Naik kereta api memang tidak ada habisnya untuk diceritakan. Setelah kemarin ada cerita mengenai penjual nasi yang ketakutan karena pengawas gerbong datang, sekarang giliran seorang bayi yang selalu ketakutan melihat orang asing.
Lha di kereta api, semuanya kan
orang asing. Jadi malam itu menjadi malam terheboh sepanjang sejarah
perkeretaapian. Bayangkan saja, lagi enak-enakan diem, ayem, anak kecil itu meronta pengen keluar kereta. Karuan ibunya
bingung minta ampun. Tapi terus terang saja saya tidak tahu ibunya yang mana.
Di deretan kursi A11 B11 C11 itu ada empat biji manusia. 2 orang gadis
(sepertinya gadis), satu bayi mungil usia 8bulan tapi gede banget, dan seorang ibu-ibu kurus. Kemungkinannya adalah
(berdasarkan analisa saya sepanjang perjalanan), 1 gadis itu ibu dari si bayi
(tipe ibu muda yang tidak mau menyusui anaknya), 1 gadis lagi temannya, dan
ibu-ibu itu adalah nenek dari si bayi.
Mulai dari saya duduk di kursi
12E, bayi itu sudah ngempot susu
botolan. Jadi setengah tertidur bayi itu. Suasana ramai sebagaimana kereta
ekonomi pada umumnya. Tiba-tiba anak itu membuka matanya lebar sekali. Saya
benar-benar tidak tahu, matanya bening lebar melirik ke kiri dan ke kanan. Bayi
itu tenang sekali, melihat ke arahku dengan tatapan bulat. Aku merasa bahagia
karena bayi itu tertarik padaku, akupun
tersenyum tanpa sepengetahuan ibunya. Lhadalah,
tiba-tiba bayi itu menangis keras sekali. Kereta yang berjala cepat dengan
suara pekak pun kalah keras dengan tangisannya.
Si Ibu (gadis muda tadi) segera
memeriksa susu yang ada di dalam botol tersebut. Tinggal sedikit. Otomatis
iapun membuka tas plastik hitam yang berisi susu bubuk khusus bayi dan
dituangkan didalam botol tersebut. Kurang cekatan sih anak itu. Si bayi sudah
meronta-ronta tidak karuan, ingin keluar, ingin jalan-jalan, ingin makan orang,
atau ingin apa tidak ada yang tahu. Orang-orang disekitaran hanya tersenyum
meski telinga seperti di surug sama
tugu pahlawan. Kencang sekali suara bayi itu, sepertinya punya energi ekstra di
pita suara lehernya.
Gadis cantik disebelahnya, yang
saya tengarai sebagai teman perjalanan ibunya tersebut lalu mengulurkan tangan
yang disambut gembira oleh si bayi. Tidak disangka. Susu bayi di ayunkan ke
bibir bayi dan dilahap tanpa berkata-kata. Gadis tersebut kemudian
menimbang-nimbang si bayi di gendongannya. Saya yakin kalau gadis mungil itu
keberatan dengan bobot bayi yang –mungkin- mencapai 6kg. Ketika gadis itu
hendak duduk, tiba-tiba si bayi merengek dan menangis kencang-kencang. Si nenek
langsung meroyok bayinya dan menggendongnya dengan tetap mengarahkan botol susu
di mulut bayi. Sejenak, suasana terkendali. Nenek itu menggendong bayinya
sambil berdiri sambil meniup-niup udara seperti seruling –namun tidak ada
suaranya.
Tiba-tiba dari arah belakang, ada
tangan lelaki yang mengusap-usap kepala si bayi tanpa sepengetahuan ibu dan
neneknya –tapi saya tahu. Kontan, bayi itu melek dan melihat lelaki itu terus
menerus sebelum akhirnya nyanyiannya kencang membawai lagu penjual
nasi-kopi-aqua-mizon-baju-ledre-wingko babat. Duh gusti, sampai kapan drama
kecil ini akan berakhir? Sekarang jam 18.00, sedangkan kereta sampai di Jakarta
pukul 05.00. Siksaan ini berasa satu bulan lamanya.
Bayi itu kemudian diambil sama
ibunya “cup-cup-cup”, dia tidak tahu kalau si bayi menangis karena tangan
lelaki yang menjamahnya. Itu tandanya si bayi tahu kalau lelaki yang
menyentuhnya itu bukan muhrim, hehe…
Bayi itu tidak berhenti menangis
dipelukan ibunya. Si nenek mengambil alih dan kembali meniup-niup angin yang
tidak menimbulka bunyi merdu apapun. Si bayi tetap tidak terkendali. Akhirnya
teman ibunya, di gadis mungil itu turut ambil bagian lagi. Tiba-tiba tangisan
bayi terhenti total. Hening. Si Ibu dan nenek terasa plong, wajahnya
menyiratkan sejuta kata lega. Jiah, drama ini tidak ada matinya.
Tidak bertahan lama, si nenek
yang kasihan melihat sang gadis kecapekan menggendong cucunya itu mengambil alih
gendongan. Pertama bayi diam saja, dia membuka matanya sambil mengedarkan
pandangan ke sekitar, saya sudah curiga, pandangan seperti itu akan berakhir
tangisan panjang. Neneknya tanpa curiga apa-apa tiba-tiba berkata “lihat masnya
(menunjuk ke anak SMP yang duduk terbangun dari tidurnya) bangun gara-gara
kamu, halo masnya, haloo…!” disambutlah sama s bayi dengan suara big sound. “Hwaaa!!!!!Hwaaaaa!!”.
“Kasih minyak telon perutnya,
masuk angin itu…” kata seorang dari belakang kursi saya yang dari tadi
memperhatikan.
“Lha bayinya juga pilek kok,
meler terus itu, gak bawa obat anu ta?” tukas ibu-ibu dari seberang.
“Jangan dikasih susu
terus-terusan, kembung…” kata seorang Bapak, lalu yang bicara itu tiba-tiba
kentut keras-keras. “Lho, sing gedhe wae
kembung, opo maneh sing bayek…” (Lho, yang besar saja kembung, apa lagi
yang masih bayi…) komentar bapak itu.
Nenek dari bayi itupun langsung
membawa bayinya jalan-jalan. Mendengar berbagai komentar yang seakan-akan
menolong tersebut, si nenek tidak suka. Mungkin itu di dengar seperti pelecehan
bahwa dia tidak mampu merawat atau bagaimana. Pokoknya wajahnya berubah lesu
dan jengkel.
Beberapa menit bebas dari polusi
udara, bayi itu datang lagi. Kali ini membawa kedamaian. Ia tidur dengan pulas
di gendongan neneknya. Perempuan itu tetap saja berdiri sambil terus bergoyang
berharap si bayi merasa nyaman. Lama kemudian, si ibu yang tidak tidak tega
kepada ibunya (alias nenek dari si bayi) menyuruhnya untuk duduk. Ibunya dengan
keras memprotes “Iki lho nangis terus, lungguh-lungguh…!” (Ini lho nangis
terus, duduk-duduk…). Mendengar teriakan itu, si ibu langsung lemas dan s bayi
kembali menggemparkan dunia perkeretaapian. Saat itu sudah pukul 23.46,
orang-orang yang sudah tidur kembali membuka matanya dan bangun lagi memandang
ke arah bayi dan keluarga pemain sinetron tersebut.
Aku sungguh kasihan, meskipun aku
ikut terbangun, tapi aku tetap tersenyum memandang ke arah ibunya. Yah,
perjalanan ini, akan terus seperti ini berulang-ulang. Dari tangis ketangis
sampai ke terbawa mimpi.
0 comments:
Posting Komentar
semoga artikel ini berniat baik pada pembaca, komentar pembaca akan membangun blog ini.