"A young man and woman meet on a train in Europe, and wind up spending one evening together in Vienna. Unfortunately, both know that this will probably be their only night together,".
Salah satu film romantis terbaik adalah Before Sunrise yang
dirilis tahun 1995. Film ini, memiliki imajinasi dan percakapan yang indah
terkait dua orang asing bertemu di sebuah kereta, lalu memutuskan untuk
menghabiskan malam Bersama di Vienna. Dalam kehidupan nyata mungkin tidak akan
pernah terjadi, terkhusus bagi kita yang memiliki wajah medium ugly ke
bawah. Dan jika kita ganteng sekalipun, cantik sekalipun, kebanyakan entah
bagaimana, wajah semacam kebanyakan sok tidak butuh orang sehingga tidak mungkin
menyapa orang asing dan menawarkan kata-kata manis untuk berkencan.
Di Film ini, Jesse, pemuda Amerika yang menjalani kisah
percintaannya yang rumit dan sedang mengajar pesawat murah agar bisa pulang ke
negaranya; lalu Celine mahasiswi yang sedang perjalanan balik ke kampusnya di Sorbonne,
Perancis. Ibaratnya pemuda urakan bertemu dengan cewek manis. Jesse yang sedang
membaca Klaus Kinski berjudul All I Need is Love, gelisah
karena ingin menyapa gadis di seberang yang sedang membaca Madame Edwarda/Le
Mort/Histoire de I’oeil. Ini adalah momen, "sekarang lah saatnya,
bodoh. Jangan hilangkan kesempatan!". Momen ini tidak datang setiap saat,
sehingga kita juga mestinya harus mengambil momen itu selagi bisa. Lalu cerita
bergulir dari satu keindahan ke keindahan lainnya.
Keindahan film ini adalah pada imajinasi no plot dan mengalirnya
dialog diantara kedua aktornya. Kita terbuai bahwa Jesse dan Celine seperti
tidak sedang memainkan drama film tapi tampak seperti sedang hidup di dalam
film itu. Dari debar pertama kali bertemu hingga ciuman di bawah langit
gemintang, semuanya tampak normal, mengalir, dan natural. Mereka memang
terkesan membicarakan sesuatu yang ringan, tapi sesungguhnya berat jika kita
sendiri yang melakukan obrolan itu: tentang cinta, takdir, masa depan, tentang
orang tua, anak-anak, keluarga -obrolan mendalam bagi orang-orang yang
mencintai kehidupan.
Rasa film ini juga begitu intim karena kita bisa mendengarkan
seluruh percakapan yang panjang, tidak terpotong, dan mendalam. Namun bagiku, unpopular
opinion mungkin, karakter lelaki Jesse sebenarnya membosankan karena
terlalu sinis pada segala sesuatu, termasuk pada cinta. Ia banyak berargumen
yang membela kaum lelaki lebih dari yang dibutuhkan. Si perempuan romantis ini
jelas berada situasi yang berbeda dan jika kehidupan nyata pasti si perempuan
tidak akan tahan lalu kisah berakhir bahkan belum satu jam. Karena itu, fakta
lain yang menjengkelkan, adalah bahwa Celine mungkin berharap sesuatu yang
romantis dari si tampan Jesse, yang akhirnya lelaki yang memenangkan film ini.
Tapi hal itu jugalah yang membuat film ini real dan nyata. Karena
begitulah lelaki pada umumnya. Keduanya sudah punya pacar namun, seperti
kehidupan teman-temanku saat ini, pacaran tidak selalu berjalan baik. Ada
pertengkaran hampir tiap minggu, hendak putus tapi bingung nanti siapa yang mau
ngajakin jalan, siapa yang bisa diajak makan bareng, siapa yang akan menanyakan
kabar. Remaja memang ahli dalam membuat segala situasinya menjadi rumit. Tapi
ia bertahan pada kerumitan itu. Jesse dan Celine sama-sama tahu bahwa mereka
tidak mungkin bisa bersama -setidaknya ketika mereka bertemu. Tapi mereka
adalah sosok yang percaya untuk menikmati momen saat ini, sebisa mungkin.
Saya dulu bukanlah penikmat momen. Saya tipe orang yang rela tidak
bahagia saat ini demi kebahagiaan di masa depan -puasa dari kenikmatan sesaat.
Tetapi sepertinya kehidupan tidak berjalan semacam itu. Tidak semua yang menahan
kenikmatan saat ini bisa merasakan kebahagiaan di masa depan. Dunia bukanlah
tempat terbaik untuk kita berharap yang ideal. Kenikmatan yang sesaat atau
kebahagiaan abadi harus diraih sebisa-bisanya, berperang, bertengkar, adu
mulut, hingga titik darah penghabisan. Saya mengalami momen ini dan sekarang
menjadi sadar bahwa saya tidak bisa menunggu takdir begitu saja. Dan Jesse,
dipicu ingin menggapai kecantikan perempuan perancis, mencoba meyakinkan Celine
bahwa kehidupan ini begitu singkat, sehingga hari ini adalah momen
menikmatinya. Celine yakin tidak yakin, ingin mengalamai kehidupan yang singkat
itu lalu bersedia turun menjalani one night love with no sex scene
dengan Jese.
Jika melihat tata kota yang indah dalam film ini, patut saya
mengingat film keren lainnya “Midnight in Paris”. Film ini juga demikian,
semacam pameran tempat-tempat eksotis di Vienna. Mereka berjalan di jembatan
zollamtssteg yang di bawahnya mengalir Sungai Wien. Naik ke trem, dengan adegan
ketika Jesse hendak merapikan rambut Celine di telinganya, lalu masuk ke toko
kaset legendaris The Teuchtler Schallplattenhandlung und Antiquarität di
Windmühlgasse 10 lalu melakukan adegan ikonik saling menghindari tatapan.
Menggemaskan dan bikin geram.
Setelah before sunrise, sutradara Richard Linklater melanjutkan perjalanan Jesse dan Celine ke Before Sunset -sembilan tahun setelah pertemuan pertama mereka, yang tentu membuat hati saya patah hati, lalu Before Midnight, kita melihat mereka sudah menikah, sudah tua, dan saling curhat kehidupan.
0 comments:
Posting Komentar
semoga artikel ini berniat baik pada pembaca, komentar pembaca akan membangun blog ini.