2016-10-26

Ulasan FIlm: Ketakterbatasan S Ramanujan

poster film the man who knew infinity
sebuah persamaan tidak mempunyai makna bagiku, 
kecuali persamaan itu mengekspresikan pikiran tuhan.
-ramanujan

Orang yang menyandang nama besar menciptakan dirinya sendiri dari antah berantah. Kita akan kesulitan menemukan orang-orang yang memiliki kecerdasan yang luar biasa. Namun yang lebih menyulitkan lagi adalah menemukan mereka menjadi orang yang mengubah arah dunia. Saya bisa membayangkan satu nama –Lintang, yang dalam buku Laskar Pelangi digambarkan sebagai anak kecil jenius. Namun ia tidak beruntung karena harus menjadi nelayan miskin, lalu tinggal selamanya di sana dengan bakat tidak tersalurkan sama sekali.

Orang-orang seperti Lintang mungkin teramat banyak sekali. Beberapa diantara tidak terselamatkan dan dianggap gila, lalu beberapa lagi terselamatkan oleh kegigihannya sendiri. Dari orang-orang genius yang terselamatkan inilah, kita kemudian mengenalnya dan menuai pengetahuan dari kecerdasannya. Salah satu genius yang ada di dunia ini berasal dari India, Srinivasa Ramanujan. Biografi Ramanujan telah ditelusuri oleh Robert Kanigel lalu dibubukan dengan judul The Man Who Knew Infinity pada tahun 1992. Buku ini kemudian diadaptasi ke layar lebar oleh sutradara Matt Brown tahun 2015 lalu, dengan Dev Patel sebagai tokoh utamanya.

Bagi orang yang tidak mengenal matematika, mungkin nama Ramanujan sangat asing. Namun banyak orang percaya bahwa dia adalah salah satu dari genius matematika yang pernah dimiliki dunia, seperti : Phytagoras, Newton, Blgollo alias Fibonacci, hingga Euler dan Gauss. Oleh ahli matematika Inggris sekaligus mentornya, G.H Hardy, Ramanujan disamakan kedudukannya seperti Euler, Newton, Gauss, dan Archimedes. Beberapa penemuannya dalam bidang matematika menjadikan para matematikawan terperangah. Namun sayangnya, film ini tidak memaparkan pentingnya penemuan Ramanujan, atau setidaknya aplikasi dari penemuannya. Sehingga kita tidak bisa menyematkan emosi yang maksimal saat mengetahui bahwa Ramanujan hanya berakhir di usia 32 tahun.

Seperti penjelasan di awal, menjadi pria jenius bukan berarti bisa berbahagia selamanya. Kesulitan yang dihadapi oleh Ramanujan, bahkan terjadi tersebab ia lahir di India. Bagi orang-orang Eropa, keturunan bangsa Asia tidak pernah menarik sehingga akan diabaikan betapapun geniusnya mereka. Apalagi India adalah bangsa jajahan Inggris, sehingga sangat tidak masuk akal jika harus menerima kejeniusan Ramanujan. Selain persoalan rasis, Ramanujan juga diuji dengan ke-brahmana-annya. Ia  tidak bisa makan daging sehingga harus menyiapkan sayur-sayuran sendiri padahal jika makan di kantin, semuanya gratis.

Ditambah, Inggris pada waktu itu dalam masa peperangan sehingga makanan serba sulit. Berhari-hari ia tidak bisa mendapatkan sayur (sebagai satu-satunya bahan yang dapat ia makan) di pasar karena seluruh pasokan makanan dikirim untuk tentara perang. Ia hanya memakan sayur seadanya, bahkan sering mengunyah sayur yang sudah lembek dan basi. Hal-hal seperti ini, tidak hanya dibuat oleh industri perfilman untuk menunjukkan kesan dramatis. Tetapi penghayatan kita akan hidup harus lebih dari sekadar artistik film. Karena faktanya adalah kebanyakan orang-orang cerdas dan rajin memiliki ketegangan dengan keuangan. Itu harus mereka terima.

Dalam film ini, Ramanujan juga digambarkan sebagai orang India yang taat. Ia sering menulis persamaan matematikanya di lantai tempat persembahyangan. Dan sejak sekolah menengah pertama, kejeniusan Ramanujan dalam bidang matematika sudah dapat dilihat oleh guru-gurunya. Hal itu yang menjadikannya gagal di selama pendidikan formalnya. Bisa dibilang, Ramanujan tidak mendapat pendidikan yang semestinya dalam bidang matematika. Sehingga ia belajar secara otodidak dari beberapa buku matematika, seperti Synopsis of Elementary Results in Pure Mathematics oleh G.S Carr. Lalu pada usia 12 tahun, ia telah menguasai Trigonometri karya S.L. Loney yang diperuntukkan tingkat mahir.

Ramanujan menulis seluruh pengetahuan matematikanya dalam buku dua buku tebal. Ketika ia bekerja di sebuah instansi pemerintah sebagai juru ketik dan juru hitung, pimpinan perusahaan pribumi melihat kemampuannya yang luar biasa. Untunglah ia mendukung Ramanujan, yang kemudian dihadapkan dengan pimpinan perusahaan yang berasal dari Inggris. Ia kemudian disuruh menulis surat beserta teorema yang dimilikinya ketiga orang. Dua surat pertama ia tulis untuk Baker dan Hobson (keduanya ahli matematika yang aku tidak tahu nama lengkapnya), lalu surat ketiga dialamatkan ke G.H Hardy di Trinity University London.

Surat setebal belasan halaman berjudul orders to infinity yang memaparkan berbagai teori matematika di tingkat mahir itu menerangkan antara lain : teorema barisan tak hingga, teori angka, dan pecahan berkelanjutan (continued fraction) hanya dijawab oleh Hardy. Memang mengherankan bahwa, teman Hardy yang menjadi bos di perusahaan India, mengirimkan surat berisikan teorema matematika yang ditulis oleh seorang juru hitung. Hardy tentunya berfikir matang. Setelah didesak oleh koleganya, Littlewood, Hardy akhirnya harus jujur bahwa pemikiran dan penemuan Ramanujan harus disebarkan, tidak boleh dibiarkan mati di India.
S. Ramanujan

Demikianlah, Ramanujan akhirnya mendapat undangan dari Hardy untuk pergi ke Trinity University di Cabridge London. Hardy dan Littlewood inilah yang berjasa besar dalam mengembangkan bakat alamiah yang dimiliki Ramanujan. Meskipun jenius, namun jangan dikira bahwa Ramanujan langsung mendapatkan ketenarannya tanpa usaha yang ketat. Karena rumus-rumus yang datang ke pikiran Ramanujan sudahlah menjadi bentuk rumus yang valid/baku sehingga dibutuhkan pembuktian melalui penjabaran bertingkat sebagaimana yang digunakan dalam keilmuan matematika.

Ramanujan mengatakan, rumus-rumus itu datang dari dewanya melalui penglihatan maupun mimpi yang jelas. Seluruh penjabaran dan pembuktian tentang rumus itu sudah berada dalam kepalanya –yang oleh Hardy tidak dapat diterima begitu saja. Hardy yakin akan kebenaran rumus yang dimiliki Ramanujan, namun ia tidak bisa membantu publikasi karyanya jika pembuktiannya tidak disertakan. Hardy membimbing Ramanujan dengan keras sehingga hampir mereka puasa bicara karena kekukuhan Ramanujan yang khas seperti jenius pada umumnya. Hardy tentunya bukan sosok yang menyenangkan bagi Ramanujan. Tapi begitulah yang memang harus dilakukan Hardy.

Bahkan Ramanujan diminta mengikuti perkuliahan meskipun akhirnya seorang profesor harus dipermalukan oleh kecerdasannya. Demikian beratnya untuk mendapat pengakuan dari orang lain, Ramanujan akhirnya memutuskan untuk tidak mau kalah dengan egoismenya. Ia dalam masa sakit TBC-nya, semakin tekun menulis pembuktian teoremanya dan menghasilkan tanggapan yang luar biasa dari masyarakat matematika.

Meninggal pada usia 32 tahun karena penyakit TBC, Ramanujan telah mencatat sebanyak 3.900 teorema yang memberikan kontribusi untuk analisis matematika, teori bilangan, seri terbatas, dan pecahan. Beberapa teorema yang dihasilkan oleh Ramanujan membawa perubahan besar dalam bidang matematika. Salah satu tulisan menyebutkan, beberapa teorema yang ditulis Ramanujan muncul karena membawa buku matematika karya G.S Carr. Buku itu berisikan 5.000 teorema baik yang sudah maupun belum terpecahkan. Ramanujan menuliskan semua teoremanya dalam buku tulis, dan beberapa tulisan orisinilnya ternyata sudah dipecahkan oleh matematikawan terdahulu seperti Euler, Gauss, Jacobi dan sebagainya, namun ia tidak pernah tahu.

Salah satu teori yang membuat orang terkagum-kagum dalam film itu adalah adalah keberhasilannya memecahkan teka-teki partisi. Konsep ini sederhana namun tidak pernah terpecahkan. Partisi adalah jumlah pemotongan yang mungkin dari sebuah bilangan. Misalnya, partisi dari angka 5 adalah 7 karena ada tujuh cara pembagian yang dimungkinkan agar menjadi lima. Ia juga menyisakan beberapa rumus yang ada dalam catatannya, namun ia belum kerjakan pembuktiannya. Bahkan Ramanujan juga dianggap telah memecahkan rumus yang selama 1 abad tidak terpecahkan bernama ‘Mock Modular Forms’. Sekali lagi sangat disayangkan bahwa kita sama sekali tidak mengetahui kegunaan dari rumus-rumus yang telah ditemukan Ramanujan sehingga kurang dikenal.

Ramanujan adalah pemuda yang taat dalam agamanya. Meskipun dikaruniai kejeniusan yang luar biasa, ia tetap mengedepankan agamanya, apalagi ia terlahir dari kasta Brahma. Untuk meyakinkan istrinya, Ramanujan memaparkan bahwa dengan mempelajari matematika, seorang manusia bisa melihat ekspresi ilahiah. Ia terpesona dengan matematika karena tampaknya, dunia ini diciptakan dari teorema matematika. Ia melihat pasir yang berkilau dan warna-warna dalam cahaya membentuk suatu pola yang khas dan menawan. Pola yang berbeda pada tiap benda ini menunjukkan keindahan yang tiada tara. Sehingga ia semakin yakin bahwa matematika adalah jalan hidupnya. Yang pasti, ia berucap: sebuah persamaan tidak mempunyai makna bagiku, kecuali persamaan itu mengekspresikan pikiran tuhan.

2016-10-14

Bob Dylan, Musik yang Menggerakkan

DylanPostcard - sumber : nobelprize[.]org

Komite Nobel Sastra 2016 dengan berani memberikan hadiah paling bergengsi di dunia itu kepada seorang pemusik dan penulis lirik lagu; Bob Dylan. Keputusan ini sangat berani mengingat ada beberapa kandidat penulis – sastrawan kelas dunia yang diunggulkan, seperti Haruki Murakami yang dalam tiga tahun ini selalu diharapkan menang, penulis AS Joyce Carol Oates, penulis Irlandia John Banville, juga penulis asal Indonesia; Eka Kurniawan yang baru-baru ini muncul dalam pemberitaan.

Penghargaan yang diberikan kepada Bob Dylan ini bakal menimbulkan dampak yang besar di kalangan sastrawan, terutama dalam hal menerapkan standarisasi karya sastra dan sastrawan itu sendiri. Selama ini, karya musik –khususnya lirik lagu, masih belum dianggap sebagai karya sastra yang diperbincangkan dalam diskusi kebudayaan. Lirik lagu dan musiknya hanya akan menjadi bahasan dalam diskusi musik, bukan diskusi karya sastra. Maka dengan penghargaan Nobel Sastra kepada pemusik ini, sastrawan akan mulai membincang lirik lagu sebagai ‘awal pergerakan baru’, sebagai sastra yang hidup.

Nobel Sastra adalah penghargaan yang paling dinanti di seluruh dunia. Tidak ada yang punya kuasa untuk menggugat penghargaan ini, meskipun banyak orang yang tidak puas terhadap keputusan mereka dari waktu-waktu. Namun demikian, penghargaan nobel masihlah sesuatu yang membanggakan dan akan dijadikan tolok ukur dari sebuah penilaian. Jika panitia nobel kemudian membuat pemusik legendaris AS ini sebagai pemenang di bidang sastra, maka demikianlah ke depannya pemusik punya kesempatan mendapatkan hadiah serupa.

Sementara pemusik mendapatkan tempatnya yang memukau di kalangan sastrawan dunia, pemusik di Indonesia masihlah belum menunjukkan keberhasilan sama sekali. Kecuali Anggun C Sasmi dan Agnes Monica yang diberitakan sudah mendunia, namun lirik ataupun aliran musik yang mereka mainkan belum banyak dibicarakan. Kita boleh sedikit senang karena masyarakat kelas menengah yang diwakili pemuda-pelajar, sekarang dibuat terpesona dengan pemusik yang membawakan lagu-lagu di luar mainstream. Kebanyakan pemusik seperti ini bekerja sendirian bersama teman-temannya (pemusik indie), dan tidak bakal dilirik sesentipun oleh perusahaan rekaman mayor kecuali terikat kontrak yang mengerikan.

Karena itu, pemusik-pemusik indie ini sudah seharusnya mengambil langkah secepatnya agar mendapat penghargaan yang serupa. Saya kira, mendorong pemusik indie kepada penghargaan semacam nobel adalah kesulitan level dewa. Namun bukankah kita tidak boleh menyerah? Jika bukan nobel yang didapatkan, paling tidak pemusik akan turut mencerdaskan kehidupan berbangsa dan bernegara. Pemusik harus membuat tempatnya sendiri karena musik adalah bahasa universal yang dipahami oleh seluruh lapisan masyarakat.

Bagaimanapun juga, sebuah bangsa dipastikan punya lagu kebangsaan dibanding dengan syair kebangsaan. Sehingga tentunya musik punya prestasi yang harusnya lebih menggerakkan karena pekerjaan pemusik adalah menyentuh hati pendengarnya. Di manapun orang demo, mereka akan menyuarakan lagu-lagu perlawanan. Bahkan ketika terdapat kematian diantara keluarga kita, sebagian besar bangsa dan peradaban membuat lagu saat persemayaman. Apalagi, musik adalah budaya yang sangat tua yang bisa kitemukan di berbagai daerah pelosok, musik adalah hiburan yang menyenangkan dibanding menonton televisi.

Ini adalah momen kebangkitan bagi pemusik. Kita harus menggunakan cara-cara penyadaran yang paling masuk akal, dan jangan terjebak oleh klausul klasik : yang penting niatnya. Jika kalian menulis syair berjudul “Jancuk” lalu di dalamnya berisi syair-syair yang keji dan urakan, maka kalian hanya akan diterima oleh generasi remaja yang seperti itu. Yang memiliki pembenaran yang masuk akal terhadap alasan mendengarkan musik macam itu. Sebagus apapun niatnya, lagu berjudul ‘Kelamin’ tidak akan didengar oleh generasi yang lebih lanjut. Bahkan bisa jadi, lagu itu dimasukkan dalam daftar hitam.

Hal yang patut saya banggakan saat berkunjung ke teman saya di Mojokerto selama beberapa waktu lalu adalah adanya social movement dari pemuda-pemuda setempat yang ingin membangkitkan musik indie. Saya kira gerakan ini bisa tumbuh menjadi sesuatu yang berpengaruh tidak hanya di Mojokerto, tapi juga di Indonesia. Selain manajemen media dan pengorganisasian yang perlu ditata oleh pemuda-pemuda ini, hal lain yang krusial adalah masalah lirik. Sebagaimana Bob Dylan, pemusik dan penulis lirik ini harus mempertimbangkan kekuatan sebuah musik.

Sebatas yang saya dengar beberapa kali di warung kopi, lagu-lagu yang digagas oleh mereka belumlah membawa perubahan ke arah positif. Terakhir kali saya mendengar lagu di warung kopi tersebut adalah saat vokalisnya bolak-balik meneriakkan kata ‘Kimcil’. Saya tidak tahu bagaimana lirik itu secara keseluruhan. Tetapi teman saya dan beberapa temannya sangat menyukai musik ini dan ikut bernyanyi. Sepersekian menit berikutnya, saya berfikir apakah sesuatu yang seperti ini bisa diubah? Benar bahwa kemunculan gerakan punk di Amerika berawal dari penentangan terhadap kapitalisme. Tapi apakah, lagu-lagu yang memiliki lirik ‘tabu’ ini juga diniatkan untuk hal-hal yang demikian?

Jika kita bena-benar menginginkan perubahan, sebagaiknya kita memikirkan kembali apa yang telah kita lakukan. Khususnya mengetahui sejarah bermusik Bob Dylan yang akhirnya ia diakui dunia dan memenuhi takdirnya sebagai penerima Nobel Prize dengan hadiah sebesar Rp 11,8 miliar. Lagu-lagu Dylan dianggap menginspirasi masyarakat untuk demonstrasi menentang peperangan di Vietnam dan menyuarakan kebebasan sebagai hak yang asasi. Lagu-lagu Dylan, sebagaimana lirik puisi Widji Tukul yang kemudian dimusikalisasi, telah menjadi lagu wajib bagi pergerakan sosial dan pejuang anti perang.

Bahkan, siapa sangka, The Beatles sekalipupun sering mendapatkan semangat dari lagu-lagu Dylan lalu menjadi kelompok musik terbaik sepanjang massa. Seperti rilis yang dikeluarkan majalah musik paling kredibel di dunia, The Rolling Stone, Bob Dylan adalah the second greatest artist of all time -pemusik terbaik kedua sepanjang massa setelah The Beatles. Dan memang tidak mendadak tiba-tiba Dylan diganjar berbagai hadiah yang dipungkasi dengan Nobel Sastra, karena sejak tahun 1960-an hingga saat ini, Dylan tidak pernah berhenti berkarya dan memberikan inspirasi melalui lagu-lagunya.

Sekretaris tetap penghargaan Nobel, Sara Danius, menganggap penghargaan kepada Dylan mengingatkan manusia akan pencapaian sastra dari zaman sastra klasik seperti Homer dan Sappho. Homer adalah penulis buku-syair-mitos berjudul Odyssey tahun 700 sebelum Masehi yang merupakan buku terlaris sepanjang masa dan buku yang paling dicari. Sementara Sappho adalah penyair perempuan yang berasal dari abad ke 600 sebelum Masehi. Persamaannya, adalah karya mereka masih dibaca hingga saat ini, dan karya Dylan sekalipun masih didengarkan hingga saat ini sejak 50 tahun yang lalu.

Musik Penyadaran

Musik yang saat ini dipandang sebagai kebutuhan tak terleakkan dari manusia, masihlah belum mengarah ke pergerakan yang memiliki daya ubah. Musik masih mengedepankan kecantikan seorang artis, lagu-lagu yang sekadar enak didengar, dan penjualan ala kapitalistik. Ketika musik menjadi sebuah pergerakan, pendengar pun akan semakin berkurang. Dan itu bisa jadi mimpi terburuk bagi seorang pengarang lagu dan pemusik secara umum.

Namun bagaimana jika lirik bernada perjuangan tapi dikemas dalam lagu yang menyenangkan? lagu-lagu Bob Dylan bisa dijadikan referensi. Coba saja mulai dari blowin in the wind-nya yang menggerakkan masyarakat Amerika. Kata-katanya mendalam dan sangat luar biasa, bahkan jika tidak dinyanyikan. Kalau tidak mau jauh-jauh, kita bisa mendengarkan lagu Rhoma Irama yang saat ini orang-orang mulai membencinya gara-gara keterlibatannya dalam persoalan politik. Jika mau yang agak nasionalis, bisa kita dengar lagu Iwan Fals dan Slank, dan versi lain adalah Efek Rumah Kaca atau pemusik lainnya yang tidak saya kenal. Jika masih ingat tentang sejarah, lagu ‘Darah Rakyat’ sempat disebarkan ke seluruh orang saat rapat akbar di Lapangan Ikada. 

Sungguh banyak sekali pemusik yang menjadi penggerak kebangkitan sosial, seperti John Lennon, di Chile ada Victor Jara, kemudian Silvio Rodríguez di Cuba, Karel Kryl di Czechoslovakia, Jacek Kaczmarski di Polandia, dan Vuyisile Mini di Afrika Selatan. Dan jangan sampai, remaja-remaja kita masih terjebak dalam arus industri musik yang melahirkan generasi cengeng. Tetapi jangan pula kita membuat lagu-lagu yang ngglambyar,kehilangan bentuk dan kekuatannya, dan cenderung tidak dapat dipahami sebagaimana yang dibuat oleh beberapa pemusik indie.

Musik memiliki peran penting dalam membuat suatu gerakan karena memiliki dua hal yang pokok, pertama lirik yang dinotasikan ke dalam bahasa, dan musik yang hanya bisa dirasa. Bahasa adalah alat utama manusia untuk saling bertukar simbol sehingga menimbulkan interpretasi dan persepsi  lalu melahirkan sebuah tanggapan. Sementara emosi yang dihasilkan oleh musik membawa dampak yang dalam dari sisi psikologis, yang mampu membangkitkan manusia dari keterpurukan yang mengerikan.

Dalam ilmu neuro-linguistik, emosi menempati peran penting dalam hal menggerakkan fisik. Dalam satu hari seminar misalnya, kita hanya akan memahami 1-10 persen dari materi yang disajikan. Namun jika kita menggunakan emosi, maka kita akan dapat meningkatkan pemahaman hingga 90 persen. Karena itu, jika suatu musik sudah mengena ke hati seseorang maka lirik yang ada di dalamnya pun akan ditangkap dengan sempurna. Jika liriknya mengajak perubahan, maka perubahan akan bergerak. Namun jika lirik yang disuguhkan berupa ‘tai kucing’, maka dijamin orang yang mendegarnya juga akan merasa bau dan tidak tergugah sama sekali.

Jika kita misalnya memandang setengah hati akan lagu-lagu Sonata dan Rhoma Irama, maka penelitian William H Frederick terhadap musik dangdut akan memecahkan argumentasi kita. Karena pada tahun 1975, Islam di Indonesia mengalami kebangkitan yang diduga disebabkan musik-musik Bang Haji. Seiring berkembangnya penelitian di Indonesia, diketahui bahwa musik bisa menggerakkan perubahan sosial sehingga sudah ada genre baru mata kuliah bernama Sosiologi Musik. Musik yang juga digolongkan menjadi karya seni, selalu bisa diterima banyak orang sehingga secara langsung maupun tidak, orang akan ikut bergerak karena menyentuh emosional mereka.

Jika seseorang sebagai pemusik enggan mengetengahkan perlawanan dalam musik-musiknya, maka dunia tidak akan berubah. Pemusik sama berharganya dengan penyair Rendra, demonstran Gie, dan aktivis Munir. Saat pemusik-pemusik indie mengambil bagian dari perlawanan terhadap hal-hal yang tidak akan pernah selesai dari bangsa ini, betapa beruntungnya orang-orang yang mendengar musik itu. Karena lirik musik dengan bahasa yang kita pahami dan mengangkat persoalan yang tidak hari kita geluti, akan lebih mudah menyadarkan dari pada membaca kitab suci itu sendiri -yang masih perlu banyak penafsiran. Jadi, Bob Dylan yang saat ini berusia 75 tahun mungkin akan segera luruh dalam debu, namun apa yang dilakukannya pasti akan dikenang. Bukti awalnya, Nobel Sastra telah ia genggam.

Untuk melengkapi tulisan ini, berikut saya kutip lagu Bob Dylan berjudul Blowin In The Wind;

How many roads must a man walk down Before you call him a man? Yes, 'n' how many seas must a white dove sail Before she sleeps on the sand? Yes, 'n' how many times must the cannon balls fly Before they're foreve banned? The answer, my friends, is blowin' in the wind, The answer is blowin' in the wind

Lihat juga cuplikan lagu berjudul Master of War di bawah ini :

Come you masters of war
You that build all the guns
You that build the death planes
You that build the big bombs
You that hide behind walls
You that hide behind desks
I just want you to know
I can see through your masks

You that never done nothin’
But build to destroy
You play with my world
Like it’s your little toy
You put a gun in my hand
And you hide from my eyes
And you turn and run farther
When the fast bullets fly

Like Judas of old
You lie and deceive
A world war can be won
You want me to believe
But I see through your eyes
And I see through your brain
Like I see through the water
That runs down my drain