2015-03-03

Ulasan Film: Before Sunrise

"A young man and woman meet on a train in Europe, and wind up spending one evening together in Vienna. Unfortunately, both know that this will probably be their only night together,".

Salah satu film romantis terbaik adalah Before Sunrise yang dirilis tahun 1995. Film ini, memiliki imajinasi dan percakapan yang indah terkait dua orang asing bertemu di sebuah kereta, lalu memutuskan untuk menghabiskan malam Bersama di Vienna. Dalam kehidupan nyata mungkin tidak akan pernah terjadi, terkhusus bagi kita yang memiliki wajah medium ugly ke bawah. Dan jika kita ganteng sekalipun, cantik sekalipun, kebanyakan entah bagaimana, wajah semacam kebanyakan sok tidak butuh orang sehingga tidak mungkin menyapa orang asing dan menawarkan kata-kata manis untuk berkencan.

Di Film ini, Jesse, pemuda Amerika yang menjalani kisah percintaannya yang rumit dan sedang mengajar pesawat murah agar bisa pulang ke negaranya; lalu Celine mahasiswi yang sedang perjalanan balik ke kampusnya di Sorbonne, Perancis. Ibaratnya pemuda urakan bertemu dengan cewek manis. Jesse yang sedang membaca Klaus Kinski berjudul All I Need is Love, gelisah karena ingin menyapa gadis di seberang yang sedang membaca Madame Edwarda/Le Mort/Histoire de I’oeil. Ini adalah momen, "sekarang lah saatnya, bodoh. Jangan hilangkan kesempatan!". Momen ini tidak datang setiap saat, sehingga kita juga mestinya harus mengambil momen itu selagi bisa. Lalu cerita bergulir dari satu keindahan ke keindahan lainnya.

Keindahan film ini adalah pada imajinasi no plot dan mengalirnya dialog diantara kedua aktornya. Kita terbuai bahwa Jesse dan Celine seperti tidak sedang memainkan drama film tapi tampak seperti sedang hidup di dalam film itu. Dari debar pertama kali bertemu hingga ciuman di bawah langit gemintang, semuanya tampak normal, mengalir, dan natural. Mereka memang terkesan membicarakan sesuatu yang ringan, tapi sesungguhnya berat jika kita sendiri yang melakukan obrolan itu: tentang cinta, takdir, masa depan, tentang orang tua, anak-anak, keluarga -obrolan mendalam bagi orang-orang yang mencintai kehidupan.

Rasa film ini juga begitu intim karena kita bisa mendengarkan seluruh percakapan yang panjang, tidak terpotong, dan mendalam. Namun bagiku, unpopular opinion mungkin, karakter lelaki Jesse sebenarnya membosankan karena terlalu sinis pada segala sesuatu, termasuk pada cinta. Ia banyak berargumen yang membela kaum lelaki lebih dari yang dibutuhkan. Si perempuan romantis ini jelas berada situasi yang berbeda dan jika kehidupan nyata pasti si perempuan tidak akan tahan lalu kisah berakhir bahkan belum satu jam. Karena itu, fakta lain yang menjengkelkan, adalah bahwa Celine mungkin berharap sesuatu yang romantis dari si tampan Jesse, yang akhirnya lelaki yang memenangkan film ini.

Tapi hal itu jugalah yang membuat film ini real dan nyata. Karena begitulah lelaki pada umumnya. Keduanya sudah punya pacar namun, seperti kehidupan teman-temanku saat ini, pacaran tidak selalu berjalan baik. Ada pertengkaran hampir tiap minggu, hendak putus tapi bingung nanti siapa yang mau ngajakin jalan, siapa yang bisa diajak makan bareng, siapa yang akan menanyakan kabar. Remaja memang ahli dalam membuat segala situasinya menjadi rumit. Tapi ia bertahan pada kerumitan itu. Jesse dan Celine sama-sama tahu bahwa mereka tidak mungkin bisa bersama -setidaknya ketika mereka bertemu. Tapi mereka adalah sosok yang percaya untuk menikmati momen saat ini, sebisa mungkin.

Saya dulu bukanlah penikmat momen. Saya tipe orang yang rela tidak bahagia saat ini demi kebahagiaan di masa depan -puasa dari kenikmatan sesaat. Tetapi sepertinya kehidupan tidak berjalan semacam itu. Tidak semua yang menahan kenikmatan saat ini bisa merasakan kebahagiaan di masa depan. Dunia bukanlah tempat terbaik untuk kita berharap yang ideal. Kenikmatan yang sesaat atau kebahagiaan abadi harus diraih sebisa-bisanya, berperang, bertengkar, adu mulut, hingga titik darah penghabisan. Saya mengalami momen ini dan sekarang menjadi sadar bahwa saya tidak bisa menunggu takdir begitu saja. Dan Jesse, dipicu ingin menggapai kecantikan perempuan perancis, mencoba meyakinkan Celine bahwa kehidupan ini begitu singkat, sehingga hari ini adalah momen menikmatinya. Celine yakin tidak yakin, ingin mengalamai kehidupan yang singkat itu lalu bersedia turun menjalani one night love with no sex scene dengan Jese.

Jika melihat tata kota yang indah dalam film ini, patut saya mengingat film keren lainnya “Midnight in Paris”. Film ini juga demikian, semacam pameran tempat-tempat eksotis di Vienna. Mereka berjalan di jembatan zollamtssteg yang di bawahnya mengalir Sungai Wien. Naik ke trem, dengan adegan ketika Jesse hendak merapikan rambut Celine di telinganya, lalu masuk ke toko kaset legendaris The Teuchtler Schallplattenhandlung und Antiquarität di Windmühlgasse 10 lalu melakukan adegan ikonik saling menghindari tatapan. Menggemaskan dan bikin geram.

Setelah before sunrise, sutradara Richard Linklater melanjutkan perjalanan Jesse dan Celine ke Before Sunset -sembilan tahun setelah pertemuan pertama mereka, yang tentu membuat hati saya patah hati, lalu Before Midnight, kita melihat mereka sudah menikah, sudah tua, dan saling curhat kehidupan.

0 comments:

Posting Komentar

semoga artikel ini berniat baik pada pembaca, komentar pembaca akan membangun blog ini.