2013-01-20

Ulasan Buku: Kejahatan dan Hukuman II


Setelah menyelesaikan Kejahatan dan Hukuman beberapa hari yang lalu, saya masih terngiang betapa kita memang memiliki sebuah naluri untuk tidak mau berbuat jahat. Dalam terminologi Freud mungkin inilah kekuatan superego itu. Entah terlepas dari segala hukum yang telah dibuat manusia, kita seakan-akan sudah di plot memiliki hati yang bersih sehingga ketika berbuat keji maka dengan otomatis hati kita akan gelisah. Itulah hukum pertama-tama, kemudian muncul ketakutan-ketakutan akan hukum manusia, lalu terakhir kegelisahan puncak; hukum tuhan.

Buku tersebut, entah benar atau tidak, saya tidak yakin sebenarnya, pantas saya masukkan menjadi buku yang wajib baca. Karena memang, buku ini bagus, tapi tidak bisa memberikan sesuatu yang sensasional kepada pembaca. Saya ulangi agar tidak salah terka, bahwa buku ini memang benar bagus, namun tidak seluarbiasa buku-buku yang membuat kita tercengang aka imajinasi penulisnya. Namun demikian jangan dibandingkan dengan buku-buku lain semacam buku detektif, misteri pembunuhan, apalagi kisah fantasi petualangan. Karena buku-buku tersebut pasti bisa membuat kita berdebar, penelikungan yang sadis, juga membumbungkan angan-angan. Intinya buku Kejahatan dan Hukuman ini berbeda, hanya bisa dibandingkan dengan buku yang sejenis, sebuah buku yang mempermainkan perasaan dan pikiran secara bersama untuk menghindari kegilaan yang tak terhindarkan.

Memang dalam buku Kejahatan dan Hukuman, kita juga merasa berdebar-debar, namun lebih kepada kebosanan kita menunggu bagaimana akhirnya. Padahal dalam pengantarnya, sudah diuraikan bahwa buku yang sedang saya baca ini telah dirangkum oleh Alice Ten Eyk dengan menghilangkan beberapa hal yang berulang, melantur dan yang tidak terlalu penting. Anehnya saya tetap merasa bahwa ada kemoloran, ada memperpanjang pembicaraan, yang akhirnya membuat otak kita lelah –benar-benar lelah. Jadi kemudian saya membayangkan buku yang asli akan berakhir seperti apa di kepalaku?

Pada bab pertama yang saya baca, saya langsung berusaha membuat overview-nya demi agar tidak kehilangan feel ketika proses membaca saya berakhir. Ini karena saya benar-benar menghargai karya ini sebagai karya yang tidak lapuk di maka usia. Saya belum pernah melakukannya, bahkan ketika membaca Musashi –novel kesukaan saya. Dan saya salah sangka jika menganggap bahwa ini adalah novel tentang perencanaan pembunuhan, ini lebih dari itu, ini adalah buku yang mengisahkan sebuah “hati” yang melakukan rencana kejahatan. Benar-benar memompa darah kita untuk alur yang tegang dan kaku. Buku ini, sedianya hanya ditulis dengan panjang-panjang demi mengejar setoran kepada editor, demi uang pastinya, namun demikian tidak mengurangi makna ketercekatan isi kepada pembaca.

Bab pertama memang tentang perencanaan pembunuhan hingga si Roskalnikov membunuh. Namun bab selanjutnya, hingga halaman terakhir adalah tentang tokoh utama yang ingin menghindari hukuman manusia. Dan dari awal kalimat di tulis dalam lembar pertama, hingga kalimat di tutup di lembar terakhir, semua menjelaskan kepada kita tentang sebuah ketakutan hidup yang luar biasa. Ketakutan yang dihadapi oleh Roskalnikov memang keji dan menyakitkan.

Seorang mahasiswa miskin, telah dikeluarkan dari kampusnya, tanpa pekerjaan, tanpa keahlian, dan menjadi tumpuan keluarganya di desa; sedang dalam waktu bersamaan, adiknya bekerja di desa hingga mendapat malu demi menghidupinya yang sehari-hari hanya meringkuk di sofa bau. Ia tertekan, ia ingin mengamuk tapi orang miskin memang tidak bisa melakukan apa-apa. Kesakitan ini terus berlanjut hingga adiknya hendak menikah dengan seorang kaya yang “sedianya berniat baik” tapi si pengarang membuatnya menjadi jahat. Roskalnikov seperti merasakan bahwa calon suami adiknya itu orang yang tidak seperti yang diharapkan oleh ibunya. Hingga pertengkaran-pertengkaran bisu terjadi, menyayat-nyayat sepi dalam tubuh kita.

Ada beberapa hal yang membuat kita orang indonesia tidak memahami bagian tertentu dari setting cerita. Saya merasakan ada sesuatu yang janggal, dan anehnya tidak hanya pada novel ini, juga pada novel-novel terjemahan yang lain. Ini saya yakin karena perbedaan culture dan kebiasaan. Misalnya saja hubungan Roskalnikov dan ibunya yang buruk tapi tidak ada pertengkaran mulut sama sekali, hanya dari hati-ke hati yang membuat saya bertanya-tanya tentang hubungan mereka. Juga beberapa hal tentang pembicaraan antara Roskalnikov dan seorang detektif kepolisian yang hendak menebak-nebak bahwa pembunuhnya adalah Roskalnikov –tapi pembicaraan mereka terkesan baik-baik saja pada suatu waktu, dan pada waktu yang lain seperti menekan-nekan. Lebih-lebih, keanehannya pada sifat temperamental Roskalnikov yang menurut saya keterlaluan (atau karena saya belum mengenal banyak orang sehingga menganggap bahwa sifat tokoh ini menjadi aneh).

Benar apa yang dikatakan oleh Nietzsche tentang Dostoyovsky ini “Dostoyevsky was the only pcychologist from whom I had anything to learn”. Tampaknya mereka berdua sama-sama orang yang memiliki kesakitan dalam pemikirannya, yang membuat kita juga merasakan sakit yang teramat sangat ketika membaca tulisan mereka. Kita manusia normal tidak akan bisa membayangkan bahwa Roskalnikov setelah kejadian pembunuha itu, saat semua orang sedang curiga kepada semua setiap orang, malah datang ke apartemen perempuan tua yang dibunuhnya, dan merasakan suasana ketakutan seperti yang pernah dialaminya. Ia bahkan membunyikan bel kamar itu, mendengarkan dengan seksama berharap rasanya sama dengan waktu ia akan membunuh. Sungguh, itu perbuatan bodoh seorang yang amat jujur.

Buku ini, kalau dipikir lebih jauh, memang seperti cermin yang menghadap ke jiwa kita sendiri. Setiap lembarannya memaksa kita bercermin, tidak kepada wajah, tapi kepada bayangan samar-samar yang ada di dasar hati. Kejujuran Roskalnikov itu, yang terasa bagai sebuah ironi, menunjukkan bahwa manusia, sejauh mana pun ia mencoba melawan kodratnya, tetap terjebak dalam perangkap hatinya sendiri. Hati yang, seperti saya sebutkan tadi, sudah diprogram untuk bersih meski manusia seringkali sengaja mengotorinya. Dostoyevsky dengan kejeniusan yang hanya bisa dimiliki oleh seorang psikolog sejati, membuat kita tidak sekadar membaca cerita, melainkan mengalami langsung setiap kegetiran dan kegelisahan yang dirasakan tokohnya. Seolah-olah, kita adalah Roskalnikov, melangkah di jalan-jalan kelabu, menatap bayangan diri yang pecah-pecah di air yang kotor, sambil terus menerus bertanya, “Mengapa hati ini tak bisa diam?”

Dalam setiap pembunuhan yang ada di buku ini, tak ada yang lebih menakutkan daripada pembunuhan terhadap nurani. Roskalnikov, pada akhirnya, bukan hanya membunuh perempuan tua dan adiknya yang malang itu, tapi juga membunuh rasa damainya sendiri. Barangkali itu sebabnya, setelah perbuatannya, ia terus-menerus menghantui dirinya sendiri, mendatangi tempat kejadian perkara, memeriksa bel pintu yang dingin itu. Hati yang penuh dosa, Dostoyevsky tampaknya ingin berkata, akan terus mencari cara untuk menyiksa dirinya sendiri. Bukankah itu juga pelajaran bagi kita? Bahwa dosa, seperti air yang membeku, selalu menyelinap ke celah-celah paling sempit di dalam hati kita dan meluas dengan pelan tapi pasti. Dan Dostoyevsky, seperti seorang peneliti jiwa, menggambarkan hal ini dengan sangat nyata, bahkan sampai ke detail yang membuat kita merasa sesak.

Tentu saja, membaca karya Dostoyevsky tidak pernah sederhana. Ia seperti menuntun kita ke jalan yang sunyi, penuh kabut, di mana setiap langkah adalah percakapan dengan hati nurani kita sendiri. Barangkali itu mengapa ia sering disebut psikolog, karena lebih dari sekadar bercerita, ia mengupas lapisan demi lapisan jiwa manusia. Dan ketika sampai di halaman terakhir, kita tidak hanya merasa telah menyelesaikan sebuah novel, melainkan seperti baru saja keluar dari sebuah perjalanan spiritual. Roskalnikov adalah kita, Dostoyevsky adalah pemandunya, dan novel ini adalah cermin retak yang memperlihatkan kita apa adanya: manusia yang rapuh, penuh luka, tapi masih tetap mencari jalan untuk menjadi baik.

0 comments:

Posting Komentar

semoga artikel ini berniat baik pada pembaca, komentar pembaca akan membangun blog ini.