Kita patut berharap kepada para sarjana yang telah menyelesaikan
studinya yang “hebat” tersebut, kemudian kembali ke kampung, dengan harapan ia
mampu membangun desanya menjadi desa mandiri yang tidak lagi “menyediakan
makanan bagi orang kota yang lalu desa tersebut disia-siakan”. Kita patut
berbangga kepada para mahasiswa yang mau
kembali ke desa lalu berupaya dengan sekuat tenaga menjadikan pemuda-pemuda
desa yang tidak sekolah, sebagai basis kekuatan baru sebuah kebudayaan di
desanya.
Sarjana muda, selalu masih memiliki imajinasi yang tinggi terhadap kehidupannya. Harapanya masih sehangat ideologinya, nyalanya begitu terang hingga bisa melenyapkan kegelapan warga desa. Perlu di catat, saya tidak mengharapkan prasangka buruk bahwa orang desa itu ndeso, cacat pemikiran, tidak modern, dan tidak berkebudayaan. Meskipun harapan-harapan mengenai datangnya sarjana muda ke desa akan membawa dampak yang positif, bukan berarti penduduk desa itu negatif. Bahkan, lebih dari itu, tonggak dari bangsa kita adalah penduduk desanya.
Lalu sayang sekali, adanya sarjana muda yang kembali
ke desa adalah sebuah masa penting bagi prasangka yang lain. Penduduk desa
masih memandang seorang sarjana sebagai “sang maha” sukses, sehingga jika ada
mahasiswa yang pekerjaannya menjadi wirausahawan, itu tidak masuk akal. Dalam
bayangan masyarakat desa, seorang sarjana (minimal telah mengenyam pendidikan
tinggi) itu seharusnya menjadi guru, pegawai, pejabat, ataupun presiden. Tidak
ada dalam cerita mereka, seorang sarjana yang pekerjaannya pentas keliling
(seperti mahasiswa seniman), jualan, apalagi
penjaga toko.
Ini adalah bukti bahwa penduduk desa merupakan
masyarakat yang pengetahuannya terpisah dari kenyataan. Butuh waktu lama untuk
meyakinkan orang tua sendiri bahwa anaknya yang sarjana akan pulang ke rumah
begitu saja. Ia akan mengembangkan keilmuannya di desa, itu juga pemahaman yang
susah. Ketika anda memandang hal ini sebagai orang kota, maka anda tidak akan
pernah memahaminya. Coba saja ketika anda melakukan Kuliah Kerja Nyata ke
penduduk yang benar-benar desa, kita adalah rajanya pengetahuan. Omongan kita
seakan omongan tuhan yang harus di gugu dan di tiru.
Sarjana itu seorang yang harus bisa mendpatkan uang
hanya dengan duduk. Pokoknya semua hal yang menyenangkan itu bisa disandangkan
oleh penduduk desa ke sarjana. Sehingga pada masa awal kita kuliah, orang tua
kita mengomongkan kita terus menerus, kesana-kemari menceritakan bahwa anaknya
telah kuliah, mereka begitu bangga bahwa anaknya bisa menempuh pendidikan yang
mendapatkan status sebagai “Maha”siswa. Padahal jika saja mereka tahu apa yang
selalu dikerjakan oleh mahasiswa di bangku kuliah, mereka akan tahu bahwa
kuliah bukan jaminan sebuah kesuksesan.
Namun jangan berkecil hati bagi yang kuliah, ini
semua adalah langkah awal. Jika memang kuliah (atau sekolah pada umumya) adalah
jaminan, kenapa ada mata kuliah kewirausahaan yang mementahkan perkuliahan
kita? Dengan alasan softskill,
kewirausahaan bukanlah jalan keluar bagi mahasiswa. Jika ingin berwirausaha,
keluarlah dari bangku sekolah dan meminjam modal untuk membangun sebuah usaha.
Memang menjadi sarjana muda itu tidak mudah. Menurut
orang kota, sarjana muda itu tidak apa-apanya karena masih banyak sarjana yang
menganggut. Sedangkan menurut orang desa, sarjana itu merupakan jaminan hidup
nyaman, bekerja di kota-kota besar, di ruangan berAC, lalu menerima gaji jutaan
tiap bulan. Dua hal ini bisa menjadi preseden buruk bagi sarjana muda.
Mahasiswa sejatinya bukan fisik. Ini lebih ke mental.
Pemikiran mahasiswa itu dicurahkan untuk merubah masyarakat, apapun yang
dilakukannya bertujuan untuk orang yang lebih banyak. Sebagai sarjana muda,
apapun yang akan dan telah dilakukan, berusahalah menganalisis semua persoalan
yang ada di masyarakat. Dengan begitu, kita akan benar-benar menerapkan prinsip
dasar kita sebagai mahasiswa. Setelah semua apa yang kita lakukan bisa diterima
oleh masyarakat, saatnya kita mengontrol. Kita terus awasi apa yang terjadi di
masyarakat, terus mengadakan analisa, dan akhirnya, rubahlah segala hal yang
rusak menjadi baik.
0 comments:
Posting Komentar
semoga artikel ini berniat baik pada pembaca, komentar pembaca akan membangun blog ini.