalah
lingkungan luar. Masalahnya, kekasih lebih sering dibela mati-matian
dibandingkan keluarga atau teman-teman
lain. Ketika mendapat penolakan, kita akan rela meninggalkan semuanya demi
kekasih.
Sehingga, ketika kekasih telah membentuk konsep diri kita
sedemikian rupa, maka kita akan bergantung kepadanya. Tinggal menunggu waktu
hingga kita sakit hati karena manusia berubah. Manusia yang tak berubah adalah
batu. Karenanya, konsep diri dan penilaian tentang diri sendiri harus dibentuk
dengan kesadaran. Sadar dengan kelebihan, kemampuan,: sadar dengan teman dan
musuh: sadar dengan kondisi ekonomi dan sosial, maka konsep diri kita tidak
akan berpengaruh terhadap ada tidaknya orang lain.
Dalam konsep diri ada komponen bernama harga diri atau self
esteem. Harga diri juga bisa didapat dari orang lain. Misalnya perasaan
dihargai, dipuji, dan dihormati. Bila kita dihargai sejak kecil, harga diri
kita akan naik. Bila harga diri naik, maka kita akan hidup dalam kepoisitifan;
bahagia dan menyenangkan. Hal itu berbeda saat kita hidup dalam kecemburuan dan
dibenci orang orang lain. Kita akan murung, mudah marah, penuh aura negatif,
dan hidup tidak bahagia. Nah masalahnya, kepada siapa kita meletakkan harga
diri itu? Jika kita meletakkan harga diri dan penilaian pada pasangan, maka
kita akan celaka. Khususnya saat pasangan sudah menjadi mantan.
Begitulah, bagaimanapun lelaki dan perempuan berhubungan,
siapa yang paling besar terpengaruh dengan hubungan itu, akan menjadi orang
yang paling tertekan. Karena itu, meskipun kita sudah memiliki kekasih,
hiduplah untuk sesuatu yang lebih besar. Tidak bisa kita memutuskan tujuan
bahagia kita adalah kekasih itu sendiri. Kekasih adalah teman seperjuangan
menuju kebahagiaan. Bila kebahagiaan tidak dapat diraih bersama kekasih, maka
berpisah adalah jalan terbaik.
Nah, bagaimana saat kita bertemu mantan? Cobalah percaya
diri, bahwa kelebihanmu tidak ditarik seluruhnya oleh dia. Kita masih punya
semiliar pesona untuk mendapatkan kekasih baru. Kita masih punya sejuta
kesempatan bahagia bersama siapapun. Asalkan kita bahagia, apa saja patut
dipertaruhkan. Maka, bye bye mantan.
0 comments:
Posting Komentar
semoga artikel ini berniat baik pada pembaca, komentar pembaca akan membangun blog ini.