Persoalan sosial yang memperlebar kesenjangan antar masyarakat tidak pernah berhenti. Indonesia seperti kapal setengah tua yang terombang-ambing di tengah badai, sementara nahkodanya tenang di anjungan sembari memberi perintah yang sulit dipahami kru dan penumpang kapal. Kapal tidak berhenti melainkan terus maju ke tengah badai. Belum selesai konflik gara-gara Pilpres 2019, West Papua, konflik RUU KPK dan PKS, ditambah konflik mengucapkan selamat Natal, banjir Jakarta, dan penolakan valentine dalam gerakan Indonesia Tanpa Pacaran (ITP)
Perlu dicatat, konflik ini rata-rata terjadi di dunia nyata tetapi kehebohannya bisa disaksikan di media sosial. Bahkan media sosial, terutama Twitter, menjadi kenyataan yang lebih real dibanding kehidupan itu sendiri. Kondisi ini persis seperti yang dijelaskan Baudrillard terkait dengan simulacrum yang disebabkan oleh media massa. Menurutnya, alih-alih media menjadi cermin dari realitas, media malah menjadi agen pengonstruksi realitas. Tidak berhenti di sana, media menciptakan realitas baru yang konsumennya bisa lebih hidup di dalamnya.
Hal inilah yang dialami gamers yang merasa kehidupan nyata tidak lebih baik dari kehidupan di dalam games. Di dunia nyata, pencapaian yang diukur oleh manusia adalah gelar pendidikan, kekayaan, pangkat dan jabatan, kecantikan dan kegagahan. Seorang gamers tidak mempedulikan hal itu semua asalkan ia bisa mencapai level tertinggi yang ditawarkan dalam games. Kehidupan nyata menjadi hampa karena minim apresiasi, sedangkan di dalam game ia bisa menjadi raja kecil yang dibanggakan kelompoknya.
Kondisi yang sama terjadi di media sosial yang penuh dengan
percakapan kosong, kemarahan, kesia-siaan, pujian dan caci maki silih berganti
tanpa diketahui siapa yang men-cuit-kannya.
Dalam kasus Indonesia Tanpa Pacaran, yang kembali muncul gara-gara valentine
yang diperingati remaja dunia setiap tanggal 14 Februari, juga terjadi konflik
yang sama. Menggunakan data dari Drone Emprit Academy (DEA) kita bisa melihat
Gerakan Indonesia Tanpa Pacaran ini di Twitter, baik yang pro maupun kontra.
Februari 2020 ini, gerakan Indonesia Tanpa Pacaran sudah di tweet sebanyak 11.032.
![]() |
Jumlah tweet dan mention di Twitter berkaitan dengan Indonesia Tanpa Pacaran sumber : Drone Emprit Academy |
Moment penyebutan paling banyak adalah di tanggal 11
sebanyak 4.616 mention dan 13
Februari sebanyak 3.505 mention. Tweet,
retweet, dan mention yang muncul
menjelang 14 Februari ini ‘tampak’ seperti adanya sebuah gerakan terencana yang
ingin mendorong dihapuskannya peringatan Valentine di Indonesia. Terlepas dari
gerakan Indonesia Tanpa Pacaran dan peringatana Valentine itu saleh atau
jahiliah, baik atau buruk, tetapi ada upaya dari akun-akun yang mengkampanyekan
ITP untuk menghapuskan perayaan Valentine.
Alasannya jelas, Hari Valentine biasanya diperingati oleh
pasangan remaja untuk keluar bareng tanpa memiliki hubungan yang sah menurut
aturan Islam, dan dikhawatirkan terjadi perzinahan. Sebagaimana pandangan
gerakan ITP ini, perzinahan adalah awal mula kehancuran bagi remaja. Sehingga
mereka mengupayakan agar valentine tidak diperingati, pacaran dihentikan,
perzinahan tidak terjadi, lalu seluruh remaja hidup bahagia.
Gerakan ITP kali ini tampaknya tidak menemukan tantangan
yang berarti kecuali dari satu akun @TetehUkhti yang ingin ‘speak up tentang
gerakan propaganda HTI yang berkedok #IndonesiaTanpaPacaran. Bahaya buat
Indonesia. Terus ada yang bilang, lu dukung pacaran? Gue tanya balik, Lu dukung
HTI berkembang biak? Bantu up, akun gue kecil”. Tweet dari akun yang hanya memiliki 219 followers ini mengoleksi 140
retweet dan 9 replied. Kondisi sebenarnya menunjukkan bahwa isu ITP sudah tidak
seksi dan cenderung diabaikan oleh sebagian besar warga Twitter.
Hal ini sangat berbeda dengan tahun-tahun sebelumnya sejak
didirikan pada tahun 2015. Gerakan ITP ini mendapatkan dukungan dari ribuan
hingga jutaan followers yang ada di
berbagai media sosial yang dimiliki oleh ITP, baik di Fanspage Facebook,
Instagram, maupun anggota terdaftar melalui website. Selain itu, sentiment
negatif didapatkan ITP dari berbagai pemberitaan yang mengaitkan ITP dengan sweeping dan bisnis yang berada dibalik
gerakan (Tirto.id, Harjog, Magdalen.com). Tetapi tahun ini adem ayem, bahkan seolah gerakan ini sedang mati suri.
Tweet paling banyak di retweet
maupun di-replied malah berasal dari
seorang dokter dengan akun @GiePratamaMD. Tweetnya ‘Bebas mau Indonesia tanpa
pacaran atau pakai pacaran. Yang penting tahu bahwa Nikah itu gampang ,
mempertahankan pernikahan itu yang susah. Isinya itu keringat, darah, dan air
mata. Jangan polos-polos benget’, mendapatkan 4.969 retweet. Seringkali retweet
menandakan persetujuan akan ide atau gagasan yang diangkat oleh tweet tersebut. Tweet ini
dikategorisasikan sebagai sentiment positif oleh DEA, yang sebenarnya malah
menolak gagasan ITP yang sering mengampanyekan nikah muda, atau ‘lebih baik
nikah dari pada pacaran’.
![]() |
Akun twitter yang memiliki retweet terbesar di Twitter berkaitan dengan ITP sumber : DEA |
Data pada gambar di atas menunjukkan bahwa hastag ITP tidak
didukung ataupun di tolak oleh banyak orang. Dalam artian, pihak pro maupun
kontra tidak sebanyak tweet yang
malah menggunakan hastag ITP untuk kepentingan lainnya. Misalnya akun
@stephaniex775533 yang menyelenggarakan give
away dalam rangka ulang tahunnya. Tweet ini menarik 268 retweet bukan karena pro atau kontra
pada ITP, tetapi karena iming-iming give
away. Termasuk akun @willyprilly
yang mengunggah tweet berkaitan
dengan seksualitas yang vulgar dan tidak berhubungan dengan ITP sama sekali.
![]() |
Sebaran tweet ITP yang memiliki replied terbanyak di Twitter sumber : DEA |
Data di atas juga menunjukkan hal yang sama pada unggahan
ITP. Bukannya penuh dengan komentar positif atau negatif, ITP malah digunakan
sebagai lelucon bagi warga Twitter. Komentar @negativisme misalnya, menyetujui
adanya ITP karena tidak ada yang mau berpacaran dengan dirinya. Hal ini
hanyalah pernyataan sarkasme dan
kontras dengan yang diperjuangkan oleh ITP. Karena bagi ITP, memilih tidak
pacaran adalah pilihan berdasarkan ajaran agama, bukan soal ‘laku’ atau ‘tidak
laku’. Akun @KatolikG juga menggunakan sarkasme dalam tweetnya, yang menyetujui ITP karena tokoh agama Katolik juga tidak
menikah, apalagi pacaran.
Drone Emprit Academy
juga mampu melacak suasana hati akun yang sedang melakukan aktivitas di
Twitter. Dalam kasus ITP ini, DEA memotret adanya suasana hati yang
bermacam-macam berkaitan dengan pro dan kontra. Potret ini berguna untuk
mengetahui sebaran emosi dalam satu persoalan sehingga bisa meramalkan kondisi masyarakat
di dunia nyata. Karena Twitter sebagai media sosial adalah merupakan potret
–meskipun tidak 100%- dari kehidupan nyata.
![]() |
Sebaran emosi yang melingkupi kebahagiaan, kemarahan, ketakutan dll sumber : DEA |
Dari data di atas terlihat, antara warganet yang bahagia
dengan warganet yang merasa marah dengan adanya ITP hampir seimbang, yaitu 158
banding 151. Angka ini memiliki makna bahwa telah terjadi peperangan tak kasat
mata antara dua ideology di Twitter. Pendukung ITP dan penolaknya sama-sama
berjuang dengan sepenuh hati sehingga melibatkan emosi dalam setiap tweetnya. Meskipun terjadi sentiment negatif,
emosi kemarahan yang juga sama besar dengan bahagia, tetapi jika dilihat secara
umum diskusi berkaitan dengan ITP masih dalam tahap aman. Tidak ada anarkisme
warganet yang membuat gerakan besar antara pro ataupun kontra. Dalam konteks
ini, data-data DEA menunjukkan warganet sudah dewasa melihat perbedaan.
0 comments:
Posting Komentar
semoga artikel ini berniat baik pada pembaca, komentar pembaca akan membangun blog ini.