"kau salah jika berfikir bahwa kebahagiaan hidup berasal dari hubungan sesama manusia. Tuhan meletakkannya di sekitar kita, ada dalam segalanya. Ada dalam apapun yang dapat kita alami. Orang hanya perlu mengubah cara mereka melihat hal-hal tersebut" -into the wild,
Kadang
kita memang harus tidak peduli dengan semua hal yang ada di dunia ini.
Berhenti menjadi shalih lalu mencoba memusuhi seluruh manusia yang
jelas-jelas tidak berhak dipanggil manusia. Kita kemudian menjadi resi
atau menjadi pendeta yang tidak pernah berkonotasi negatif pada
ketamakan dan kesombongan. Karena menjadi Kiyai sudah jamak salahnya,
sinetron telah mempertontonkan hal tersebut dengan brutal sekali –yang
dari sini, bahkan saya tidak tahu siapa yang berbohong, apakah sinetron
itu, apakah kiyai di dunia nyata.
Keluar diam-diam,
membakar semua uang yang akan memonopoli kesadaran, membawa buku dan
poplen kecil yang tahan cuaca. Kita juga tinggalkan keluarga yang seumur
hidup kita benci. Ya, keluarga ini, betapa banyak yang mengumpat bahwa
ibunya teramat posessif, ayah yang pemarah, kakak tukang ngatur,
adik cengeng dan suka mengadu, bahkan tetangga yang egois. Tapi
keluarga itu, bagaimanapun, kita pertahankan karena lingkungan kita
mengharuskannya begitu. Sakit yang ditahan sendiri, menjadi bisul dan
penyakit paru-paru.
Setelah benar-benar keluar dan tak
satupun orang yang tahu keberadaan kita, kita bisa melakukan sebuah
perjalanan yang difilmkan, judulnya mungkin saja, Into The Wild. Bagaimana jika itu sebuah kenyataan?
Kadang
sebuah film memang menggambarkan kenyataan yang sulit kita tolak
kebenarannya. Begitu pula film yang satu ini, sebuah perjalanan menuju
Alaska untuk bersatu dengan alam. Barangkali itu terjadi kepada kita,
lalu setelah kita melakukan perjalanan tersebut, ternyata kita mati
ditengah hutan tanpa seorangpun yang tahu. Saya yakin, itu suatu hal
yang benar-benar beresiko dan tidak diinginkan oleh semua orang. Namun
begitulah adanya, ini adalah kisah nyata di mana Cris, yang diperankan
dengan apik oleh Emile Hirsch, karena kebenciannya dengan masyarakat
yang penuh kebohongan, terutama karena kekecewaannya terhadap keluarga,
kemudian melakukan perjalanan yang mengesankan ini.
Nama aslinya adalah Cristopher McCandless. Ia seorang sarjana yang mendapatkan nilai yang memuaskan di Emory University
yang kemudian gagal bersosialisasi dengan masyarakat. Ia adalah pembaca
buku kelas berat, semacam orang-orang yang telah mencapai suatu
pemahaman dalam hidupnya yang membuatnya bisa melakukan sesuatu secara
radikal. Selama perjalanannya menuju Alaska itu, kita bisa melihat
bagaimana semua persepsinya tentang kehidupan. Sebagai pembaca buku,
tentu saja dia hampir sama dengan buku yang di bacanya. Dia, yang kata
adiknya mampu menempatkan kata-kata terbaik dari buku-bukunya, pada
peristiwa-peristiwa yang pas, memang bisa menjadi contoh untuk pemuda
zaman sekarang.
Ketika memutuskan hubungan dari semua
hal dan memulai perjalanan itu, dia mengatakan kepada orang lain yang
sejalan dengannya : Untuk mengukur diri sendiri setidaknya sekali, untuk
menemukan dirimu setidaknya sekali dalam kondisi manusia yang paling
kuno, Menghadapi kebutaan, ketulian seorang diri, tanpa suatu apapun
untuk membantumu selain tangan dan kepalamu. Dari sini sudah jelas
tujuannya mengasingkan diri dari peradaban. Ini adalah sebuah pencaria,
meskipun ia akhirnya mati, paling tidak ia sadar bahwa ia memang sedang
tidak faham tentang dunia ini.
Namun bagaimanapun film
ini berakar kuat pada diri saya, saya menyangsikan beberapa hal mengenai
seseorang semacam Cris. Ini bukan tentang saya yang benar dan Cris yang
salah atau dia gila dan saya mungkin lebih tidak waras. Pencarian
adalah hak semua orang yang merasa kehidupan tidak menjawab semua
pertanyaannya. Dia memiliki pertanyaannya sendiri, demikian saya dan
juga pembaca. Karena awal dari semua ini adalah pertanyaan yang muncul
dari sebuah ragu tentang fenomena, lalu kita mencoba berfikir,
mencarinya dengan berbagai cara, dan akhirnya bermuara pada kesimpulan
dan sikap hidup yang kita ambil.
Dalam banyak hal, ada
kesamaan mendasar yang terjadi pada kami berdua. Banyak hal yang saya
benarkan dari keadaan Cris yang kacau, dan kadang saya menyesalkan diri
sendiri karena tidak cukup punya keberanian untuk melakukan sesuatu.
Keberanian ini hampir sama dengan kenekatan dan juga melakukan sesuatu
tanpa pertimbangan. Kadang saya banyak pertimbangan, kadang juga masa
bodoh –dan pura-pura goblok demi memperoleh pengalaman baru. Kami sama
berjalan, dengan dasar yang hampir sama namun sangat berbeda.
Saya
tidak sedang benci dengan masyarakat, juga tidak melarikan diri dari
keluarga yang amburadul. Begitu juga saya tidak bisa membaca sebanyak
yang Cris lakukan, apalagi menghadapi semua hal dengan tangan dan
kepalanya sendiri. Masih ada ketakutan dalam diriku. Dan yang terpenting
dari kami berdua adalah, saya tidak mau mati dalam perjalanan ini
sebagaimana Cris yang menghembuskan nafas terakhirnya di magic bus tengah hutan Alaska.
ada yang bisa bantu gw cari bukunya,gw pengen bangettt..hubungin gw dong . :
BalasHapus083879885209