Kenapa kita harus memikirkan
dunia, setelah semua ini, apa yang diharapkan dunia dari kita?
Dunia itu brengsek, kata seorang anak SMP di film pay it forward. Dan semua orang yang mendengarkan itu hanya
mengangkat bahu dan tersenyum, juga seorang wartawan yang telah mengejar anak
itu dari Newyork hingga ke California –senyum mereka berarti membenarkan, dan
kagum bagaimana anak seusia itu tahu kalau dunia ini brengsek. Kata-kata itu ia
adopsi dari guru inspiratifnya yang tiba-tiba mengajarkan bagaimana ia harus
berfikir untuk merubah dunia. Hal mustahil yang harus dibebankan kepada anak
SMP. Dan memang, dunia ini brengsek. Bahkan untuk menerbitkan kebaikan saja
kita harus mencarinya susah payah.
Dan begitulah hidup ini. Semua orang merasakan bagaimana brengseknya
sesuatu yang bernama kehidupan. Tidak ada hal yang lurus dan langsung menuju
sasaran seperti jalan tol. Hidup ini begitu mengerikan. Untuk mencapai hal yang
kita cita-citakan, membutuhkan seluruh kekuatan yang kita punya, memeras darah
kita, membanting seluruh tulang tengkorak, dan itupun kadang tidak berhasil,
tetap saja kita hidup sebatang kara seperti gelandangan. Jika sudah seperti
ini, apakah tidak boleh jika anak tersebut mengatakan bahwa dunia itu brengsek?
Dan dia pada akhirnya harus mati karena mempertahankan keyakinannya bahwa ia
mampu merubah dunia. Anak SMP itu mati, seseorang yang telah membangun jaringan
kebaikan di seluruh Amerika, mati di bunuh seorang anak seusianya. Mengerikan
bukan?
Dan jika kita telah mendapatkan semua yang kita inginkan, apakah
kebrengsekan dunia itu akan berakhir? Enak saja, tentu tidak. Dunia yang
brengsek ini tidak akan pernah berakhir. Tidak pernah, bahkan dalam mimpi
sekalipun kita tetap akan kebingungan mencari pegangan –dan kalau sudah dapat
peganganpun, ia goyah dan menjatuhkan kita ke jurang yang lebih dalam lagi.
Semua ini tidak akan selesai dengan pertanyaan atau pernyataan, ataupun dengan
belajar keras di perpustakaan, apalagi diselesaikan dengan seorang pacar yang
menggandeng tangan kita di sisi kanan, dan menggandeng orang lain di sisi kiri.
Pacar-pacar yang brengsek, yang tidak bisa dipercaya seujung rambutpun. Lagian,
kenapa orang pintar masih percaya kepada orang yang tidak memiliki hubungan
keluarga sedikitpun, kemudian mau membelikan boneka, coklat, bunga, yang bahkan
seumur-umur dia tidak pernah membelikan dirinya sendiri kesenangan model
begitu.
Richard, seorang backpacker akhirnya sampai di Thailand. Sehabis
mendapat tantangan untuk minum darah ular kobra, ia menginap di hotel murah
khas backpacker. Di sana ia melihat banyak sekali turis yang sedang melihat
bioskop, dan ia bergumam sendiri “kenapa melihat bioskop harus sejauh ini?” dan
ia memang telah memutuskan untuk memiliki petualangannya sendiri. Petualangan
yang tak akan terlupakan.
Pada fase itu mungkin kita bisa mengatakan sekali lagi bahwa dunia itu
brengsek. Masa pencarian merupakan masa yang sulit, meskipun bagi seorang
pelancong yang seharusnya menikmati perjalanannya. Richard tengah mencari
bagaimana cara memiliki petualangan itu, hingga ia ditemukan oleh seorang gila
yang mengaku telah menemukan pulau eksotis yang tidak ada tandingannya. Sebuah
pulau dengan laut yang dikelilingi oleh bebatuan terjal sehingga tidak terlihat
dari luar, dan bagian terbaiknya adalah; tersedia banyak ganja yang tidak akan
habis, yang bisa dihisap terus menerus.
‘The mad man’ diketemukan bunuh diri dengan pisau, mengiris nadinya
sendiri, dan sebelumnya telah menempelkan peta harta karun tersebut di pintu
kamar Richard. Mengajak teman kamar di sebelahnya, akhirnya Richard dan dua
orang lagi sampai di pantai tersembunyi dan hampir tertembak oleh petani ganja
yang menunggu ganja-ganjanya di sawah. Luar biasa petualangan mereka karena
tidak ada perahu yang membolehkan ke pulau tersebut sehingga mereka harus
berenang sejauh 2km.
Di sana, ternyata benar terdapat surga. Dengan cerita yang tidak
membosankan, dan akhirnya Richard menjadi pahlawan karena mampu membunuh seekor
hiu yang hendak memakan dirinya, lalu Richard pendapatkan semua yang dia inginkan;
petualangan yang menakjubkan, perempuan cantik, pemandangan spektakuler, dan
seks yang membara. Ia telah mencpai klimaks behagaiaan, dan kita tahu sejak
awal bahwa kehidupan itu brengsek. Maka si ‘brengsek’ tidak bisa membiarkan
kebahagiaan Richard terlalu lama.
Richard harus menerima hukumannya karena ia pernah membuat salinan
peta dan diberikan kepada orang lain –sementara orang itu telah kelihatan akan
menyeberang kepulau eksotis tersebut. Ia disuruh menyelesaikan kasus itu,
mengambil kembali petanya, dan tidak boleh kembali ke komunitasnya. Ia
ditinggal dipinggir pantai, ditengah hutan, sendirian, tanpa bekal, tanpa
makanan, dan pacar satu-satunya, menampar wajah Richard karena tidak terima
Richard melakukan hubungan intim dengan ketua komunitas. Maka begitulah
kehidupan membalas dendam terhadap segala kebahagiaan. (sebagai bahan
pertimbangan, baca pula buku Alexander Dumas; Monte Cristo)
Dan apakah kalian pernah mendengar sebuah buku berjudul Papillon?
Kisah seorang pemuda yang tiba-tiba di penjara tanpa salah. Hanya di penjara,
dan ia selalu mencoba kabur karena tidak bersalah. Ia selalu mencoba kabur tapi
terus saja tidak bisa. Ditangkap lagi dan lagi. Tahu kan, kehidupan itu
brengsek?
Mereka berdua harus menemukan jalan agar tidak kehilangan kewarasan;
dan jalan satu-satunya adalah menjadi orang gila. Yap, menjadi gila. Karena
hidup begitu brengsek, mengesalkan, maka gila adalah satu-satunya jalan,
satu-satunya pemikiran bebas yang masih dimiliki seorang manusia, satu-satunya
hal yang tidak akan diusik oleh kehidupan karena kehidupan sudah muak kepada
orang gila yang tidak mengejar dunia. Orang gila, asyik dengan dunianya
sendiria. Orang gila, mampu membangun dunia yang lebih baik bagi dirinya
sendiri.
Richard mengubah dirinya seakan-akan menjadi penguasa hutan. Ia
memainkan dirinya sebagai rambo, bermain game petualang dengan dirinya menjadi
tokoh utama. Ia berjalan kesana kemari, berlari-lari, sembunyi, membawa
pistol-pistolan kayu dan seakan-akan memiliki musuh yang akan di bunuh atau
membunuh. Dengan begitu, otaknya terus bekerja, dan ia tidak lekas menjadi
gila. Begitupula Papillon yang akhirnya pura-pura gila untuk menutupi
kekalutannya terhadap dunianya yang tidak pernah bisa berjalan baik meskipun ia
sudah berusaha sekuat tenaga. Ia manusia biasa yang terus berjuang, yang terus
pula mengalami nasib sial. Karena tentu saja, ia buka seorang tokoh dari novel
atau film hollywood yang tokoh utamanya selalu menang dan bahagia di akhir
cerita.
Maka dengan menjadi gila, kita akan terus memelihara otak kita untuk
bertindak layaknya orang gila, dengan itulah kita menjaga diri dari kegilaan.
Ini terdengar klise dan paradoks, namun karena kebrengsekannya dunialah kita
menjadi banyak menemukan hal-hal yang tidak sewajarnya. Hal-hal yang klise,
munafik, dan penuh dengan orang-orang hipokrit yang; selalu brengsek.
0 comments:
Posting Komentar
semoga artikel ini berniat baik pada pembaca, komentar pembaca akan membangun blog ini.