2016-09-17

Puisi: ramadan, musim rindu, dan seterusnya


ramadan

mungkin aku hanya akan berdiri. menangkupkan telaga dari jemarimu yang telah menyaksikan lorong-lorong gelap. kisahku dan kamu. dengan nafas terbata dan gigil bertalu.

atau, mungkin aku akan berlari. karena seribu bunga api, mabuk dalam suara-suara kedap udara dari rongga dadamu. ujung sepi, kita tenggelam sama-sama. berseru dan menangis.

kita saling melukis hikayat. tapi sumpahmu tetap kekal, karena doa-doaku tak letih menyelinap dalam janji. jadi, hanya akan ada rindu dan derap yang saling menyapa 

-lalu gelap, tirai mulai turun dari gerimis yang menyembuhkan segala cerita. sore nanti.
4 Juni 2016

musim rindu

aku berdesing dalam ribuan musim dingin
menghalau seluruh rindu yang kau tumpah-tumpahkan
dari langit, aku sembahyang di puncak ngilu
seperti pertapa yang luka, seperti burung yang mengigau
betapa sarang masihlah mimpi yang tak terlampau tinggi
11 September 2016

warna matahari

kau akan kubangun dari warna matahari, di suatu pucuk pohon yang penuh dengan kenangan, pada malam ke empat puluh saat dansa kita menafaskan satu kata-satu nama, lalu bergegas menjadi tertawaan gila pelalu lalang. kau kubangun dari kelindan kata-kata yang penyelesaiannya membutuhkan waktu selamanya.
15 September 2016

gemuruh

aku terlunta-lunta mengejar nama-nama dunia yang telah terciptakan dari huru-hara; bahasa yang terbagi-bagi dari dirinya sendiri, pikiran-pikiran yang menyelinap menjadi penanda petanda dan simulakra, mitos-mitos, riuh dalam lembar asing kosakata yang berakhir pada pengerdilan pengetahuan.
17 September 2016



0 comments:

Posting Komentar

semoga artikel ini berniat baik pada pembaca, komentar pembaca akan membangun blog ini.