Tanpa persetujuan, kita tiba-tiba
dilahirkan dengan tanpa bekal apa-apa, telanjang, menangis, dan orang-orang
tertawa menyambut kita. Kita langsung menyandang gelar khalifatullah fil ardli serta memiliki tugas untuk memelihara alam
semesta. Satu-satunya yang harus kita syukuri adalah ;kita lahir dalam keadaan
Islam, suatu kebanggaan yang tidak pernah bisa dikalahkan oleh apapun. Saya
tidak bisa membayangkan jika kita tidak dilahirkan dalam keadaan Islam, apakah
kita akan menemukan kebenaran ajaran Islam ini sedang kita mungkin sedang
memeluk agama Nasrani, Majusi, Pagan? Saya yakin bahwa sangat sangat sangat
sulit menemukan kebenaran dalam ajaran agama orang lain.
Sebagai manusia yang dilahirkan,
kita langsung memiliki keterikatan dengan paling tidak tiga hal : vertikal,
horizontal, self. Hubungan vertikal menjelaskan dimensi tanggung jawab
kekhalifahan kita kepada Allah secara langsung. Hubungan kita dengan Allah
merupakan hubungan yang paling mutlak dan mulia. Hal ini biasanya
direpresentasikan dengan ibadah-ibadah yang telah ditetapkan kepada kita,
seperti : sholat, zakat, puasa, haji, shodaqoh, berkata baik, dan seluruh
perbuatan yang terangkum dalam akhlak-akhlak yang baik. Dimensi horizontal
menjelaskan hubungan kita dengan alam sekitar. Mulai dari alam biotik dan
abiotik. Kita sebagai khalifah harus menjaga hubungan dengan orang-orang
dilingkungan sosial, baik yang yang berinteraksi secara langsung maupun tidak
langsung. Sebagai makhluk sosial, atau dalam bahasa Aristoteles adala zoon politicon, kita tidak akan bisa
hidup sendiri. Perkara makan saja, kita akan melibatkan petani, penggiling,
distributor , dan penjual beras hingga kita membelinya.
Terakhir adalah dimensi diri atau
self, yang juga harus diperhatikan
untuk keseimbangan alam. Dimensi ini sebenarnya bisa dijadikan inti dari dua
dimensi diatas, dimana, diri memiliki peranan penting untuk menjadikan
pribadinya menghargai dimensi sosal dan vertikel. Ada qaulul hikmah yang berbunyi “man
‘arofa nafsahu, arofa robbahu” yang berarti siapa yang mengenal dirinya,
maka dia akan mengenal Tuhannya. Hal ini bisa diperluas karena orang yang telah
mengenal bagaimana Tuhannya menciptakan dirinya akan menjadi mafhum untuk
meningkatkan hubungannya dengan lingkungan sosialnya.
Ketiga hal tersebut haruslah kita
jalankan secara seimbang demi kemuliaan kita menjadi khalifah. Jalan
satu-satunya untuk menyeimbangkan ketiga dimensi tersebut adalah dengan kasih
sayang yang utuh. Ya, kasih sayang. Karena Allah sendiri, dengan kasih
sayangnya telah menciptakan manusia untuk mengesakanNya. Begitu juga dengan
penciptaan Sayyidina Muhammad, denga kasih sayang Allah menjadikan beliau nabi
terbaik, yang dengan kasih sayang juga, Nabi Muhammad menyebut kita dalam
kalimat terakhir sebelum beliau wafat.
Mengapa kasih sayang menjadi
kunci utama dalam penciptaan harmonisasi tiga dimensi tersebut? Karena kasih
sayang telah terkodekan dalam kalimat yang setiap hari kita sebutkaan, yang
mana, kalimat itu menjadi hal sunnah untuk diucapkan sebelum melakukan segala
sesuatu. Bismillah arrahman arrahim, yang
artinya : Dengan menyebut nama Allah yang maha pengasih lagi maha penyayang.
Lihat ada kata pengasih dan penyayang yang berasal dari kata kasih dan sayang.
Disana ada makna tersembunyi yang hanya diketahui oleh santri-santri yang
mengaji nahwu shorof atau orang umum
yang mengaji tafsir.
Ar Rahman diartikan sebagai pengasih yang berarti, rasa kasih Allah
itu sepanjang masa di dalam dunia dan di akhirat yang diperuntukkan bagi orang
Islam da non Islam. Di alam dunia, Allah mengasihi semua makhluknya tanpa
terkecuali. Baik itu kita sebagai orang muslim ataupun kepada binatang yang
tidak diketahui agamanya. Begitu pula, rasa kasih Allah meliputi orang-orang
Nasrani, Yahudi, Budhis, Hinduis, Sinto, dan lain-lain, bahkan Atheis. Lihatlah,
mereka juga bisa makan enak, merasakan nikmat dunia yang besar. Mereka kaya,
mereka menguasai barang-barang kebutuhan kita, mulai Sabun mandi hingga barang
tambang.
Mengapa orang yang tidak taat
kepada Allah banyak yang lebih kaya secara materi dari pada orang muslim?
disinilah jawabannya. Karena ia menerima Kasih Allah. Ia hanya diberikan rasa
kasih Allah sebagai Tuhan semesta Allah selama di dunia ini. Sedangkan orang
muslim, atau orang-orang yang taat kepada Allah kebanyakan hanya diberikan
materi yang sedikit. Ini adalah bentuk ujian selama di dunia. Karena “addunya sijnul mukminin” dunia adalah
penjaranya kaum mukmin (orang-orang yang beriman kepada Allah). Sehingga dengan
ujian itulah, nantinya, di akhirat, ketika hari pembalasan tiba, orang mukmin
akan benar-benar kaya.
Kedua, Ar Rahim, memiliki arti penyayang di akhirat saja. Hanya di akhirat
dan hanya diperuntukkan untuk orang-orang muslim. Jadi, ketika di dunia kita
tidak diberikan materi yang cukup oleh Allah, maka yakinah bahwa itu merupakan
ujian yang akan digantikan dengan yang lebih baik di akhirat. Ar rahim hanya diperuntukkan bagi kita,
umat muslim yang ridlo denga ketentuanNya selama di dunia ini. Jadi, ini juga
menjawab pertanyaan mengapa orang Islam diciptakan lemah hartanya.
Jadi bisa kita anggap dalam
mengaktualisasikan kasih sayang tersebut di dunia nyata adalah, bahwa makna
sayang itu lebih dalam dan sangat personal dibandingkan dengan kasih. Kita bisa
memberikan sedekah kepada pengemis dengan rasa kasih saja, tidak dengan sayang.
Namun jika dengan anak-anak yang lahir dari rahim kita, maka kita akan
memberikan segala sesuatu dengan rasa sayang. Ketika kita menyayangi seseorang
maka apapun akan kita kasihkan demi orang tersebut. Sampai disini, kita akan
menemukan sebuah logika antara manusia dan Allah mengenai doa dan pengabulan
doa.
Ketika Allah menyayangi kita, maka
segala doa akan dikabulkan selekas-lekasnya. Namun jika karena doa tersebut
kita akan menjadi kufur terhadapnya, maka bukan hal yang mustahil Allah akan
menyimpan doa tersebut untuk dikasihkan kepada kita esok di akhirat. Logika ini
hampir sama dengan cerita antara kita dan anak-anak kita. Anak yang berusia 10
tahun, ketika meminta sepeda motor tentu tidak akan serta merta kita kabulkan
meskipun kita sangat menyayanginya. Namun kita tolak dengan halus dan berjanji
esok ketika usianya telah mencukupi, anda akan membelikannya.
Dengan adanya kasih sayang ini, kita
akan mampu menjadi khalifah yang penuh dengan keseimbangan. Dalam hubungan
vertikal dengan Allah, kita bisa saling menyayangi sebagaimana sepasang
kekasih. Kita tidak akan pernah berburuk sangka kepada Allah, kita juga tidak
akan menyia-nyiakan titipan Allah seperti anak-anak, istri, harta, dan seluruh
pangkat jabatan selama di dunia. Dengan sayang yang besar, kita akan percaya
bahwa hanya kepadaNyalah menyembah serta memohon pertolongan.
Begitu pula hubungan kita dengan
diri sendiri dan orang lain. Dengan adanya kasih dan sayang ini, kita tidak
diperkenankan tidur berhari-hari demi pekerjaan yang menumpuk. Kita juga harus
makan makanan yang bergizi, empat sehat, lima sempurna, dan enam halal. Itulah hak
tubuh dan kewajiban kita terhadap diri sendiri. Sedangkan hubungan dimensi
sosial (horizontal) dengan kita ketika kasih sayang sudah melingkupi adalah
adanya timbal balik harmonis dan simbiosis mutualisme. Kita sebagai makhluk
sosial harus mengasihi sesama manusia, dan jika kita sesama muslim maka saling
sayang menyayangilah tanpa pamrih.
Sungguh, jika rasa kasih dan
sayang sudah menjelma, maka kita akan mampu saling mencintai karena Allah, dan
saling membenci karena Allah. Dimana posisi keduanya begitu tinggi dihadapan Allah.
20 Februari 2012
0 comments:
Posting Komentar
semoga artikel ini berniat baik pada pembaca, komentar pembaca akan membangun blog ini.