2011-12-08

Naskah Film: Jam Beker Tentang Kalender

Ini hanya sekedar contoh script film. Sebenarnya masih banyak contoh yang lain, yang formatnya berbeda. Jadi jangan bingung karena semua contoh adalah benar, tinggal bagaimana kita mempraktekkan script tersebut menjadi film yang layak tonton. Selamat membaca...

Actor : Lelaki, Wanita, Cowok, Perempuan, Dosen,

01. INT. KAMAR. MALAM. H1
Pemain : Lelaki
Properti : Meja, jam beker, jam dinding, kalender, spidol
ES : Suara malam
Take 1 : Sekujur tubuh lelaki
Take 2 : Kalender
Take 3 : Tangan lelaki yang bergerak
Take 4 : Lelaki itu membuka kalender
Take 5 : Mata lelaki
Take 5 : Tanggal lima januari

02. OUT.HALAMAN KAMPUS. PAGI. FLASH BACK 1
Pemain : Lelaki, Wanita
Properti :
Take 1 : Wanita yang tersenyum
Take 2 : Lelaki
Take 3 : W : Kita akan menjalani hidup yang indah (tersenyum)
Take 4 : L : tersenyum
Take 5 : “Maukah kau?”
Take 6 : “Tentu saja”

03. INT. KAMAR. MALAM. H1
Pemain : Lelaki
Properti : Meja, jam beker, jam dinding, kalender, spidol
ES : Suara malam
Take 1 : Bibir yang tersenyum
Take 2 : Membuka kalender
Take 3 : Tanggal 2 Februari

04. OUT. KAMPUS. PAGI. FLASH BACK 2
Pemain : Lelaki, Dosen
Properti : Sepeda motor,
ES :
Take 1 : Dosen, “Besok ada lomba desain iklan di Surabaya, kamu harapan satu-satunya. Saya tunggu disini jam 10 tepat”
Take 2 : “Iya” mengganggukkan kepala, tersenyum.
Take 3 : tersenyum.

05. OUT. JALANAN. PAGI. FLASH BACK 2a
Pemain : Lelaki
Properti : Sepeda motor, Tas, Kertas2
ES : Jalanan
Take 1 : Starting berkali-kali ditengah jalan.
Take 2 : Melihat bensin, habis. Ia menuntun sepedanya.
Take 3 : Penjual bensin
Take 4 : Menaiki sepeda motornya
Take 5 : Sampai di kampus, jam 11.00, tidak ada orang sama sekali.

06. INT. KAMAR. MALAM. H1
Pemain :Lelaki
Properti : Meja, jam beker, jam dinding, kalender, spidol
ES : Suara malam
Take 1 : “……(kata jorok)……”
Take 2 : Membuka kalender
Take 3 : Tanggal 20 Agustus

07. OUT. JALANAN. PAGI. FLASH BACK 3
Pemain : Lelaki
Properti : Tas ransel,
ES :
Take 1 : Mencari tumpangan di jalanan.
Take 2 : Melihat uang di dompet yang tinggal 3.000

08. INT. RUMAH. PAGI. FLASH BACK 3a
Pemain : Lelaki, Perempuan
Properti :
ES :
Take 1 : Kau harus pulang tanggal 20 nak, harus.

09. INT. KAMAR. MALAM. H1
Pemain : Lelaki
Properti : Meja, jam beker, jam dinding, kalender, spidol
ES : Suara malam
Take 1 : Sorot mata
Take 3 : Membuka kalender
Take 4 : Tanggal 30 Agustus

10. OUT. HALAMAN KAMPUS. PAGI. FLASH BACK 4
Pemain : Lelaki, Wanita
Properti :
ES :
Take 1 : “Aku harus pulang”
Take 2 : Wanita itu menyerahkan uang lima puluh ribuan. “Pakai saja”

11. INT. RUMAH. PAGI. FLASH BACK 4
Pemain :Lelaki, Perempuan
Properti :
ES :
Take 1 : P : “Operasinya selesai, tapi ayahmu meninggal”
Take 2 : L : Muka sendu

12. INT. KAMAR. MALAM. H1
Pemain : Lelaki
Properti : Meja, jam beker, jam dinding, kalender, spidol
ES :
Take 1 : Menangis beberapa waktu
Take 2 :
Take 3 : Membuka kalender
Take 4 : Tanggal 12 Oktober

13. INT. KAMPUS. PAGI. FLASH BACK 5
Pemain : Lelaki, Dosen
Properti :
ES :
Take 1 : “Nilaimu hancur, mungkin kau harus mengulang tahun depan”
Take 2 : Lembaran kertas Jawaban Ujian, 25.

14. INT. KAMAR. MALAM. H1
Pemain : Lelaki
Properti : Meja, jam beker, jam dinding, kalender, spidol
ES : Suara malam
Take 1 : “Takdir ini Tuhan, Betapa sulitnya”
Take 3 : Membuka kalender
Take 4 : Tanggal 3 Desember

15. OUT. HALAMAN KAMPUS. PAGI. FLASH BACK 4
Pemain : Lelaki
Properti :
ES :
Take 1 : Melihat wanitanya duduk berdua dengan cowok lain.
Take 3 : Melihat wanitanya duduk berdekatan di kantin.
Take 4 : Melihat wanitanya pergi di bonceng lelaki lain.

16. INT. KAMAR. MALAM. H1
Pemain : Lelaki
Properti : Meja, jam beker, jam dinding, kalender, spidol
ES : suara malam
Take 1 : Tanggal 17 Desember

17. OUT. HALAMAN KAMPUS. PAGI. FLASH BACK
Pemain : Lelaki, Wanita
Properti :
ES :
Take 1 : “Kurasa hubungan kita harus di cukupkan”
Take 2 : “Mengapa?”
Take 3 : “Sudahlah…”

16. INT. KAMAR. MALAM. H1
Pemain : Lelaki
Properti : Meja, jam beker, jam dinding, kalender, spidol
ES : suara malam
Take 1 : Duduk berdiam diri, jam dinding menunjukkan pukul 11 malam.
Take 2 : Ia memejamkan mata, tertidur sejenak,
Take 3 : Suara malam
Take 4 : Ketika terbangun jarum jam menunjukkan pukul 12 malam kurang.
Take 5 : Ia bangun dan melihat kalender,
Take 6 : Mengambil spidol dan melingkari tanggal 30 Desember.
Take 7 : Jam dinding pukul 23.59
Take 8 : Melihat jam dinding terus menerus.
Take 9 : Jam dinding berdetak, mendekati 24.00.
Take 10 : Jam menunjukkan pukul 24.00
Take 11 : Ia mengambil kalender itu, dan menggantikannya dengan kalender tahun baru. Ia letakkan juga jam beker.
Take 12 : “Semoga menjadi tahun yang bahagia. Kumohon Tuhan”
Take 13 : Jam beker
Take 14 : Kalender.

Maaf, boleh dijiplak untuk di pakai belajar tapi jangan di akui. He2

2011-11-15

Cerpen: Membakar Cahaya

“Cahaya bintang tidak secemerlang dulu”. Kata orang tua ini pelan-pelan.

“Lampu perkotaan telah lama menggantikan cahaya-cahaya bintang, kunang-kunang, dan terutama bulan –sudah tidak menarik lagi kecuali bagi penyair yang sedang jatuh cinta”. Malam itu aku sedang menunggu seorang perempuan tua yang sepertinya hendak melewati malam terakhirnya.

Sebagai sang utusan, aku akan mendampinginya hingga ia menyelesaikan waktunya, kebetulan aku tidak sedang terburu-buru. Ibu tua itu duduk sendirian memandang langit yang menghadirkan kenangan akan cahaya-cahaya gemerlap ketika ia masih kanak-kanak. Wajahnya kusut, rupanya hatinya sedang terperangkap dalam lubang kesedihan yang dalam. Berkali-kali ia menyalakan korek api yang ada di tangannya, tapi tangannya terlampau ragu untuk membakar cahaya.

Lalu ia berkata seakan memberitahuku “Ketika dadamu sesak, ketika hati tak mampu lagi, nyalakan api dan bakarlah matahari, bakarlah bulan, sehingga tidak ada lagi cahaya yang akan menampakkan dukamu” kata bunda suatu malam, dan di malam-malam yang lain, sekarang, aku adalah bunda dari anak-anakku. Anak-anak yang hidup di zaman yang tidak pernah ter-bayangkan oleh bundaku atau olehku sewaktu masih sekolah”.

“Mereka telah mengenal apa itu free sex, sebuah kosa kata yang begitu asing ketika aku hidup, bahkan ketika aku mencicipi perkuliahan pertamaku di Surabaya, aku masih belum mengenalnya dengan baik, dan sekarang, anak-anakku telah menjamahnya, menjadi salah satu dari malam-malam mereka. Lalu tempat-tempat untuk bermabuk-mabukan, diskotik, dan acara-acara perkumpulan atau pesta yang hingga melewati tengah malam. Aku merasa tidak lagi mengenal zaman”

Kadang dadanya sesak sendiri jika mengingat anak-anaknya yang jauh. Tapi ia selalu me-leraikan dadanya sendiri agar menjadi jiwa-jiwa yang tenang. Ia benar-benar tengah menunggu perjumpaannya denganku untuk membawanya kepada keabadian. Ia mengelus dadanya sendiri, berkata lamat-lamat “sabarlah, wahai jiwa-jiwa yang tenang. Sabarlah jiwa-jiwa yang tenang”. Lalu ia memejamkan mata, bernafas pelan-pelan. Kemudian berkata lagi.

“Sekarang aku terbenam di rumah sakit, sendirian. Anak-anakku pergi mencari pekerjaan dan uang. Mereka tidak akan pernah merasa bahwa hari tua begitu menjemukan kecuali mereka mengalaminya sendiri” ia terpejam lagi, kembali bernafas pelan dan melanjutkan pembicaraannya.

“Anakku, yang tertua adalah seorang penulis, kata orang-orang anakku yang satu ini begiu peka terhadap permasalahan sosial dan banyak membantu menyadarkan orang-orang yang sedang tamak terhadap dunia. Anakku yang sa-tu ini, ajaib, begitu orang-orang bergumam.

Tulisannya mencerdaskan, tulisannya serupa kebijakan yang lahir bagai air yang mengalir, ditulis dengan tinta emaspun tidak sepadan. Aduh, banyak sekali pujian kepada anakku yang penulis, tapi aku sendirian saja yang menyim-pan bagaimana ia memperlakukanku sebagai seorang ibu. Oh, tidak, bukan berarti anakku jahat padaku, tidak, buka begitu. Ia adalah se-baik-baiknya anak, ketika datang, ia membawa permasalahan dan aku memecahkannya dengan bijak. Lalu ia akan mencium keningku, kedua pipiku, lalu pergi menyongsong tulisan-tulisannya yang lain hingga bertahun-tahun tidak muncul. Lalu ia datang lagi dan menciumku lagi, dan pergi lagi. Aku tahu ia sayang padaku”

“Aku juga memiliki anak yang menjadi pejabat ibu kota. Katanya ia teman dekat gubernur. Aku tidak tahu kalau itu berarti sesuatu. Hanya saja, ia seperti orang penting yang selalu di kawal oleh orang-orang yang memakai kemeja putih dan jas hitam, plus kaca mata hitam dan bertubuh kekar. Di televisi dulu, aku melihat kejadian begitu sebagai orang kaya atau memang pejabat yang diiringi oleh intel dan militer”.

“Anakku lagi, sekarang menjadi tokoh agama di Kalimantan. Menurut orang-orang yang datang dari perantauan, anakku itu, si Halim telah mengubah namanya menjadi seperti orang Arab, panjang kalau disebut. Fotonya memakai udeng dari surban dengan puncak yang tinggi dan melebar seperti planet saturnus. Foto itu masih di kamarnya dulu, menjadi pajangan, dan sekali-kali aku menengoknya untuk melihat bagaimana ia akan menuju surga. Tapi apalah daya, mungkin Tuhan sedang mengujinya dengan ketaatan itu. Kadang Tuhan tidak pernah bisa ditebak”

Ia terbatuk-batuk. Ada darah yang keluar bersamaan dengan ludahnya yang menghitam. Angin malam begitu dingin, seharusnya dokter mengawasinya dan tidak membiarkannya duduk sendirin di luar begini. Ah, atau dokter memang sudah tahu kalau ibu ini akan meninggal sehingga dibiarkannya saja?

“Kemudian anakku yang lain, seorang demonstran, telah menjadi mahasiswa selama 9 tahun, berpindah-pindah seenaknya. Ia dipenjara karena sabu-sabu. Aku tidak tahu bagaimana bisa anakku terlibat barang haram begitu. Padahal selama bersamaku ia rajin beribadah di masjid dan pada waktu-waktu tertentu ia memberi makan anak-anak yatim dipanti asuhan. Ia juga sayang padaku, rajin memberi-kan padaku makanan yang enak. Ia adalah yang terbaik dari semuanya, selalu disisiku untuk menjagaku. Bahkan ketika ia mau menikah, syarat satu-satunya yang membuat ia gagal adalah karena dia dan istrinya harus tinggal disini menungguku hingga aku meninggal. Dan istrinya tidak mau karena ia mempunyai ibu yang serupa, yang harus di jaganya juga. Aku mema-hami itu, tapi anakku tidak. Akhirnya mereka gagal melanjutkan hubungannya. Begitulah anakku”.

Kisahnya miris sekali. Aku hanya bisa meng-gumam, lalu kupegang tangannya yang hampir dingin. Ia tidak merasakan apapun, hanya dadanya yang mengembang dan mengempis dengan cepat. Ada ribuan masalah bercokol disana.

“Sedangkan Bella, kuberi nama seperti tokoh perempuan dalam film twilight, perempuan karya Stephenie Meyer yang terkenal itu. Namun ia tidak menjadi hero karena namanya, hanya ia dicintai begitu banyak pria dalam waktu bersamaan. Anakku gadis ini, sekarang mahasiswi di universitas megah Surabaya. Aku tidak sanggup menceritakan bagaimana ia hidup. Ialah yang telah mengenal jauh dunia yang tidak ada di duniaku dulu. Ia membuatku mati berdiri. Kecantikannya yang luar biasa membuatku menyesal karena sewak-tu mengandungnya, terus-menerus ku bacakan al quran surat yusuf. Ia lahir dengan kesempur-naan perempuan, lalu menjadi kesempurnaan bagi lelaki-lelaki penikmat keindahan. Lelaki-lelaki itu tidak pernah punya anak perempuan yang disetubuhi ramai-ramai, tidak punya adik yang disetubuhi pacarnya, juga tidak punya kemaluan untuk menyetubuhi anak sekaligus saudara orang lain. Meski dengan cinta, aku ti-dak pernah akan rela dengan mereka”.

Ia terdiam sebentar, terbatuk-batuk. Kema-rahannya memuncak ketika membicarakan ten-tang lelaki-lelaki yang berpacaran karena men-gejar nafsu belaka. Nafasnya benar-benar tidak teratur, hampir akan putus. Lalu ia tertidur se-lama satu menit. Aku masih menungguinya dengan sabar. Kemudian ia bangun dengan ke-kagetan, memandang sekeliling, dan berkata “Apakah kau sudah datang Izrail?” aku diam saja, aku masih yakin bahwa ia tidak bisa me-mandangku dengan mata dunianya begitu. “Ah, kau malah diam saja, apa yang kau tunggu?” katanya lagi. Aku tetap diam saja. Lalu ia me-lanjutkan keluh kesahnya.

“Anak-anakku, begitu teganya mereka pa-daku. Membiarkanku roboh sendirian di kamar mandi dan aku memanggil ambulan dengan te-nagaku sendiri. Menggeser pelan-pelan bokong-ku yang sudah kusut, menggapai-gapai pesawat telepon dan belum sempat aku berkata apa-apa di telepon, aku sudah tergeletak menjijikkan – kau tahu, dengan tahi dan air kencing yang berceceran. Sungguh, kau tidak akan pernah ingin ditemui orang yang kau kenal dalam kea-daan seperti itu, apalagi malam itu orang yang tidak ku kenal juga ikut membawaku ke rumah sakit. Ah, percuma, kau tidak akan pernah bisa membayangkan bagaimana sakitnya itu”

Ia terdiam lagi. Memejamkan mata. Lamat-lamat ia berkata lagi, mungkin untuk yang te-rakhir.

“Aku masih mengingat bagaimana ibuku terbaring di dipan dan berkata padaku “Ketika dadamu sesak, ketika hati tak mampu lagi, nya-lakan api dan bakarlah matahari, bakarlah bulan, sehingga tidak ada lagi cahaya yang akan menampakkan dukamu”.

Ia menggapai korek api dan memicingkan matanya, lalu pelan-pelan ia menyalakannya dan mengarahkan kepada lampu-lampu yang ada dari tempat ia duduk. Ia membayangkan itu telah membakar cahaya dari lampu-lampu. Lalu ia mengarahkan korek apinya ke bintang dan rembulan di langit, membayangkannya lagi, bahwa cahaya-cahaya sudah terbakar. Lalu ia mulai melepaskan bajunya, membakarnya tan-pa ekspresi yang bisa kutebak. Rupanya botol air minuman itu tidak seperti yang kubayangkan. Botol itu berisi bahan bakar, ia meraihnya dan mengguyur tubuhnya yang keriput dengannya. Ia tersenyum padaku:

“Kuharap kau sudah tidak sabar, Izrail! Akulah cahaya bagi anak-anakku, aku akan membakar cahaya itu sebagaimana ibuku membakar cahayanya bagiku”

15 November 2011

2011-06-09

Ebook Di Bawah Bendera Revolusi Gratis

Buku berjudul "Dibawah Bendera Revolusi" merupakan buah ide, pikiran dan karangan yang ditulis langsung oleh Sukarno dimasa pra kemerdekaan baik di pengasingan atau penjara dan setelah kemerdekaan. Buku ini diterbitkan tahun 1964. Ini adalah sekapur sirih yang dikutip dari buku Di Bawah Bendera Revolusi oleh Ir. Soekarno.

"Buku “DIBAWAH BENDERA REVOLUSI” ini dipersembahkan kepada rakjat Indonesia dengan maksud djanganlah hendaknja hanja sekedar untuk penghias lemari buku, akan tetapi dengan penuh tjinta dan sadar mempeladjarinja setjara ilmiah betapa pasangsurutnja pergerakan kemerdekaan dizaman pendjadjahan.

Persatuan bangsa,--persatuan antara golongan-golongan Nasional, Agama, dan Marxis, atau lebih terkenal dengan istilah NASAKOM sekarang ini, pada hakekatnja bukan “barang baru” dalam rangka perdjoangan rakjat Indonesia jang dipelopori oleh Bung Karno. 

Dengan meneliti buku ini setjara ilmiah, akan lebih memperdjelas pengertian bahwa Revolusi Agustus 1945 jang berhasil gemilang itu, bukanlah suatu “maha-kedjadian” jang berdiri sendiri, akan tetapi adalah suatu tjetusan sedjarah yang sangat erat hubunganja dengan kedjadian-kedjadian sebelumnja,--erat hubungnja dengan persiapan-persiapan jang sudah berpuluh-puluh tahun dilakukan oleh pergerakan rakjat Indonesia dengan pengorbanan jang tidak sedikit.

 Ketjuali untuk penjegaran kembali pengertian dan kesadaran tentang apa sesungguhnja djiwa dan tudjuan perdjoangan kemerdekaan dimasa jang lampau itu, maka buku “DIBAWAH BENDERA REVOLUSI” ini dipersembahkan kepada rakjat Indonesia, untuk setjara ilmiah mempergunakannja guna meratakan djalan bagi pembentukan masjarakat adil dan makmur.”
Djakarta, 13 Februari 1963

H. Muallif Nasution


DOWNLOAD EBOOK DIBAWAH BENDERA REVOLUSI GRATIS

ziddu
____________________________________________________________

4shared