Pada akhirnya aku merasa tidak wajib memberikan ceramah-ceramah kuno
kepadamu. Masa-masa itu telah berlalu dan sekarang akulah yang membutuhkan
motivasi baru darimu. Mungkin aku pernah menjadi seorang yang kuat, percaya
diri, pengejar mimpi, dan biasanya mampu mempengaruhi orang lain untuk percaya
bahwa ada kehidupan yang lebih baik setelah ini. Tapi ternyata ujian terhadapku
lebih hebat lagi.
Aku ternyata hanya bicara tanpa mampu menjadikan hidupku lebih baik.
Aku mungkin terlalu optimis –jika bisa dikatakan begitu. Aku masih saja pergi
ke sana kemari tanpa tujuan yang pasti, ini menjadi jelas jika aku menyelami
lagi apa yag pernah kulakukan, berjalan-jalan dari kota-ke kota, begitu
menyenangkannya, tapi apakah itu mempunyai arti penting yang sangat penting
dalam kehidupanku? Kujawab “Iya” tapi sampai sekarang aku tidak melihat manfaat
yang begitu besar dalam merubah diriku. Aku hanya seorang pelancong, tidak
lebih dari itu.
Kau telah tumbuh menjadi sesuatu, kau lebih bermanfaat kepada
orang-orang. Bahkan lebih dari apa yang pernah ku bayangkan, dan tentu saja
lebih dari padaku yang sampai sekarang masih mengejar mimpi-mimpi. Mungkin
Allah memiliki skenario yang berbeda antara aku dan kau, tapi aku hendak
menyimpulkan sendiri saja untuk saat ini.
Ada orang-orang yang untuk mencapai tujuannya ia harus berusaha keras,
memeras otak, menguatkan dirinya sendiri, terus fokus, tidak memaafkan dirinya
jika menyerah, membuat langkah-langkah, hingga tidak lagi merasakan apa yang
dikatakan hidup enak itu. Orang itu hanya tahu bahwa ia tengah berjuang untuk
sesuatu yang dia katakan sebagai mimpi. Berkat orang lain, berkat buku-buku
yang dibaca, ia yakin bahwa mimpinya akan terwujud dikemudian hari. Tapi bahkan
hingga ia menulis diary tentang dirinya sendiri, ia ragu apakah sesungguhnya ia
telah mencapai sesuatu? Dan itulah aku.
Ada orang-orang yang mendapatkan kasih sayang Allah yang besar. Ia
memohon sesuatu yang baik tapi Allah memberikannya yang lebih baik lagi. Ia
membayar semua keberhasilannya dengan kesabaran. Ia memiliki ujian yang
benar-benar berbeda dariku sehingga aku mungkin bisa memberikan sedikit
semangatku kepadanya untuk menahan ujian tersebut. Tapi ia telah jauh lebih kuat
dari yang ku kira. Ia telah berlari lebih kencang untuk menjadi manusia yang
benar-benar tahu apa yang harus dilakukan daripadaku. Dia adalah kau.
Kita menjadi orang yang berbeda, sejak awal hingga sekarang. Hanya
saja pada awalnya aku masih tidak sadar siapa sesungguhnya dirimu. Mungkin
sekarang saat yang tepat untuk menghentikan ceramah-ceramahku kepadamu. Dan
inilah rupanya ketakutan terbesarku.
Apa yang telah kita mulai, mau tidak mau akan membekas di dalam hati
kita. Aku tidak tahu apakah itu berharga ataupun tidak. Sekarang aku mulai takut
kehilanganmu, sebagaimana ketakutan yang pernah kau ucapkan dahulu. Ini bukan
tentang aku akan meninggalkanmu atau kau akan meninggalkanku. Tapi sebagaimana
seorang guru yang mengantarkan siswanya menjadi Presiden, setelah itu sang
gurupun akan mundur pelan dan kembali menekuni pekerjaannya membuat kandang
kambing di desa. Aku bukan gurumu, tentu saja, itu hanya perumpamaan.
Mungkin ini hanya perasaanku saja. Kalau saja aku telah siap dari awal
akan kejadian ini, kalau saja aku mempunyai keberanian yang berlebih, kalau
saja kita ada waktu membicarakan segala sesuatu yang muncul dalam hati. Jika
saja ada jalan agar aku tidak kehilanganmu.
Masih ingat
dengan puisi ini?
Seorang laki-laki datang padaku atas nama
keyakinan
Keteguhanku runtuh juga atas sebuah
keyakinan
Seorang laki-laki datang padaku atas nama
keyakinan
Menuntunku diujung kegelapan menuju tepi
yang tanpa batas
yang ia yakini sebagai sebuah keyakinan
Seorang laki-laki datang padaku atas nama
keyakinan
Mencoba menuntun kalbuku menuju dunia tanpa
batas itu
Mencoba memahami relungku dalam sunyi dan
sepi
Seorang laki-laki datang padaku atas nama
keyakinan
Membawaku kesebuah tepian dimana tak pernah
kupijakkan langkahku
Bukan karena aku tak mau tapi karena aku
terlalu kerdil
Seorang laki-laki datang padaku atas nama
keyakinan
Menawarkanku sejuk semilir angin yang tak
pernah kurasa desirnya
Mengakrabkan aku dengan gemericik air
Membiarkanku menari dalam angan
Seorang laki-laki datang padaku atas nama
keyakinan
Mengajakku tertawa lepas membahana bersama
samanya
Seorang laki-laki datang padaku atas nama
keyakinan
Mengajarkanku menutup mata untuk menggapai
semua angan
Meninggalkan semua ketakutan disudut
keheningan sang malam
Seorang laki-laki datang padaku atas nama
keyakinan
Meninggalkan aku ditepian yang ku takuti
Membiarkanku merasakan sejumput senyuman
untuk sebuah kebahagiaan
Semua itu bukan untuknya, tapi untukku
Seorang laki-laki datang padaku atas nama
keyakinan
Mencoba membuatku berdiri diatas kerapuhanku,
mempercayai keteguhanku
Lirihnya yang selalu ku ingat, kau pasti
bisa
Seorang laki-laki datang padaku atas nama
keyakinan
Memandangku dengan mata berbinar, bukan
bibirnya yang menyentuh batinku
Tapi binar matanya yang menembus tiap sudut
direlung kalbuku
Mencoba melepaskanku dai tabir-tabir
ketidakberdayaan
Meyakinkan aku atas apa yang tidak ku yakini
Hei kau laki-laki
Mengapa kau begitu percaya pada
perempuan ini
Hei kau laki-laki
Mungkin masih tak dapat kupahami keyakinanmu
Tapi aku akan kembali di ujung purnama untuk
menanyakan kembali keyakinanmu
Bukan karena kau, bukan juga karena aku
Tapi karena keyakinanku atas sederhanamu,
tiap jengkal tuturmu atas kuha
Untuknya, laki-laki yang datang padaku atas
nama keyakinan
Entah kau menuliskannya untuk siapa, tapi aku sudah berjanji pada
diriku sendiri untuk menjadi laki-laki itu. Aku ingin sekali menjadi seperti
itu. Tapi sekarang aku dalam kondisi terlemah dari seluruh kehidupanku. Aku
ingin istirahat sejenak dari hidup ini. Aku ingin memutar memori yang telah
sempat ku rekam. Dan saat seperti inilah aku sangat takut kehilanganmu.
0 comments:
Posting Komentar
semoga artikel ini berniat baik pada pembaca, komentar pembaca akan membangun blog ini.