Identitas Buku
Judul Buku :
Perkembangan Teknologi Komunikasi
Penulis : Nurudin
Penerbit :
Rajagrafindo Persada
Tahun Terbit :
2017
Jumlah halaman : XV + 217
Pemikiran paling fenomenal yang
sering dikutip untuk membahas perkembangan teknologi manusia adalah Marshall
McLuhan (1911-1980). Konsepnya tentang determinisme teknologi membuatnya
dikenal karena telah menyadarkan banyak orang bahwa kehidupan manusia salah
satunya dibentuk dan ditentukan oleh teknologi. Padahal sebelum McLuhan mempopulerkan
konsep itu, banyak pemikir yang sepakat teknologi dikendalikan oleh manusia
bukan malah sebaliknya.
Penggunaan teknologi oleh manusia
sangat menentukan bagaimana mereka bertindak. Penggunaan smartphone yang massif di zaman modern, membuat orang lebih sedih
kehilangan telepon selulernya dibanding kehilangan dompet berisi uang. Di zaman
tribal (kesukuan), orang-orang sering
berkumpul untuk berinteraksi dan membicarakan berbagai persoalan. Sedangkan zaman
sekarang, orang-orang lebih suka melakukan meeting
melalui group dan jarang bertemu secara langsung untuk membicarakan sesuatu.
Untuk memahami peradaban manusia
yang bergerak cepat, maka kita juga harus memahami perubahan teknologi. Ini
adalah salah satu cara untuk bertindak tepat, efektif, dan efisien dalam
berbagai lini. Dalam dunia pendidikan, pengajar sudah menggunakan teknologi
komputer untuk membuat siswa lebih mudah memahami pelajaran. Di dunia bisnis,
orang tidak lagi melakukan jual beli secara berhadap-hadapan, tetapi cukup
dengan aplikasi di dalam smartphone.
Siapapun dan apapun yang tidak mengikuti arus perubahan teknologi, dipastikan
gulung tikar sebagaimana yang dialami Kodak, Nokia, dan raksasa Yahoo.
Dalam konteks inilah, buku
“Perkembangan Teknologi Komunikasi” yang ditulis Nurudin, sangat penting untuk
dijadikan rujukan pengetahuan, baik sebagai bahan bacaan diwaktu senggang,
maupun bahan ajar perguruan tinggi. Pengarang buku ini telah melakukan riset
awal bahwa bacaan tentang perkembangan teknologi di bidang komunikasi jarang
ditemukan pada khazanah perbukuan Indonesia. Karena itu, kerja keras dosen
Universitas Muhammadiyah Malang (UMM) ini patut diapresiasi karena turut
membangun suatu peradaban yang dikatakan McLuhan sebagai ‘literature age’.
Buku yang diterbitkan
Rajagrafindo Persada ini juga memuat informasi lengkap tentang perkembangan
teknologi. Mulai dari alasan mempelajari perkembangan teknologi, pengertian-pengertian
yang mengantarkan pada Teori Determinisme Teknologi, hingga faktor yang
memengaruhi perkembangan teknologi. Nurudin juga memaparkan pendekatan untuk
mempelajari tekonologi komunikasi, misalnya dengan pendekatan Dystopian yang paranoid terhadap perkembangan
teknologi, pendekatan Neo-Futuris
yang optimis bahwa teknologi adalah suatu keniscayaan sehingga harus diterima
kehadirannya, atau dengan pendekatan Teknorealias
yang mengkompromikan ketakutan dan optimisme terhadap teknologi.
Selain itu, Nurudin juga menulis dengan
bahasa yang mudah dipahami terkait empat gelombang perkembangan teknologi
komunikasi. Mengapa ini penting diketahui? Karena sekali lagi : “Sejarah teknologi komunikasi sejalan dengan
peradaban manusia. Dengan kata lain, saat kita menceritakan perkembangan
teknologi komunikasi, berarti juga bercerita tentang sejarah perdaban manusia,
begitupun sebaliknya,” (halaman: 25).
Gelombang pertama tahun 8.000-7000SM. Manusia masih
berkomunikasi secara interpersonal (tatap muka) untuk membangun pengertian
sosial. Guna memudahkan kehidupannya, manusia zaman ini baru dalam tahap
menggunakan tenaga hewan selain tenaganya sendiri. Gelombang kedua berada di tahun 1.700SM-1970 yang ditandai dengan
munculnya revolusi industri. Mesin-mesin banyak diproduksi untuk keperluan
industri, kesehatan, hingga pendidikan. Mobilitas manusia pun semakin cepat
dengan dukungan transportasi.
Gelombang ketiga terjadi pada tahun 1979-2.000M
yang juga disebut era informasi. Pada
gelombang ini, manusia sudah berfikir untuk mencari sumber energi terbarukan (renewable energy), termasuk penggunaan
satelit komunikasi yang memunculkan internet sebagai awal revolusi komunikasi. Gelombang terakhir adalah masa
kontemporer atau saat ini yang memunculkan istilah global village (McLuhan) atau electronic
cottage (Alvin Toffler), ditandai dengan media sosial yang memegang peranan
penting dalam perubahan masyarakat.
Jika kita mampu memahami buku
ini, bukan tidak mungkin kita akan tahu bagaimana cara membangun komunikasi
yang efektif, baik bagi pendidik, pegiat sosial, hingga politisi. Karena
penjelasan di dalamnya jelas dan lengkap, apalagi menggunakan bahasa popular
yang jarang digunakan dalam buku teks perkuliahan. Pembahasan tentang Teknologi
Komunikasi dan Masyarakat Maya di Bab 7 misalnya, berisi informasi terbaru
mengenai ciri-ciri masyarakat maya, dampak, hingga kekuatan masyarakat maya.
Dengan memahami ini, niscaya kita akan mampu merebut perhatian generasi milleneal yang lebih banyak mengakses
media online dan media sosial.
Sisi menarik dari buku ini tidak
hanya mengantarkan pemahaman pembaca pada pengertian-pengertian sempit sebuah
teknologi, tetapi juga pada analisis persoalan sosial, budaya, ekonomi, hingga
pendidikan yang diakibatkan oleh perkembangan teknologi komunikasi. Nurudin
banyak mengutip pendapat pakar untuk menguatkan setiap analisisya sehingga buku
ini bisa dijadikan rujukan yang terpercaya. Data-data dari berbagai sumber pun
menyebar di seluruh halaman guna memberikan gambaran utuh sebuah wacana
mengenai peradaban manusia yang dinamis.
Contoh dampak sosial yang
diberikan Nurudin akibat perkembangan teknologi ini adalah teratasinya ruang
dan waktu. Saat ini, orang tidak perlu bertemu untuk menjalin komunikasi yang
intens. Kedua, manusia mulai akrab
dengan benda, yang bisa dilihat bagaimana orang-orang di tempat umum yang
selalu memainkan gadgetnya, tanpa memperhatikan orang di sekelilingnya. Ketiga, tidak hanya akrab dengan benda, manusia
saat ini juga memiliki ketergantungan yang tinggi pada teknologi.
Nurudin mencoba memberikan latar,
contoh, hingga solusi bagaimana cara mengatasi efek negatif dari sebuah
teknologi. Solusi ini tidak hanya penting untuk diajarkan kepada mahasiswa di
perguruan tinggi, tapi penting untuk diberikan kepada setiap remaja. Misalnya, Nurudin
menawarkan solusi menggalakkan literasi teknologi, yang berarti mengajarkan
kemampuan untuk memahami, menggunakan, mengatur, dan menilai teknologi yang
melibatkan proses dan ilmu pengetahuan dalam usaha memecahkan masalah serta
memperluas kemampuan manusia. (Halaman 128).
Solusi lain adalah mendorong
pemerintah untuk mengatasi dampak teknologi yang membahayakan. Menurut Nurudin,
pemerintah memiliki daya paksa terhadap individu maupun kelompok yang ada di
Negara Indonesia, baik melalui aturan-aturan maupun kebijakan turunan dari
aturan tersebut. Peran negara yang minim untuk mengatasi persoalan negatif
teknologi ini tampaknya membuat geram penulis:
Kegandrungan pada teknologi yang diproduksi bangsa asing bisa
diatasi dengan kemampuan bangsa sendiri menciptakan teknologi. Namun lagi-lagi,
ini membutuhkan peran pemerintah dalam menghargai produk-produk bangsa sendiri.
Tidak sedikit dari penemuan bangsa sendiri, justru kemudian dibawa ke luar
negeri karena di dalam negeri tidak dihargai (Halaman 130).
Terakhir, yang bisa kita peroleh
dari buku ini adalah kemampuan menjadi cenayang
yang bisa meramalkan masa depan. Bahasa ilmiah untuk orang yang bisa meramalkan
masa depan menggunakan metode ilmiah adalah futurolog.
“kita bisa mengidentifikasi berbagai
perubahan kaitannya dengan penerimaan, dampak, peluang, dan persaingan ekonomis
di masa datang,” (halaman 6). Sebab itu, bagi orang yang berkepentingan
terhadap perubahan sosial, ekonom, pendidik, dan secara khusus kepada akademisi
dan praktisi ilmu komunikasi, buku ini bisa menjadi bacaan wajib yang
mengenyangkan.
Tulisan ini pernah dimuat di Malang Post, 2017.
0 comments:
Posting Komentar
semoga artikel ini berniat baik pada pembaca, komentar pembaca akan membangun blog ini.