Satu bulan lagi aku akan
menghadapi masa depan yang mencekam. Tidak ada rencana pasti untuk menghadapi
itu semua. Seakan-akan aku mendapati diri aku selama kuliah tidak menghasilkan
apapun, bahkan sebuah rencanapun aku tidak ada. Sementara hari semakin dekat,
aku membuat beberapa pilihan yang mungkin bisa aku tempuh. Sungguh, dulu aku
begitu yakin bahwa kehidupan akan berbaik hati kepadaku, aku juga sangat yakin
dengan kemampuanku untuk mampu hidup bahagia dengan segala keinginan dan
cita-cita. Tapi nyatanya, saat aku ingin mengenang cita-citaku, tidak satupun
cita-cita yang mampu kuingat. Aku tidak memiliki cita-cita?
Inilah kebenarannya. Meskipun
telah meraih beberapa penghargaan di ruang-ruang sarjana, tetap saja masa depan
tidak bisa diprediksi dengan baik. Bahkan ini menjadi menyakitkan karena bagi
orang yang setengah gila akan prestasi sepertiku, ketidakberhasilan merupakan
hal paling berat untuk di alami. Aku memandang jauh kedepan, tatapan kosong,
hati meletup-letup ingin merencanaka sesuatu tapi tidak ada yang akan menjamin
bahwa rencana itu akan berhasil dengan baik. Aku mulai bertanya-tanya mengenai
keinginanku dimasa yang lampau, apakah aku masih menginginkan untuk jalan-jalan
keliling Indonesia seperti backpacker? Aku mulai mencari teman-teman dimasa
lampau, aku bertanya kepada mereka, melacak jejak mereka, dan ku dapati bahwa
mereka telah merambah perjalanan bukan hanya keliling Indonesia, tapi ke Luar
Negeri. What?
Kemarin, seseorang bernama
‘Ismail’ ketua ICMI Jawa Timur hadir di Universtas Trunojoyo untuk mengiringi
Prof. Nizarul Alim memuhasabah bukunya yang menarik ‘Muhasabah Keuangan
Syariah’. Ia dengan berapi-api menjelaskan mengenai kondisi umat Islam saat
ini. Ia mengatakan bahwa para pemuda tidak pernah menyadari bahwa modal
terbesar yang diberikan Allah adalah dirinya sendiri. Berulang kali dalam
seminar dan workshop entrepreneur, peserta seminar hanya menakutkan satu hal;
modal –dalam arti keuangan. Rata-rata kita menganggap bahwa diri kita hebat
karena ada modal di luar diri kita untuk mencapai mimpi-mimpi besar kita.
Padahal, kata beliau, modal dasar diri kita itulah yang seharusnya mengantarkan
kita mencapai kebahagiaan duniawi seperti yang selalu kita inginkan.
Aku tercenung. Pela-pelan aku
merasakan diriku sendiri hanyut dalam sungai ketidaksadaran. Unconciousness. Bahwa selama hidup,
hanya sekali-kali aku tersadar akan potensi yang telah diberikan oleh Allah SWT
kepadaku, selanjutnya, aku hanya percaya bahwa kehidupanku kedepan akan
ditentukan oleh program beasiswa yang diberikan oleh orang-orang yang tidak ku
kenal. Aku sangat berharap mendapatkan beasiswa fullbright, fellowship, atau
dari Belanda, Neso Indonesia. Ah, manusia sepertiku mengeksternalisasi diriku
sendiri.
17 Maret 2012
0 comments:
Posting Komentar
semoga artikel ini berniat baik pada pembaca, komentar pembaca akan membangun blog ini.